Menyerahkan harga ke pasar adalah bukti inkonsistensi pemerintah atas sumpah jabatannya untuk patuh menjalankan amanat UUD'45. Ah, jangankan UUD'45, kebijakan / aturan bikinan sendiri pun sering direvisi, tanda pemerintahan ini seperti kumpulan orang bingung. Ibarat bocah baru lulus sepeda roda 2 langsung nyopir kapal tanker...
- Aturan Baru, BBM Diperbolehkan Naik Setiap Bulan Juli 9, 2018 02:00 Jakarta, Aktual.com – Stabilitas harga menjadi salahsatu instrumen penting untuk mencapai target perekonomian, karenanya kehadiranpemerintah diperlukan untuk mengatur dan menjaga stabilitas pasar. Tentu halini sejalan dengan amanat konstitusi untuk memberikan perlindungan terhadaprakyat dan tidak membiarkan rakyat terombang-ambing pada mekanisme pasar(liberal). Bisadibayangkan, dalam arus perdagangan global, fluktuasi harga bergerak dengancepat akibat dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika rakyat didorong bertarungbebas tanpa filter atau perlindungan oleh pemerintah, maka akan terjadiketidakpastian pasar, dan gejolak itu berimbas kepada instabilitas ekonominasional serta ketidakmenentuan nasib rakyat. Itulah alasan pokok kehadirantangan pemerintah untuk mengontrol harga, terlebih harga komoditas strategisseperti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memang merupakan urat nadi penggerakperekonomian. PenelitiInstitute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyantomengatakan setiap kali kenaikan harga BBM akan memberi kontribusi pada lajuinflasi dan memukul daya beli masyarakat. Mendapati sejumlah Badan Usahamenaikan beberapa jenis produk BBM per Juli ini, Eko memperkirakan administeredprice akan tembus hingga 0,5 persen. “Sayarasa administered price bulan Juli ini, dugaan saya bisa tembus 0,5 persenwalaupun sudah usai lebaran. Karena selain kenaikan BBM, harus diingat,masyarakat juga menghadapi masuk sekolah, maka sumbangsi terhadap inflasi makinnaik. Dari mulai biaya masuk, buku, seragam sekolah dan lainnya itu turutmengakumulasi inflasi,” kata Eko. Sebagaimanayang dikatakan, beberapa badan usaha baru-baru ini telah menaikkan hargapenjualan BBM. Khusunya pada PT. Pertamina (Persero), perusahaan plat merah inimenyesuaikan harga BBM jenis Pertamax Series dan Dex Series (Pertamax, PertamaxTurbo, Dexlite dan Pertamina Dex). Kenaikanharga BBM ini disambut negatif oleh publik walaupun pendukung pemerintahmencoba untuk memberi penjelasan. Namun terlepas dari itu, perlu didudukkanseperti apa kebijakan dan perlindungan pemerintah untuk menjaga stabilitasharga BBM. Inkonsistensi Kebijakan Mengulaskembali pada awal Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) menjabat sebagaipasangan Presiden dan Wakil Presiden, kebijakan pemerintah mencabut anggaransubsidi energi yang pada tahun 2014 mencapai sebesar Rp315 triliun. Namun kalaitu, kebijakan pemerintah tidak serta merta mencabut semua subsidi BBM, karenadisadari bahwa pemerintah akan melanggar konstitusi jika tidak memberikanperlindungan dan melepaskan sepenuhnya kebutuhan pokok masyarakat terhadapmekanisme pasar. Karenanyapemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014. DalamPerpres itu, pemerintah mengatur jenis BBM kedalam tiga kategori yakni pertama;BBM Jenis Tertentu meliputi Minyak Tanah (Kerosene) dan Minyak Solar (Gas Oil).Kedua; BBM Jenis Khusus Penugasan yaitu berupa Minyak Bensin (Gasoline) RON 88/ Premium. Ketiga adalah; BBM Jenis Umum yang mana meliputi semua jenis BBMselain BBM Tertentu dan Khusus Penugasan. Padaketentuannya, Pemerintah masih menyediakan subsidi untuk BBM Jenis Tertentu danberhak menetapkan harga dan mengatur titik distribusi pada BBM Jenis KhususPenugasan, hal ini diatur pada peraturan turunan berupa Permen ESDM Nomor 39Tahun 2014. Walaupun begitu, pada implementasinya masyarakat tidak mendapatlayanan yang optimal karena BBM Khusus Penugasan (Premium) kerap mengalamikelangkaan. Selanjutnya,Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014 menyatakan untuk BBM Jenis Umum ketentuanharganya tidak diatur oleh pemerintah melainkan kewenangan korporasi atau BadanUsaha, hal ini tercantum pada Pasal 4: “Perhitungan harga jual eceran BBM JenisUmum di titik serah, untuk setiap liter ditetapkan oleh Badan Usaha. Atasdasar Permen 39, Badan Usaha berjalan di atas ketentuan yang ada hingga terjadibeberapa kali penyesuaian harga BBM Jenis Umum. Pada penyesuaian harga diakhirMaret 2018, sempat terjadi demonstrasi penolakan di beberapa daerah. Responpemerintah bukannya memberikan sosialisasi secara masif kepada masyarakattentang kebijakan pemerintah atas pengelompokan tiga jenis BBM, pemerintahmemilih untuk mengontrol semua harga termasuk BBM Jenis Umum (yang tadinyamerupakan kewenangan korporasi) dengan melakukan revisi keempat Permen ESDMNomor 39 Tahun 2014 menjadi Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2018. Kemudianseiring pergerakan harga minyak dunia, Badan Usaha mengajukan kepadaKementerian ESDM untuk mendapat persetujuan penyesuaian harga hingga mencapaikeekonomian penjualan. Pemerintah dibuat kerepotan karena pergerakan hargaminyak dunia yang mempengaruhi keekonomian penjualan BBM mengalami fluktuasisecara cepat. Al hasil Permen 21 Tahun 2018 itu belum genap dua bulan, kembalidirevisi dengan menerbitkan Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2018 yang merupakanPerubahan ke 5 dari Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014. Berikut perubahannya. 1.Nomor 4 Tahun 2015 2. Nomor 39 Tahun 2015 3. Nomor 27 Tahun 2016 4. Nomor 21 Tahun 2018 5. Nomor 34 Tahun 2018 “Awalnyakita mau mengawasi (Perubahan keempat), Presiden bilang, yang BBM Non Subsidiitu harus juga diawasi tentang distribusi dan kenaikannya.. Dari situ kitalakukan butuh persetujuan pemerintah untuk menaikkan harga, maka keluar lahPermen 21. Lalu mereka (Badan Usaha) ngajuin-ngajuin lagi, nah kita buat lagiguide (Permen 34 Tahun 2018),” kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, DjokoSiswanto. Djokomenjelaskan, dalam ketentuan Permen 34 Tahun 2018; pemerintah mengembalikankewenangan penentuan harga eceran BBM jenis Umum kepada Badan Usaha. Badanusaha dapat melakukan penyesuaian harga per satu bulan, hanya saja kenaikanharga tidak melebihi margin 10 persen dari harga dasar dan harus dilaporkan kepemerintah. Klausul ketentuan itu disebutkan pada pasal 4 ayat 1 dan 3. “Poinpermen 21 ngajuin-ngajuin, dari pada setiap minggu, biar agak stabil kita bikinper satu bulan. Itu ngajuin minta persetujuan setiap bulan, sekarang (denganPermen ESDM Nomor 34 Tahun 2018), ya uda deh kita kasih aturan, you jalan aja,yang penting tidak melebihi koridor ini (margin 10 persen) tapi tetapdilaporin. Mereka bikin surat, langsung jalan (naik harga), nanti kita cekbegitu di atas 10 persen ya kita turunin. SOP dari kita memeriksa dalam 10hari,” ujar Djoko. Inkonsistensikebijakan ini diperkirakan menjadi penyebab ketidakpahaman publik terhadapkebijakan pemerintah, hal ini bukan hanya dialami masyarakat awam, namun taksedikit tokoh publik dan anggota DPR turut kebingungan atas kebijakanpemerintah yang berubah-ubah begitu cepat. Kurangnyapemahaman publik atas kebijakan pemerintah mengakibatkan kepanikan tatkalaterjadi penyesuaian harga BBM. Kendati gejolak itu terjadi pada BBM Jenis Umum,bukan terhadap BBM Jenis Tertentu dan BBM Jenis Khusus Penugasan, namun publikterlanjur panik dan hanya memahami bahwa harga BBM mengalami kenaikan harga. (Dadangsah Dapunta)