Faktanya, Jokowi bisa kok segera memerintahkan 
kasus Ahok diseret ke pengadilan.
Bukan begitu?
--- SADAR@... wrote:    
 
 
Kasus-kasus HAM Berat Dibiarkan Menggantung
 Selasa , 11 Desember 2018 | 09:32 
http://www.sinarharapan.co/opinidaneditorial/read/5174/kasus_kasus_ham_berat_dibiarkan_menggantung
   Sumber Foto Istimewa
 Ilustrasi     POPULER Kasus-kasus HAM Berat Dibiarkan Menggantung   Listen to 
this 
Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam era 
pemerintahan sekarang ini tidak seperti dijanjikan, bahkan terkesan mandek. 
Lebih menyedihkan karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkesan mendiamkannya 
dan tidak melakukan pengawasan secara memadai. Bila kondisi ini terus berlanjut 
maka kasus-kasus HAM akan terus menghantui dan menjadi beban perjalanan bangsa 
ini ke depan.
 
Komnas HAM dalam laporan terbaru menegaskan telah menyerahkan hasil 
penyelidikan atas 10 kasus pelanggaraan HAM berat kepada Jaksa Agung namun 
hingga kini belum ditindaklanjuti. Ke-10 pelanggaran HAM berat tersebut adalah; 
kasus penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, peristiwa Mei 
1998, peristiwa Talangsari, kasus Wamena, peristiwa Wasior, peristiwa Jambu 
Keupok, peristiwa Simpang KKA dan Rumoh Geudong.
 
"Kami meminta Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung agar segera melakukan 
penyidikan sehingga hasil penyelidikan Komnas HAM 10 berkas bisa dilanjutkan," 
kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam peringatan Hari HAM 
Internasional 2018 di Jakarta, Senin.
 
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga menilai 
penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dalam era Presiden Joko Widodo saat 
ini berjalan di tempat. KontraS menilai Jokowi tidak serius dan serampangan 
dalam menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. "Peta nasib penuntasan 
pelanggaran HAM berat masa lalu pada era Presiden Joko Widodo dalam setahun 
belakangan menunjukkan ketidakseriusan," tulis KontraS dalam Catatan Hari HAM 
2018.
 
KontraS menilai Jokowi seolah terpenjara oleh komitmennya sendiri yang 
dituangkan dalam visi, misi, dan program dalam merespons penanganan kasus 
pelanggaran HAM berat masa lalu. Jokowi, menurut KontraS, juga selalu merespons 
penyelesaian HAM berat masa lalu dengan pelbagai jawaban normatif dan 
mengawang-awang.
 
Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan rekap hasil penelitian prinsip 
penanganan Hak Asasi Manusia (HAM). Hasilnya, skor dimasa Presiden Soesilo 
Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012 sebesar 5,74 dan tahun 2013 sebanyak 5,4.. 
Namun dimasa pemerintahan Presiden Jokowi lebih rendah, yaitu 4,15 (2014), 
kemudian 3,82 (2015), 4,25 (2016) dan 4,51 (2017). "HAM pemerintahan SBY lebih 
baik daripada masa Jokowi," kata peneliti ILR, Erwin Natosmal Oemar.
 
Banyak pihak berspekulasi mengenai mandeknya penanganan kasus HAM berat pada 
era pemerintahan Jokowi ini karena konflik kepentingan. Beberapa kasus HAM 
berat diduga melibatkan sejumlah tokoh yang berada di seputar kekuasaan.
 
Kita mengkhawatirkan kasus-kasus HAM tersebut akan terus membebani masa depan 
bangsa. Isu-isu HAM akan terus menerus diungkap dan menjadi peluru tajam yang 
menusuk tokoh tertentu, apalagi bila terkait persaiangan politik. 
Ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan kasus-kasus tersebut sama saja menanam 
bom waktu yang setiap saat bisa meledak dan menghabiskan energy seluruh bangsa.
 
Penilaian Komnas HAM maupun Kontras terhadap kinerja pemerintahan ini haruslah 
disikapi dengan bijaksana dan jangan diabaikan. Kita juga mencatat fakta yang 
menyedihkan ketika beberapa waktu lalu dokumen negara hilang. Yaitu dokumen 
hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) tahun 2005 tentang pembunuhan aktifis HAM 
Munir S Thaib. Menteri Sekretariat Negara M Pratikno ketika itu menyatakan 
Steneg tidak memiliki atau menyimpan dokumen tahun 2005 tersebut.
 
Munir meninggal dunia karena diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura- 
Amsterdam. Dua orang telah diadili dalam kasus ini. Seorang pilot Garuda 
Indonesia, Polycarpus Budiadji, dinyatakan bersalah dan dihukum 14 tahun. 
Sedangkan Mayjen Muchdi PR oleh pengadilan dinyatakan tidak bersalah. Keputusan 
pengadilan tersebut  tidak memuaskan para aktivis HAM dan mereka meyakini  ada 
tokoh lain yang menjadi dalang dan harus bertanggungjawab.
 
Hilangnya dokumen negara menjadi pertanda bahwa pemerintah memang tidak serius 
menangani kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut. Fakta ini sangat menyakitkan 
karena janji Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus HAM hanyalah janji kampanye 
yang tak hendak diwujudkan.
 
Sangat menyedihkan pula ketika ternyata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diam saja 
dan tidak melakukan pengawasan yang sepadan. Bila kondisi ini berlanjut maka 
keteledoran dan pengabaian masalah HAM akan terus berlangsung dan membebani 
perjalanan bangsa ini. Rejim akan berganti namun pelanggaran HAM akan terus 
berlanjut karena pemerintah dan DPR bersekutu untuk memendam kasus-kasus lama 
tersebut. Ini sangat merugikan karena penyelesaian kasus-kasus HAM tersebut 
tidak menjadi pembelajaran bagi perjalanan kita ke depan.
  Sumber Berita:Berbagai sumber
  

Kirim email ke