http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1568-solidaritas-singkirkan-keputusasaan


 /*Solidaritas Singkirkan Keputusasaan*/

Penulis: *Media Indonesia* Pada: Selasa, 25 Des 2018, 05:00 WIB Editorial MI <http://mediaindonesia.com/editorials> <http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1568-solidaritas-singkirkan-keputusasaan> <http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1568-solidaritas-singkirkan-keputusasaan>

BENCANA selalu menyisakan kesedihan dan menimpakan beban. Korban-korban meninggal dunia akibat hempasan tsunami di pesisir pantai Selat Sunda, Sabtu 22 Desember lalu, ialah anak, kakak, adik, suami, istri, ibu, bapak, paman, bibi, nenek, atau pun kakek dari anggota keluarga yang ditinggalkan.

Banyak di antara korban tengah menikmati liburan akhir pekan bersama keluarga. Kegembiraan seketika lenyap. Rasa sedih tidak bisa dibendung saat yang menjadi korban merupakan orang-orang yang kita sayangi. Kalau pun bukan kita yang anggota keluarganya terenggut bencana, empati terhadap mereka pasti ikut menyisipkan kesedihan.

Paling tidak, alangkah baiknya bila kita menunjukkan simpati kepada saudara-saudara sebangsa yang terdampak. Salah satu hal yang membanggakan, banyak di antara kita yang sangat responsif begitu mendengar kabar bencana. Sebagian langsung turun tangan membantu sebagai relawan.

Sebagian lagi, tanpa banyak berpikir, menyumbangkan harta untuk para korban, baik dalam bentuk uang maupun barang kebutuhan. Walau begitu, solidaritas terhadap korban bencana perlu terus dipupuk dan diperkuat. Masih ada di antara kita yang hanya berpangku tangan kendati mampu membantu.

Jangankan bersimpati, menahan ucapan buruk terhadap korban bencana saja tidak mampu. Ada pula yang menyebarkan berita hoaks. Bencana tsunami yang meluluhlantakkan wilayah pantai Selat Sunda, Sabtu lalu, cukup langka. Kali ini tsunami bukan terbentuk oleh gempa, melainkan oleh longsoran bawah laut pascarerupsi gunung berapi.

Akibatnya, tanda-tanda kedatangan tsunami luput dari deteksi alat-alat peringatan dini yang terpasang. Tambahan lagi sebagian alat itu rusak yang diduga karena erupsi Gunung Anak Krakatau. Bencana tersebut kian mengungkap begitu banyaknya persoalan dalam upaya mengantisipasi bencana.

Kini ditambah lagi alat deteksi dini yang tidak mampu mengenali tsunami akibat longsor. Persoalan ini mendesak untuk segera diatasi. Lembaga berwenang sudah mengusulkan agar pemerintah menetapkan regulasi pemasangan alat deteksi dini multibencana. Para periset kebencanaan pun memiliki kemampuan keilmuan untuk bisa mengembangkan alat tersebut.

Yang diperlukan ialah dukungan pemerintah melalui pendanaan dan penyediaan fasilitas pendukung. Tempat-tempat berlindung saat terjadi bencana juga harus tersedia dengan petunjuk yang jelas. Alat deteksi dini umumnya hanya memberikan waktu dalam hitungan menit untuk evakuasi.

Tanpa kepanikan pun, sulit bagi korban untuk menyelamatkan diri bila tidak ada tempat berlindung yang mudah dijangkau. Masih banyak yang harus dibenahi. Jangan sampai kita kehilangan harapan di tengah bencana. Solidaritas yang kuat di antara sesama anak bangsa akan membantu mengangkat para korban dari keputusasaan.

Adapun kemampuan belajar dari kesalahan dan pengalaman akan membuat bangsa kita semakin piawai mengantisipasi bencana.




<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1568-solidaritas-singkirkan-keputusasaan> <http://twitter.com/home/?status=http://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1568-solidaritas-singkirkan-keputusasaan>






Kirim email ke