Nah, lagi-lagi pemerintahan Jokowi bekerja tanpa mempedulikan dasar hukum. Harusnya kan dibuat saja dulu payung hukumnya. Nyatakan secara legal dari mana anggarannya lalu masukkan dalam APBN. Jangan seenak udel jeplak secara lisan, "akan dicuil dari Dana Desa di APBN 2019". Bikin cuilan itu jadi legal!
Bekerjalah sebagai pemerintah. Sebagai pengurus negara yang mengerti bahwa seluruh langkah pemerintah harus legal, harus berdasarkan undang-undang. Segeralah kerja kerja kerja membuat payung hukumnya. Tunjukkan usaha keras memberantas korupsi! Puasa dululah dari kebiasaan memancing kegaduhan, apalagi di musim kampanye begini. Apa cara berkuasa yang sewenang-wenang, yang tak peduli aturan, yang sembrono, yang menghalalkan segala cara kayak gini, masih tetap dibela sebagai cara berkuasa yang benar? Yang bener aje. Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin (Lampung) mengatakan, meski belum ada payung hukum khusus, Undang-Undang APBN dapat menjadi pintu masuk anggaran dana kelurahan. --- SADAR@...wrote: Fraksi DPR Terbelah Sikapi Rencana Pengucuran Dana Kelurahan Reporter: Tempo.co Editor: Rina Widiastuti Selasa, 23 Oktober 2018 09:49 WIB Ilustrasi Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat tak satu suara dalam menanggapi rencana pemerintah mengucurkan dana kelurahan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Fraksi partai oposisi menolak rencana itu. Sebaliknya, partai pemerintah mendukung. Baca: Jokowi Ingin Ada Dana Kelurahan, Ini Bedanya dengan Dana Desa Anggota Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan payung hukum berupa peraturan pemerintah harus lebih dulu dibuat sebelum mengucurkan dana. Ia mengatakan dasar hukum diperlukan bukan hanya untuk mekanisme penyaluran, tapi juga untuk pengawasan penggunaannya. “Jangan karena mengejar keuntungan politik sesaat, aturan ditabrak,” kata dia, Senin, 22 Oktober 2018. Anggota Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay (Sumatera Utara), mengatakan aspirasi dana kelurahan sudah muncul dalam pembahasan Undang-Undang Desa pada 2014. Saat itu, kata dia, pemerintah tak mengakomodasi usul ini. Ia mengatakan persetujuan tiba-tiba oleh Jokowi tak dapat dipisahkan dengan agenda pemilihan presiden. “Fraksi PAN setuju dana kelurahan, tapi tak setuju kalau caranya begini,” kata dia. Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera juga mempertanyakan rencana tersebut. Menurut dia, segala sesuatu yang melibatkan uang rakyat harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. “Jangan digelontorkan begitu saja,” katanya. Hal senada diungkapkan anggota Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi. Ia menyatakan mekanisme dana harus transparan. “Ini agar tak dicurigai demi kepentingan politik,” katanya. Baca: Gerindra Tolak Alokasi Dana Kelurahan karena Tak Ada Dasar Hukum Polemik dana kelurahan mencuat sejak pekan lalu. Dalam rapat kerja di Banggar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada perubahan komposisi dana desa. Usul dana desa tahun depan sebesar Rp 73 triliun akan dicuil sebagian untuk dibagi ke kelurahan. Pernyataan Sri Mulyani itu lalu diperkuat oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut dana kelurahan diperlukan untuk mengimbangi desa yang mendapat miliaran rupiah setiap tahun dari pemerintah pusat. Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsuddin (Lampung) mengatakan, meski belum ada payung hukum khusus, Undang-Undang APBN dapat menjadi pintu masuk anggaran dana kelurahan. “Ini usul pemerintah dan kami rasa perlu diakomodasi dalam APBN kita,” kata anggota Fraksi Partai Golkar itu. ADVERTISEMENT Anggota Badan Anggaran dari PDI Perjuangan, Alex Indra Lukman (Sumatera Barat), mengatakan fraksinya akan memperjuangkan dana kelurahan. Ia menyatakan landasan hukum APBN cukup untuk mengakomodasi dana kelurahan. “Ini demi pemberantasan kemiskinan di kelurahan dan kota,” katanya. Baca: Tjahjo Kumolo: Dana Kelurahan Tak Berkaitan dengan Tahun Politik Wakil Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, Bima Arya Sugiarto, mengatakan organisasinya memperjuangkan agar dana kelurahan disetujui. Masalah perkotaan, seperti kemiskinan dan pengangguran, kata dia, juga perlu diperhatikan pemerintah pusat. “Kebijakan ini sudah kami tunggu,” kata dia. ARKHELAUS WISNU | BUDIARTI UTAMI PUTRI | INDRI MAULIDAR