/http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1370-kejujuran-dan-kejernihan
/
//
//
//
/*Kejujuran dan Kejernihan*/
Penulis: *Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group* Pada: Kamis, 15 Nov
2018, 05:30 WIB podium <http://mediaindonesia.com/podiums>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1370-kejujuran-dan-kejernihan>
<http://twitter.com/home/?status=Kejujuran dan Kejernihan
http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1370-kejujuran-dan-kejernihan
via @mediaindonesia>
Kejujuran dan Kejernihan
<http://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2018/11/680cdf9d0eeace3d7ce57dd0f163a5c9.jpg>
AIR yang bersih tidak selalu jernih. Air yang jernih kiranya berkat
bersih. Pikiran yang terakhir itu membawa saya lebih menyukai penggunaan
kata 'kejernihan' sebagai kata kunci daripada kata 'kebersihan' dalam
memandang perkara-perkara kepublikan.
Di kaca yang kotor bagaimana orang bisa becermin dengan jernih?
Pertanyaan itu membawa orang kepada jawaban bahwa yang pertama perlu
dibikin bersih ialah sang kaca, sang alat, bukan sang diri.
Demikianlah diperlukan alat untuk menangkap kejujuran manusia. Akan
tetapi, kejujuran nilainya teramat tinggi sehingga sepertinya tiada alat
yang paling jernih sekalipun yang mampu secara langsung menangkap kejujuran.
Untuk dapat menangkap kejujuran, orang menempuh jalan terbalik, yaitu
melalui ketidakjujuran. Faktanya ialah manusia menciptakan lie detector,
bukan honesty detector. Kenapa?
Jawabnya tidak enak, karena kejujuran tidak disukai. Buktinya ilmuwan
yang meneliti seberapa dapat dipercaya lie detector malah diancam
diperkarakan dibawa ke muka hukum.
Dua ilmuwan di bidang forensik, Anders Eriksson dan Francisco Lacerda,
mengkaji hasil studi selama 50 tahun menyimpulkan bahwa tidak ada bukti
secara ilmiah yang mendukung klaim pabrik lie detector. Dua ilmuwan itu
bahkan gamblang menyebut dengan alasan etika serius agar institusi dan
otoritas yang otoritatif tidak terlibat dalam penggunaan mesin lie detector.
Kajian dua ilmuwan forensik itu berjudul Charlantry in Forensic Speech
Science: A Problem to be Taken Seriously, panjangnya 25 halaman,
dipublikasikan di The International Jurnal of Speech, Language and the
Law (Desember 2007). Kedua ilmuwan itu berasal dari Swedia. Anders
Eriksson dari Universitas Gothenburg dan Francisco Lacerda dari
Universitas Stockholm.
Nemesysco Limited, pabrik pembuat mesin lie detector dan lawyer-nya
sangat keberatan atas kajian dua ilmuwan itu. Menurut mereka artikel itu
berisi tuduhan serius. Pada 4 Desember 2008, managing director penerbit
jurnal menyampaikan keberatan itu di situs jurnal dan mengumumkan bahwa
artikel itu tidak tersedia lagi dalam bentuk elektronik di situs Equinox.
Terlepas dari persoalan hukum, saya berpandangan keberatan pabrik
pembuat mesin pendeteksi kebohongan beserta lawyer-nya itu menunjukkan
mereka tidak suka dengan kejujuran ilmiah. Namun, saya bersyukur artikel
ilmiah itu kemarin masih bisa saya baca di internet.
Kata charlantry dalam judul artikel ilmiah itu mengandung makna
'penipuan'. Kesimpulan yang menyakitkan bagi pabrik. Bayangkan,
pendeteksi kebohongan disimpulkan berbuat penipuan.
Cerita di atas hanya mau bilang jalan 'terbalik' melalui ketidakjujuran
untuk menangkap kejujuran, menggunakan alat pendeteksi kebohongan,
kiranya malah membawa orang semakin jauh dari kejujuran.
Penyebabnya ialah tidak menyertakan kejernihan diri. Tanpa kejernihan,
bagaimanakah orang dapat berkaca dengan jujur?
Air yang bersih tidak selalu jernih. Air yang jernih berkat bersih.
Kiranya di situ orang dapat berkaca dengan jernih perihal kejujuran.
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1370-kejujuran-dan-kejernihan>
<http://twitter.com/home/?status=Kejujuran dan Kejernihan
http://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1370-kejujuran-dan-kejernihan
via @mediaindonesia>