*Praktek  policy rezim berkuasa, jadi bukan hal baru. Bagaimana merubahnya*?



https://fokus.tempo.co/read/1209412/polisi-dikritik-hentikan-kerusuhan-22-mei-dengan-kekerasan?utm_source=Digital%20Marketing&utm_medium=Web%20Notif&utm_campaign=Fokus_Mutia&utm_content=&utm_term=



*Polisi Dikritik Hentikan Kerusuhan 22 Mei dengan Kekerasan*

Reporter:
*Tempo.co*

Editor:
*Syailendra Persada*

Minggu, 26 Mei 2019 10:00 WIB


<https://statik.tempo.co/data/2019/05/22/id_843764/843764_720.jpg>

*Seorang pria berjalan melewati ban yang terbakar dalam kerusuhan 22 Mei di
Jakarta, Rabu, 22 Mei 2019. Sampai saat ini, aparat dibantu masyarakat
masih bersiaga di lokasi tempat terjadinya kericuhan. REUTERS/Willy
Kurniawan*

*TEMPO.CO <http://TEMPO.CO>*, *Jakarta* - Tangis Anisa pecah saat menunggu
keranda yang berisi jasad Harun Ar Rasyid tiba di rumahnya di RT 09 RW 10
Nomor 81, Duri Kepa, Jakarta Barat, pada Jumat, 23 Mei 2019. Tangisan
perempuan yang mengenakan gamis dan kerudung hitam itu semakin menjadi saat
mendapatkan kabar bahwa jenazah adiknya yang meninggal saat kerusuhan 22 Mei
<https://www.tempo.co/tag/kerusuhan-22-mei> akan tiba di rumah.

Baca: Pria di Video Masjid Al Huda Jadi Tersangka Kerusuhan 22 Mei
<https://nasional.tempo.co/read/1209293/pria-di-video-masjid-al-huda-jadi-tersangka-kerusuhan-22-mei>

“Aku mau gotong dan peluk Abang. Ini ada yang jahat sama Abang” ujar
perempuan berusia 19 tahun itu sambil terduduk di kursi. Meski lebih tua,
Anisa memang memanggil sang adik sebagai abang.

Raut muka sedih tidak hanya terpancar dari wajah Anisa. Duka juga tergambar
jelas di raut muka ayah dan ibu Harun serta kawan-kawannya. Mereka tak
menyangka jika Harun menjadi korban tewas kerusuhan 22 Mei lalu. Kerusuhan
yang terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019 itu merenggut nyawa delapan orang.
Salah satunya ialah Harun, siswa Kelas VII SMP Islam Assa’adatul Abadiyah.



Salah seorang kawan Harun berinisial ATS juga tidak menyangka bahwa ajakan
Harun untuk melihat demonstrasi pada Rabu lalu mengakibatkan kawannya itu
meninggal. “Ayo coba lihat ke Slipi katanya di sana ada demo,” tuturnya
menirukan ajakan Harun.

Baca: MER-C Punya Bukti Ada Kekerasan Aparat di Kerusuhan 22 Mei
<https://nasional.tempo.co/read/1209281/mer-c-punya-bukti-ada-kekerasan-aparat-di-kerusuhan-22-mei>

Menggunakan sepeda motor, Harun bersama ATS lantas menuju daerah Slipi,
Jakarta Barat, untuk melihat unjuk rasa. Unjuk rasa di kawasan itu kemudian
diwarnai kericuhan antara massa dengan polisi pada malam harinya.  “Saya
terpisah dengan Harun akibat gas air mata,” ujar anak berusia 15 tahun itu.

ATS kemudian mengira bahwa Harun telah pulang ke rumahnya. Dia kemudian
memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Namun, Kamis pagi ia terkejut
mendapatkan kabar bahwa Harun telah meninggal.

Sejak 21 Mei 2019, kerusuhan memang terjadi di sejumlah titik di Jakarta.
Kericuhan ini pecah sekitar 30 menit setelah ratusan pengunjuk rasa dari
Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat membubarkan diri setelah menggelar aksi
sepanjang hari di Gedung Badan Pengawas Pemilu 2019. GNKR berunjuk rasa
terkait dugaan adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.

Massa GNKR sebenarnya sudah membubarkan diri pada Selasa, 21 Mei 2019
malam, setelah salat tarawih. Polisi pun mengendorkan penjagaan karena para
pengunjuk rasa sudah meninggalkan gedung Bawaslu. Namun, ujug-ujug, datang
lima puluhan orang yang memprovokasi polisi. Mereka mengguncang-guncang
barikade polisi. Tak hanya itu, mereka juga melempari polisi dengan batu
dan petasan. Kerusuhan pun pecah.

Baca: KPAI Jelaskan Kronologis Tewasnya Dua Remaja di Kerusuhan 22 Mei
<https://nasional.tempo.co/read/1209157/kpai-jelaskan-kronologis-tewasnya-dua-remaja-di-kerusuhan-22-mei>

Polisi memukul mundur massa ke arah Pusat Grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Meski sudah mundur, para perusuh ini pun terus melempari polisi.
Pasukan Brimob pun membalas dengan tembakan air mata. Rupanya, kerusuhan 21
Mei 2019 malam ini meluas. Sejumlah orang tak dikenal bahkan membakar
belasan mobil di Asrama Brimob, Petamburan yang lokasinya tak jauh dari
markas pusat Front Pembela Islam (FPI).

Tak hanya di Petamburan, kerusuhan yang terus berlanjut sampai siang hari
pun meluas ke daerah jembatan layang Slipi. Di sana, massa membakar bus
milik polisi yang terparkir.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyebut para pelaku kerusuhan yang
ditangkap berasal dari luar DKI Jakarta. Bahkan beberapa pelaku dalam
kondisi sedang mabuk. Tito mencium ada upaya untuk membuat Jakarta ricuh
dengan menunggangi unjuk rasa damai di Bawaslu. “Kami sedang mendalami
aktor di balik kerusuhan ini,” kata Tito.

Total jenderal, Polri telah menetapkan 300 orang sebagai tersangka
terkait kerusuhan
22 Mei
<https://pemilu.tempo.co/read/1208332/kronologi-detail-kerusuhan-aksi-22-mei-versi-kapolri>.
Ratusan orang itu ditangkap di tiga lokasi yakni Gedung Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu), Petamburan dan Gambir, Jakarta Pusat.

"Sekarang masih diperiksa, kemudian dipilah-pilah pelaku lapangan,
koordinator lapangan, kemudian aktor intelektualnya," ujar Kepala Biro
Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat
dihubungi, Kamis, 23 Mei 2019.

Langkah polisi dalam menangani kerusuhan 22 Mei ini pun tak lepas dari
kritik. Direktur Eksekutif Amnesty Usman Hamid meminta kepolisian dan
Komisi Nasional HAM untuk bersama-sama segera menginvestigasi segala bentuk
potensi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi setelah aksi 22 Mei 2019
di Jakarta.

Baca: 2 Insiden oleh Polisi Seputar Kerusuhan 22 Mei
<https://metro.tempo.co/read/1209117/2-insiden-oleh-polisi-seputar-kerusuhan-22-mei>

Usman memberi catatan kepada insiden penyerangan asrama Brimob, Petamburan,
Jakarta Barat. Dalam insiden tersebut, beberapa pengunjuk rasa meninggal
karena luka tembak. "Kemudian ada juga penggunaan kekuatan yang berlebihan
oleh aparat dalam menangkap salah seorang warga di Kampung Bali, Jakarta
Pusat," ujar Usman melalui siaran pers, Sabtu, 25 Mei 2019.

Menurut Usman, para pelaku kekerasan, baik berasal dari kepolisian maupun
pihak-pihak dari luar yang memicu kerusuhan, harus diinvestigasi dan dibawa
ke muka hukum untuk diadili.

Polisi memang diduga melakukan kekerasan saat menangani kerusuhan 22 Mei.
Sejumlah relawan Dompet Dhuafa, misalnya, mengalami kekerasan oleh polisi
seputar kerusuhan 22 Mei 2019 di sekitar Gedung Bawaslu RI. Direktur Utama
Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan, menyebut tindakan represif tersebut terjadi
pada Kamis dini hari, 23 Mei 2019, di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat.
Akibatnya, tiga anggotanya terluka dan dua kendaraan tim Dompet Dhuafa
rusak.

Baca: Begini Semestinya Polisi Menangani Kerusuhan Aksi 22 Mei
<https://nasional.tempo.co/read/1209222/begini-semestinya-polisi-menangani-kerusuhan-aksi-22-mei>


Saat kejadian, anggota Brimob Polri dan polisi berpakaian preman sedang
memukul mundur massa di sekitar pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH
Thamrin. Pasukan juga menghampiri tim medis Dompet Dhuafa di Jalan Abdul
Muis, sekitar belakang Gedung Mahkamah Konstitusi  Tim medis di dalam
kendaraan Dompet Dhuafa diminta turun.

Polisi disebutnya memukul kendaraan tim pertama dengan tongkat kayu dan
tameng. Sementara itu anggota medis di tim dua diminta jongkok di depan
kendaraan. Satu anggota tim lainnya terjatuh dari kendaraan dan langsung
dipukul dan diinjak oleh polisi. Bahkan, salah satunya mengeluarkan pistol
FN.


lalu menyatakan bahwa kasusnya telah selesai.

Baca: Pedagang Korban Kerusuhan 22 Mei Terima Banyak Bantuan
<https://metro.tempo.co/read/1209262/pedagang-korban-kerusuhan-22-mei-terima-banyak-bantuan>

Selain itu, polisi pun ditengarai memukuli seseorang di halaman Masjid
Al-Huda di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Peristiwa ini terekam dalam sebuah
video dan viral. Dalam video itu terlihat polisi bahkan menghajar seseorang
dengan popor senjata. Tak hanya itu, lelaki yang tak berdaya tersebut juga
diinjak-injak.

Kelompok relawan kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)
berencana menginvestigasi dugaan kekerasan dalam aksi 22 Mei. Bahkan mereka
akan melaporkan hal tersebut ke pengadilan tinggi tingkat internasional.

MER-C memilih melaporkan ke ICC (International Crime Court) atau Mahkamah
Pidana Internasional dan ICJ (International Court of Justice) alias
Mahkamah Internasional karena dinilai paling bisa menangani kasus seperti
ini.

Kepolisian memastikan akan menghukum anggotanya yang melakukan kekerasan
dalam pengamanan aksi 22 Mei di kawasan Badan Pengawas Pemilu. Pemeriksaan
bakal melalui mekanisme sidang disiplin. "Ya melalui sidang disiplin," kata
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal
Dedi Prasetyo, di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Kemananan,
Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2019.

Baca: Pedagang Korban Kerusuhan 22 Mei Terima Banyak Bantuan
<https://metro.tempo.co/read/1209262/pedagang-korban-kerusuhan-22-mei-terima-banyak-bantuan>

Dedi menuturkan melalui mekanisme itu akan diketahui pelanggaran yang
dilakukan oleh anggota kepolisian yang diduga melakukan kekerasan. Bila
terbukti melanggar prosedur pengamanan, kata dia, maka akan ditindak sesuai
dengan aturan di Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam. "Bisa tindakan
disiplin, bisa kode etik profesi, maupun pelanggaran pidana lainnya," kata
dia

Kirim email ke