Klarifikasi atas kritik Kang Emil (Soal Bansos)
by Erizeli Jely Bandaro
Kang Emil, mengkritisi pemerintah Pusat dengan keras. Apa kritiknya? pertama, 
Data orang miskin dari BPS (Badan Pusat Statistik), Kemensos, Kementerian Desa, 
berbeda beda. Kedua.  pembagian sembilan jenis bantuan kepada masyarakat di 
tengah pandemi virus corona. Yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, 
Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos 
Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus. Akibat 
karena dua hal itu, Pemda jadi bulan bulanan warga.  Saya ingin mencoba 
meluruskan kritik Kan Emil itu. Agar tidak terkesan bahwa itu kritik, tetapi 
lebih kepada concern terhadap efektifitas bantuan sosial.
Data berbeda dari masing masing instansi karena tujuan juga berbeda. BPS 
menggunakan tiga indikator yaitu pertama, head count indeks yang menunjukkan 
persentase penduduk miskin terhadap populasi di Indonesia. Kedua, indikator 
kedalaman kemiskinan yang menunjukkan jarang rata-rata pengeluaran si miskin 
terhadap garis kemiskinan. Ketiga, yaitu indeks keparahan kemiskinan yang 
menunjukkan variasi pengeluaran di antara penduduk miskin sendiri, untuk 
memahami di dalam penduduk miskin itu sendiri, taraf kehidupannya juga 
berbeda-beda. Nah dari data inilah keluar kebijakan tentang Kartu Indonesia 
Pintar (KIP), Kartu Indonesia Se hat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) 
beserta sim card Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS).
Apakah cukup dengan kebijakan tiga kartu itu saja ? Tidak. Pemerinntah melalui 
Kemensos punya Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka yang miskin itu bukan 
hanya dapat uang  tapi juga akses kepada ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan 
berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan 
(fasdik), termasuk  penyandang disabilitas dan lanjut usia.  Apakah cukup ? 
Tidak. Melalui kementrian Desa , pemerintah juga punya program pengentasan 
kemiskinan. Data kementrian Desa, angka kemiskinan diukur dari kemampuan 
masyarakat desa mengakses barang dan jasa publik..  Data ini lebih terstruktur 
untuk mengukur kebutuhan rakyat pedesaan secara langsung.
Jadi data berbeda itu tidak perlu membuat rakyat membingung asalkan PEMDA  
tingkat I/II bisa menterjemahkannya dalam program bansos. Pemda focus saja 
dengan realokasi APBD yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan program bansos 
kepada mereka yang rentan miskin akibat COVID-19. Peran Pusat sebagai 
koordinator Bansos harus dioptimalkan dengan  PEMDA memberikan data yang 
faktual. Contoh tadinya data kemiskinan 3% tetapi karena adanya corona, orang 
rentan miskin jadi miski benaran. Mereka ini seperti korban PHK, supir takis, 
pedagang kaki lima. dll. Data itulah yang harus difaktualkan, bukan hanya 
retorika seperti Abas. Nah PEMDA salurkan dana realokasi APBD dan Pusat 
salurkan dana stimulus dari program yang sudah ada. Kan semakin banyak rakyat 
dapat bantuan, kan makin bagus, ya kan Kang
Teruslah semangat. Untuk rakyat miskin apapun bantuan itu hanya pahala 
balasannya dan janji sorga pasti dari Allah bagi pemimpin yang ikhlas. Jangan 
tiru ABas.

Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

Kirim email ke