SURAT DARI MAY SWAN
==KESAN-KESAN PERJALANAN==
Seperti biasa, saban kali ke Jakarta the main attraction bagi kami adalah 
kulinernya, khususnya yang berciri authentic lokal. Maklum, makan berupa satu 
dari national hobby bagi orang Singapura.
Rumah Makan Khas Sate Senayan di Jakarta menjadi salah satu restoran yang 
paling sering kami datangi berkali kali. Tempatnya cukup menyenangkan, ruang 
makan terang cerah dikelilingi dinding kaca, bukan tembok concrete  seperti 
banyak rumah makan lainnya. Jarak antara masing masing meja makan cukup 
berjauhan. Kesan keseluruhan: simple and modern. Sekali pun terkenal dengan 
hidangan sate, ternyata cukup banyak macam menunya. Lontong Capgome berupa 
hidangan yang tidak pernah kami lupakan ketika memesan order. Setelah selesai 
makan, duduk santai dengan segelas avocado juice bercampur gula aren atau es 
kelapa kopior berupa happy ending penutup food outing hari itu. Bagaikan a 
perfect setting for secret love affair that lingers on.
Rumah makan seafood yang selalu kami kunjungi bila berada di Jakarta adalah 
WIRO SABLENG 212 di daerah Kelapa Gading. Menu antara lain: Kepiting Asap, Ikan 
Bakar, Udang Bakar, Sambal Petai dan Sayur Kangkung ( berupa kesukaan orang 
Swedia dimana petai dan kangkung dianggap sebagai barang lux 😁 ) menjadi 
pilihan favourite. Satu lagi seafood restoran yang ridak kalah sedapnya RUMAH 
MAKAN MEDAN BARU terletak di Jalan Agung Jaya. Kepiting Bakar, Gulai Kepala 
Ikan, Burung Dara Goreng, juga Sayur Kangkung dan Sambal Terong berupa atraksi  
menu tersendiri. 
Tentunya masih banyak lagi restoran seafood di Jakarta, tapi bagi orang 
Singapura yang terkenal gemar seafood, dua rumah makan tersebut sudah pasti 
cukup memuaskan selera. Adanya exchange rates yang menguntungkan SGD, harga 
seafood di Jakarta terasa sangat murah. Di Singapura harga Chilli Crab atau 
Black Pepper Crab satu porsi di restoran rata rata paling kurang SGD 80. 
Sedangkan di Jakarta dengan harga yang sama sudah cukup makan seafood dinner di 
restoran untuk 10 orang.
Kali ini di Jakarta kami book Hotel Merilynn yang tercatat sebagai Bintang 5, 
tapi ternyata sangat mengecewakan. Fasilitas toilet sangat tidak up to standard.
Tapak kedua perjalanan adalah Surabaya. Di Surabaya kami milih Novotel Hotel. 
Dulu sudah pernah nginap di Novotel ketika mengunjungi  Paris, Eropa dan 
Pangkal Pinang, Bangka. Berdasarkan pengalaman, Novotel Hotel cukup memuaskan. 
Dan ternyata Novotel Surabaya sangat memuaskan, bahkan yang terbaik dari 
Novotel Hotel lain yang pernah kami nginapi. Bukan saja pelayanan dan fasilitas 
up to standard, lingkungan dan landscaping juga sangat menarik. 

Bagi penulis, Surabaya mendapat tempat tersendiri dalam ingatan childhood 
memory, pernah tinggal di Surabaya dan sekolah SD di daerah Genteng Kali. Maka 
kali ini kami mengambil kesempatan mendatangi rumah di Jalan Seruni Nomor 14 
dimana penulis pernah tinggal bersama keluarga, dan pose didepan rumah itu 
sebagai kenang kenangan. Agaknya rumah itu kosong. Kurang tahu apa status rumah 
itu sekarang, dan siapa pula ownernya setelah lewat lebih setengah abad. Sebuah 
pohon mangga yang berada di pekarangan depan rumah nampak segar. Apakah itu 
pohon mangga yang sama ketika penulis sering menjolok buahnya dan menggerogoti 
tanpa mengupas kulitnya dengan pisau lima puluh tahun yang lalu? Masih kenalkah 
ia pada pengunjung yang berdiri di luar pagar rindu memandangnya?
Masih mengenai kota Surabaya, terkesan indah, bersih dan terawat. Pohon-pohon 
besar, rindang terdapat di sekitar kota. Beberapa sungai yang mengalir nampak 
bersih tidak ada sampah yang mengapung. Lalu lintas juga jauh lebih teratur 
dibanding Jakarta. Jalan Tunjungan sudah lain sekali dengan apa yang masih 
terbayang dalam ingatan. 
Kebetulan, rumah di Jalan Seruni Nomor 14 dan Jalan Tunjungan di Surabaya 
pernah menjadi sebagian background setting oleh penulis dalam novelnya yang 
terbaru THE JOURNEY. 

Sekarang Jalan Tunjungan tentunya sudah banyak berubah. Tunjungan Shopping Mall 
termasuk bangunan yang sangat megah modern tidak kalah megah dengan Anggrek 
Shopping Mall Jakarta, bahkan jauh lebih besar dan ramai yang datang dibanding 
dengan mall yang terdapat di Orchard Road Singapura. Surabaya physical 
development di Surabaya mengalami banyak kemajuan. Bagusnya, pembangunan tidak 
semata mata berdasarkan commercial interest belaka, tapi juga melibatkan 
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Maka tidak kebetulan bahwa baru baru ini 
Wali Kota Surabaya Risma menerima penghargaan dari UN Habitat atas jasanya 
menata dan membangun Surabaya berdasarkan inclusive policy. 

Mengenai makanan di Surabaya, yang paling berkesan adalah BEBEK SINJAY, 
terletak di sebuah restoran di Bangkalan, Madura, sekitar satu jam perjalanan 
taxi dari Surabaya, melintasi Jembatan Suramadu yang panjangnya lima km. 
Hidangan BEBEK SINJAY sangat sederhana, hanya sepiring nasi putih, sepotong 
bebek goreng dan sambal. Benar, hanya itu lah. Tapi rasanya sungguh aduhai 
sedap. Kata orang, "Will send you to heaven and back!"
Dari Surabaya kami terbang menuju Kuala Lumpur. Dan dari Kuala Lumpur ke 
Penang. Suasana Kuala Lumpur berkesan sebagai kota cosmopolitan. Dimana mana 
nampak banyak turis internasional bersimpang siur di jalan raya dan berbelanja 
di shopping malls. Bar dan cafe buka sampai larut malam, penuh sesak dengan 
manusia. 
Kuala Lumpur bersih dan teratur juga cukup banyak pohon besar rindang disekitar 
kota, termasuk berbagai warna pohon bunga turut memperindah suasana. Tapi, 
kondisi lalu lintas jalan raya, sama seperti di Jakarta cukup menggelisahkan. 
Kuala Lumpur terkenal dengan makanan yang masih berpegang teguh pada selera 
tradisional. Dalam komunitas modern seperti Singapura umumnya makanan yang 
terdapat di restoran dan food court sudah dikompromis. Turis Singapura sangat 
gemar dengan makanan yang terdapat di Kuala Lumpur, Penang dan Johor Bahru. 
Terdapat banyak restoran yang menyajikan makanan yang berstandard tinggi di 
Kuala Lumpur. Bagi kami, tempat makan yang paling menarik bukan di restoran 
besar, karena restoran besar dimana mana pun hampir sama. Tempat yang kami 
anggap paling menarik terdapat di KEDAI KOPI LAI FOONG di ujung Jalan Tun HS 
Lee. Sedangkan di Penang, Gurney Drive adalah tempat yang patut didatangi untuk 
makanan kecil yang berciri lokal. 
Chinese culture terasa masih sangat kental di Malaysia, terutama di Kuala 
Lumpur dan Penang. Di tempat tempat umum, misalnya di shopping malls, di rumah 
makan dan di mana saja anak anak muda berkumpul, terdengar mereka selalu 
menggunakan Chinese dialect dalam berkomunikasi. Juga diantara anggota 
keluarga. Ini hampir tidak pernah terjadi di Singapura. Mendengar anak anak 
muda menggunakan dialect sangat langka. Di Singapura hanya orang tua yang 
menggunakan Chinese dialect, anak muda umumnya menggunakan bahasa Inggeris atau 
Chinese Mandarin. Dialect sangat berperan dalam membangunkan suasana perasaan 
kebersamaan dan persaudaraan dalam masyarakat. Ini kesan yang sangat mendalam 
selama perjalanan di Malaysia.

   
   - 
   - 
   - 
   - 

Kirim email ke