Sri Mulyani Minta Penanggulangan Bencana Tidak Lagi Andalkan APBN
FINANCE <https://www.jawapos.com/ekonomi/finance>
11/10/2018, 10:39 WIB|Editor: Ilham Safutra
Sri Mulyani Minta Penanggulangan Bencana Tidak Lagi Andalkan APBN
Likuifaksi menjadi dampak dari gempa yang terjadi Sulawesi Tengah.
(HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)
Share this image
*JawaPos.com*- Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia. Mulai
banjir, kekeringan, gempa bumi, longsor, tsunami, hingga kebakaran
hutan. Tak ayal Indonesia kerap disebut sebagai supermarket bencana.
Bencana yang terjadi pun mengakibatkan kerugian ekonomi yang harus
ditanggung. Nilainya per tahun mencapai Rp 22,85 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, alokasi dana cadangan bencana
dalam APBN selama 2000 hingga 2016 rata-rata mencapai Rp 3,1 triliun per
tahun. Dengan demikian, masih ada/gap/sekitar 78 persen dari kebutuhan
untuk memulihkan kondisi wilayah seusai gempa.
"Kadang kita harus mengalokasikan kembali anggaran yang tidak terlalu
penting untuk anggaran bencana," katanya dalam dialog bertema/Pembiayaan
dan Asuransi Risiko Bencana di Indonesia/di sela-sela pertemuan tahunan
IMF-World Bank Group di Nusa Dua, Bali, kemarin.
Sri Mulyani Minta Penanggulangan Bencana Tidak Lagi Andalkan
APBN/Bangunan sekolah yang rusak akibat gempa di Sulteng. (Issak
Ramdhani/JawaPos.com)/
Menurut dia, penanggulangan bencana itu sudah tidak bisa lagi terus
mengandalkan dana APBN. Selain anggaran terbatas, mekanisme pencairan
untuk pengajuan tambahan dana membutuhkan waktu sekitar dua pekan dan
dianggap kurang fleksibel. Di sisi lain, kebijakan pembiayaan dan
asuransi risiko bencana berpeluang menghasilkan dampak positif.
"Beban pendanaan seharusnya bisa dibagi antara pemerintah, swasta, dan
komunitas. Aset kebanyakan tidak ada asuransi, penetrasi asuransi di
Indonesia sangat minim," ujarnya. Dalam acara tersebut, Sri Mulyani
turut menyapa temannya, yakni Menteri Keuangan Filipina Carlos 'Sonny'
Garcia Dominguez III.
Wapres Jusuf Kalla (JK) mengatakan, negara kesulitan apabila semua
anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dibiayai APBN.
"Bencana terbesar tsunami Aceh kita berterima kasih. Tanpa keterlibatan
UN dan World Bank, maka bencana di Aceh tidak bisa diselesaikan," imbuhnya.
Dia mencontohkan, untuk gempa dan tsunami yang melanda Palu dan
Donggala, Sulteng, total kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,06 triliun
hingga Rp 2,4 triliun. "Sulteng ada 2 ribu sekolah hancur. Jembatan,
bangunan pemerintah hancur, ada 60 ribu rumah yang harus direkonstruksi.
Perlu anggaran yang besar. Untuk mengurangi itu, maka bicarakan solusi
yang terhadap aset negara maupun masyarakat," ungkapnya.
Alternate Vice Minister of Finance of Japan Yoto Ono mengatakan, ada
beberapa pendekatan untuk menghadapi bencana. Salah satunya adalah
fiskal dan infrastruktur. "Infrastruktur yang mempunyai daya tahan
tinggi terhadap bencana bisa menghemat biaya. Kualitas bukan suatu
kemewahan, harus ada upaya kebijakan untuk implementasi," urainya.
Dia juga mengatakan, perusahaan asuransi di Jepang menyediakan asuransi
seismik kepada masyarakat. Yang ditanggung bukan hanya kerusakan karena
gempa, tetapi juga letusan gunung berapi sehingga tidak memberikan
tekanan keuangan kepada pemerintah.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan,/disaster risk financing and
insurance/(DRFI) merupakan upaya kolaborasi antara berbagai pihak dalam
menangani pembiayaan terhadap bencana.
*(vir/rin/c10/agm)*
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com