ttps://www.suara.com/news/2019/10/14/221752/ylbhi-demokrasi-di-kepemimpinan-jokowi-jilid-ii-makin-kelam
<https://www.suara.com/news/2019/10/14/221752/ylbhi-demokrasi-di-kepemimpinan-jokowi-jilid-ii-makin-kelam>


*YLBHI: Demokrasi di Kepemimpinan Jokowi Jilid II Makin Kelam*

Agung Sandy Lesmana | Welly Hidayat

Senin, 14 Oktober 2019 | 22:17 WIB

[image: YLBHI: Demokrasi di Kepemimpinan Jokowi Jilid II Makin Kelam]Calon
Presiden nomor urut 1 Jokowi bertemu Calon Wakil Presidennya Maruf Amin di
Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/3/2019). [Biro Setpres]

*”*
*”…...semakin banyak kejadian yang ujungnya demokrasi di Indonesia terus
turun dan makin kelam."*

*Suara.com - *Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (*YLBHI*
<https://www.suara.com/tag/ylbhi>) menyebut kebebasan berdemokrasi pada
pemerintahan Joko Widodo - Maruf Amin periode 2019-2024 mendatang bakal
akan semakin mengalami dekadensi.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur memiliki catatan yang suram yang dilakukan
penegak hukum seperti kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Isnur awalnya menyidir penangkapan terhadap aktivis Dhandy Laksono maupun
penangkapan musisi *Ananda Badudu*
<https://www.suara.com/tag/ananda-badudu> hingga
seorang pemuda bernama *Akbar Alamsyah*
<https://www.suara.com/tag/akbar-alamsyah> yang tewas saat ikut berdemo di
sekitar gedung DPR RI.

Menurut Isnu, kasus meninggalnya Akbar baru ditemukan sekitar 8 sampai 10
hari setelah sempat koma dan beberapa kali dipindahkan ke rumah sakit
berbeda.

"Itu pun ditemukan di rumah sakit ketiga. Jadi dia dirawat dulu di RS
Pelni, dipindah ke RS Polri Bhayangkara, baru orang tuanya bisa melihat
setelah dipindah ke RSPAD dan meninggal kemarin Kamis 10 Narkoba Oktober,"
kata Isnur Proyeksi Masyarakat Sipil Bidang Penegakan Hukum Lima Tahun
Mendatang' di Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2019).

Dia juga melihat ada kejanggalan atas pernyataaan polisi yang menyebut
Akbar tewas akibat terjatuh. Namun, dugaan sementara, Akbar meninggal
akibat pukulan benda tumpul hingga ada bagian organ tubuhnya hancur.

"Akbar bukan hanya mengalami penyiksaan yang luar biasa, ginjalnya hancur,
tulang tengkoraknya hancur. Di masa koma itu, ketika dia nggak sadar, orang
tuanya nggak tahu anaknya dimana," ujar Isnur.


Menurut Isnur, orang tua Akbar mengetahui keberadaan anaknya ketika
mendapatkan surat yang dikirim oleh JNE ketika anaknya ditetapkan sebagai
tersangka terkait meletusnya kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta saat
demo di DPR.

Kemudian, terkait penangkapan Dhandy pula yang dianggap YLBHI sebagai
mundurnya demokrasi di negeri ini. Atas tweet Dhandy mengebai masalah di
Papua.

"Lagi ramai-ramai begitu, habis suasana demonstrasi dan bruralitas aparat,
malam hari jam 1 Dhandy Dwilaksono yang kami tahu sering *ngetwit*,
kampanyein banyak hal, ditangkap. Langsung sebagai tersangka," tegas Isnur.

Selanjutnya, Ananda dijemput oleh pihak kepolisian sekitar pukul 01.00 WIB.
Di mana bukan masuk dalam Standar operasional Prosedur (SOP) kepolisian
yang memanggil Ananda dalam waktu larut malam. Dhandy menurut polisi
sebagai penyalur dana dalam aksi demonstrasi di DPR.

“Ini gambaran, hampir yang kami dampingi di seluruh wilayah Indonesia yang
ada kantor YLBHI, 16 kantor LBH, Papua sampai Aceh, sama persis,” ucap
Isnur.

Maka itu, Isnur menyebut penegakan hukum jilid pertama Jokowi belum
memberikan perlindungan terhadap hak korban. Sebab, kata dia, selama ini
intitusi kepolisian dan kejaksaan dinilai menjadi aktor kriminalisasi
terhadap kebebasan masyarakat.

“Kesimpulan kami, kepolisian dan kejaksaan belum jadi lembaga yang
menegakkan hukum secara berkeadilan dan melindungi hak korban. Sebaliknya,
dalam tuntutan, dua lembaga ini jadi aktor yang melakukan kriminalisasi
terhadap hak kebebasan dan impunitas terhadap pelanggaran HAM,” tegas Isnur.

“Kalau enggak ada perubahan secara kelembagaan ke depan, maka penegakan HAM
hukum di Indonesia akan semakin banyak melangar HAM, semakin banyak
kejadian yang ujungnya demokrasi di Indonesia terus turun dan makin kelam."

Kirim email ke