Kaum Buruh di Tengah Corona: Selama Belum Meninggal, Diminta Terus Kerja
Reza GunadhaSelasa, 24 Maret 2020 | 20:23 WIBILUSTRASI - Seorang wanita cuci 
tangan di fasilitas tempat mencuci tangan untuk umum di kawasan Senayan, 
Jakarta, Senin (23/3). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
"Kami wajib bekerja semua. Selagi belum meninggal, ya harus bekerja. Kalau 
tidak masuk, upah kami tidak dibayar, kecuali ada surat keterangan sakit dari 
dokter," ujar Linda.

Suara.com - Tatkala pegawai kantoran di DKI Jakarta mulai bekerja dari rumah 
untuk mengantisipasi virus corona Covid-19, para pekerja informal masih harus 
terus beraktivitas di pabrik, berkeliling kota membawa antaran, dan bertemu 
banyak orang setiap hari.

Rentan terpapar virus corona karena tak bisa mengisolasi diri selama pandemi, 
kesehatan sebagian besar buruh garmen, kurir, dan pegawai restoran itu juga 
tidak ditanggung pemberi kerja.




Pilihan banyak dari mereka kini terbatas antara bekerja keluar rumah demi tetap 
berpenghasilan atau mengkarantina diri dan menganggur di rumah.

Tak ada keramaian orang yang setiap hari biasa terlihat di Sarinah, Jakarta.. 
Pada jam pulang kantor, antrean nyaris selalu mengular di setiap restoran cepat 
saji di pusat perbelanjaan tersebut.

Namun 23 Maret 2020 lalu, saat lebih dari separuh penderita virus corona 
Indonesia terdeteksi di Jakarta, Sarinah sepi dan gelap.

Hanya tampak para kurir makanan cepat saji yang menunggu pesanan matang sebelum 
mereka membelah jalanan ibu kota menuju rumah para pelanggan.

Dede, salah satu kurir itu, mengaku cemas tetap beraktivitas di luar rumah. 
Meski begitu, ia lebih khawatir tak memberi nafkah keluarganya ketimbang 
tertular virus corona dari salah satu pelanggannya.

"Saya ada rasa takut, tapi kalau tidak masuk kerja, saya enggak digaji. Kurir 
digaji per jumlah antaran. Kalau antaran banyak, gaji lumayan besar, kalau sepi 
ya gaji kecil," ujar Dede seperti diberitakan BBC Indonesia, Selasa (24/3/2020).
"Jadi mau enggak mau saya tetap kerja, anak-istri enggak makan kalau saya 
enggak kerja," tuturnya.


Dede berkata, walau berisiko tertular virus corona dalam aktivitasnya dari 
rumah ke rumah pelanggan, perusahaannya tidak menanggung ongkos kesehatan.

Tak bersentuhan dengan pelanggan saat mengantarkan makanan adalah satu-satunya 
inisiatif yang disebut Dede bisa menjauhkan para kurir dari penyakit.

"Sejak ada virus corona, walau kurir sakit, tetap tidak ada jaminan, harus kami 
tanggung sendiri risiko itu," ujarnya.

Merujuk Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta yang terbit 20 Maret lalu, 
semua perusahaan didesak mengikuti seruan untuk melaksanakan kegiatan dari 
rumah. Empat bidang dikecualikan dalam surat itu, yaitu kesehatan, energi, jasa 
keuangan, dan pangan.

Pemprov DKI meminta para pelaku usaha di empat bidang itu untuk melaporkan 
siasat pencegahan penyebaran virus corona di antara pekerja mereka.

Faktanya, di Jakarta, sejumlah perusahaan di luar empat bidang itu tetap 
beroperasi selama kondisi darurat covid-19.

'Selagi belum meninggal, ya harus bekerja'

Linda, buruh di salah satu pabrik garmen berorientasi ekspor di Kawasan Berikat 
Nusantara Cakung, menyebut perusahaannya tak mengambil kebijakan strategis 
untuk mengurangi risiko penularan virus corona.

Linda berkata, ia dan sekitar 900 buruh lain di pabriknya masih terus 
beraktivitas normal: memproduksi 60 potong pakaian per 30 menit selama delapan 
jam di ruang kerja yang padat.

"Kami tentu sangat khawatir dan ketakutan, apalagi kami kerja berdekatan, tidak 
ada jarak satu sama lain," kata Linda.

"Sudah dua hari ini ada pengecekan suhu tubuh setiap pagi. Kami diberi masker, 
tapi itu kami sendiri yang buat menggunakan bahan sisa pabrik. Itu tidak 
menghilangkan kecemasan."

"Kami wajib bekerja semua. Selagi belum meninggal, ya harus bekerja. Kalau 
tidak masuk, upah kami tidak dibayar, kecuali ada surat keterangan sakit dari 
dokter," ujar Linda.

Linda menuturkan, ia dan para koleganya sudah mendorong perusahaannya 
melonggarkan aktivitas produksi selama pandemi virus corona. Namun kesepakatan 
urung terjalin.

Seperti saat banjir Jakarta di awal tahun 2020, Linda khawatir libur yang 
didapatkannya justru harus ditebus dengan bekerja saat libur akhir pekan dan 
tanggal merah.

"Saya ingin ada ketegasan pemerintah, jika kami diliburkan, kami jangan 
dibiarkan bernegoisasi sendiri tentang upah. Harusnya soal upah jangan 
berdasarkan kesepakatan perusahaan dan buruh," ujarnya.

Ingin mudik

Namun tak semua pekerja informal merasa buntung karena wajib beraktivitas 
layaknya tak ada pandemi.

Khoirul, seorang pelayan restoran di kawasan Menteng, berkata majikannya 
cekatan menyiasati penyebaran virus corona yang bisa saja dibawa para 
pelanggannya.

"Tidak ada opsi untuk tidak masuk karena kami sudah diberi libur tiga hari 
dalam satu minggu. Sekarang restoran juga cuma buka layanan bawa pulang, tidak 
bisa makan di sini lagi," ujarnya.

Khoirul berkata, selain memberlakukan sistem 'satu hari kerja, tiga hari 
libur', jumlah pegawai dalam satu sif di restorannya pun dikurangi. Menjaga 
jarak antarorang, kata dia.

Di sela kecemasannya berada di Jakarta yang menjadi kota dengan kasus positif 
corona terbanyak, Khoirul berharap bisa pulang-pergi ke kampungnya di Karawang.

Khoirul tahu bahwa pemerintah menganjurkan isolasi diri dan meminimalkan 
sosialiasi dengan sanak saudara di kampung halaman. Namun ia mengaku sulit 
menjalankan upaya memutus penyebaran virus corona itu.

"Mumpung ada libur tiga hari, sebisa mungkin saya manfaatkan untuk pulang 
kampung. Sebenarnya tidak disarankan, tapi kalau hanya berkomunikasi lewat 
video call, orang tua saya tetap kepikiran keselamatan saya terus," kata 
Khoirul.

Seiring akhir darurat virus corona yang belum dapat diprediksi, mayoritas 
pelaku usaha dan pemberi kerja mendorong pemerintah memberlakukan keringanan 
pajak, penundaan tagihan listrik, hingga penurunan suku bunga kredit pinjaman.

Dalam konferensi pers virtual, Senin (23/03), misalnya, Ketua Umum Asosiasi 
Pertekstilan Indonesia, Jemmy Kartiwa, meminta pemerintah merelaksasi 
pembiayaan industri tekstil agar arus kas perusahaan tidak macet.

Strategi itu disebut Jemmy vital untuk mencegah pemutusan hubungan kerja massal 
terhadap para pekerja mereka. "Kami juga meminta stimulus modal kerja untuk 
tetap berproduksi sehingga tidak jadi PHK," ucapnya.

Belum ada kebijakan khusus pemerintah untuk menjawab permintaan para pengusaha 
tersebut.

Dalam teleconference dengan gubernur seluruh Indonesia, Selasa (24/03) siang, 
Jokowi mengumumkan sejumlah strateginya menghadapi gelojak ekonomi akibat virus 
corona.

Program kartu prakerja yang dijanjikannya pada masa kampanye pilpres 2019 
diklaim Jokowi bisa menanggulangi risiko tersebut.

"Akan segera dimulai kartu prakerja implementasi kartu prakerja antisipasi para 
pekerja yang kena PHK, pekerja harian yang kehilangan penghasilan dan pengusaha 
mikro yang kehilangan omzet," kata Jokowi.

"Anggaran disiapkan Rp10 triliun agar provinsi-provinsi dapat mendukung ini, 
Siapa yang harus diberi, mulai data dengan baik," ujarnya.








Kirim email ke