Amin Mudzakkir
19 jam · 
212 ADALAH GERAKAN INTOLERAN

Beberapa orang masih berpikir bahwa gerakan 212 adalah hak. Mereka pikir 
gerakan ini adalah bagian sah dari demokrasi. Mereka bilang tidak ada aturan 
yang dilanggar oleh gerakan tersebut.

Pendapat yang sepintas masuk akal itu jelas salah kaprah, bahkan sesat pikir. 
Mereka menutup mata terhadap kenyataan bahwa asal mula gerakan 212 adalah 
penolakan terhadap Ahok. Mereka bertolak dari keyakinan dari sebuah tafsir 
reduksionis dan sektarian terhadap Al-Maidah 51 yang menyatakan bahwa 
non-Muslim tidak boleh menjadi pemimpin dalam pemerintahan.

Dengan kata lain, sejak awal gerakan 212 meyakini suatu pandangan bahwa 
pemimpin di negeri ini hanya milik umat Islam. Selain umat Islam hanya berhak 
menjadi warga biasa. Jika mau dikatakan lebih lugas, selain umat Islam adalah 
warga negara kelas dua.

Namun tidak mengherankan jika sejumlah sejawat akademisi, termasuk di LIPI dan 
kementerian/lembaga pemerintah lainnya, masih menyangkal alur pikir sederhana 
ini. Mereka adalah kaum konservatif yang berlatar belakang Masyumi (biarpun 
Yusril Ihza Mahendra sudah merapat, keluarga besar Masyumi masih sangat 
anti-Jokowi) atau para pemuda/pemudi hijrah. Jika bukan itu, mereka adalah kaum 
oportunis yang berharap dapat rente lebih jika Prabowo berkuasa.

Intoleransi politik ini sangat berbahaya. Meski kelihatannnya sekadar tentang 
siapa yang berkuasa, implikasinya terhadap masa depan bangsa dan negara tidak 
terkira. Meski tampaknya sekadar tentang Jokowi atau Prabowo, dampak merusak 
yang ditimbulkannya akan membuat kebhinekaan kita berada dalam ancaman.

Kirim email ke