Catatan Politik: Mereka Menampar Muka Jokowi
Selasa , 03 Desember 2019 | 07:26
Catatan Politik: Mereka Menampar Muka Jokowi
Sumber Foto LensaIndonesia.com
Ilustrasi
POPULER
Stafsus Jokowi Kesandung, Fadli Zon: Kelasnya Sebatas Buzzer
<http://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/10550/stafsus_jokowi_kesandung__fadli_zon__kelasnya_sebatas_buzzer>Jokowi
Diusulkan Isi Wantimpres dengan Ketum Parpol
<http://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/10551/jokowi_diusulkan_isi_wantimpres_dengan_ketum_parpol>Presiden
Jokowi Tegaskan Tak Campuri Urusan Partai Golkar
<http://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/10577/presiden_jokowi_tegaskan_tak_campuri_urusan_partai_golkar>Wacana
Jabatan 3 Periode, Jokowi: Ada yang Ingin Cari Muka
<http://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/10570/wacana_jabatan_3_periode__jokowi__ada_yang_ingin_cari_muka>Catatan
Politik: Mereka Menampar Muka Jokowi
<http://www.sinarharapan.co/hukumdanpolitik/read/10599/catatan_politik__mereka_menampar_muka_jokowi>
Listen to this
Reaksi Presiden Joko Widodo terhadap berbagai usulan mengenai materi
amandemen UUD 45 sungguh tidak terduga. Banyak orang mengira wacana
untuk menambah masa jabatan Presiden menjadi tiga periode sengaja
digulirkan penguasa untuk memperlancar pembahasannya di MPR. Ternyata
Jokowi justru menolak wacana tersebut.
Penegasan Jokowi patut dihargai dan sekaligus memperlihatkan komitmennya
yang tinggi terhadap amandemen konstitusi yang sudah dilakukan di masa
lalu. Ia tidak ingin amandemen UUD 45 di persidangan MPR nanti melebar
di luar pembahasan mengenai perlunya Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN, termasuk perubahan system pemilihan Presiden dan masa jabatan
Presiden.
Wacana yang sudah terlanjut berkembang di masyarakat adalah gagasan
menambah masa jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga kali. Ada
juga usulan memperpanjag masa jabatan Presiden dari lima menjadi delapan
tahun untuk satu periode jabatan. Sedangkan usulan lainnya adalah
mengembalikan mengganti system Pilpres langsung ke pemilihan oleh
anggota MPR seperti pada masa sebeum reformasi.
Presiden Jokowi justru mementahkan berbagai usulan tersebut. Ia tidak
sependapat karena sejak awal ia menyetujui dilakukannya amandemen UUD 45
namun terbatas pada penetapan GBHN. Beberapa tahun terakhir memang
banyak kalangan memandang pentingnya pemberlakuan GBHN agar arah
kebijakan pembangunan lebih jelas, terencana dan terarah
"Sejak awal sudah saya sampaikan bahwa saya produk pemilihan langsung.
Saat itu, waktu ada keinginan amandemen, apa jawaban saya? Untuk urusan
haluan negara, jangan melebar ke mana-mana," kata Jokowi kepada wartawan
di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019). "Kenyataannya
seperti itu kan. Presiden dipilih MPR, presiden 3 periode, presiden satu
kali 8 tahun. Seperti yang saya sampaikan. Jadi, lebih baik tidak usah
amendemen," sambungnya.
Jokowi konsisten pada sikapnya terdahulu. Ia meminta lebih baik semua
pihak fokus memikirkan jalan keluar dari berbagai tekanan eksternal yang
dihadapi Indonesia. Jokowi tak langsung menunjuk hidung pihak-pihak di
balik usulan-usulan tersebut, namun dia menyebut ada yang ingin mencari
muka, bahkan ingin menjerumuskannya. "Ada yang ngomong presiden dipilih
3 periode, itu ada 3. Ingin menampar muka saya, ingin cari muka, padahal
saya punya muka. Ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja, sudah saya
sampaikan," ucap Jokowi.
Pernyatan Presiden itu sangat jelas. Pihak-pihak yang mengusulkan itu
dinilai sedang mencari muka, atau bahkan hendak menjerumuskannya.
Penegasan tersebut menunjukkan bahwa Jokowi sangat memahami pembangunan
demokrasi yang sehat dan tidak ia tergiur pada kekuasaan yang memabukkan.
Berbagai usulan tersebut juga merisaukannya. Jangan-jangan mereka hanya
ingin menjerumuskannya pada system politik yang memberinya kekuasaan
mutlak, tanpa control dan absolut. Seolah-olah Jokowi adalah tokoh yang
tidak tergantikan dan pebangunan akan mandek bila orang lain menjadi
Presiden. Secara tidak langsung Jokowi menunjukkan bahwa cara berpikir
seperti itu keliru.
Jokowi tampaknya juga sangat menyadari bahwa tantangan ke depan sangat
sulit karena persaingan global yang makin kompleks. Pada tahun pertama
periode kedua (2019-2024) masa jabatannya, sangat jelas tantangan yang
harus dihadapi semakin rumit. Kini bahkan mulai muncul pertanyaan apakah
Jokowi mampu memenuhi janji-janji politiknya.
Tepatlah sikap Jokowi menampar para pengusul yang tidak tahu diri dan
menudiang mereka orang-orag yang sedang cari muka. Mereka, para politisi
dan tokoh-tokoh itu, justru tidak memahami bagaimana membangun demokrasi
yang sehat, kekuasaan yang bertanggungjawab, terhindar dari praktek
oligarkis dan para nepotism yang mengambil untung di sekitar kekuasaan,
Para politisi dan tokoh-tokoh itu seharusnya malu karena mereka salah
menilai pribadi Jokowi. Mereka tidak belajar secara benar bahwa Jokowi
membutuhkan orang-orang kerja di sekitarnya, yang mau mendukung kerja
kerasnya membangun dan memenuhi kesejahteraan rakyat. Jokowi tdak
membutuhkan para penjilat yang ABS atau pengabdi yang hanya sekedar
menyenang-nyenangkan junjungannya.
Siapapun para pengusul penambahan masa jabatan Presiden hendaknya
menyadari bahwa rakyat tidak membutuhkan mentalitas politisi yang suka
cari muka. Rakyat membutuhkan pemimpin yang menyadari tantangan bangsa
dan mampu menemukan solusi untuk kemajuan bersama. Rakyat juga
membutuhkan demokrasi yang sehat dan bertanggungjawab, tercipta/check
and balances/, serta tidak dikendalikan hanya oleh segelintir elite
tertentu. (BC)
Sumber Berita:Berbagai sumber