BERGELORA.Com
*TEPAT....!* Siti Fadilah Supari: Predator Kekuasan Global
Bergentayangan Mencari Negara Yang Kesulitan, Kebingungan dan Bangkrut
https://bit.ly/3cthoHj
Politik
TEPAT....! Siti Fadilah Supari:
Predator Kekuasan Global Bergentayangan Mencari Negara Yang
Kesulitan, Kebingungan dan Bangkrut
* Cetak
<http://bergelora.com/nasional/politik-indonesia/13767-tepat-siti-fadilah-supari-predator-kekuasan-global-bergentayangan-mencari-negara-yang-kesulitan-kebingungan-dan-bangkrut.html?tmpl=component&print=1&page=>
* Email
<http://bergelora.com/component/mailto/?tmpl=component&template=sj_financial&link=8c781ea497ed6ce8c45deee44a4dcf98b54feda9>
Rabu, 13 Mei 2020
Dilihat: 228
Dr Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI, 2004-2009. (Ist)
JAKARTA- Akibat dari pandemic Corona yang mendunia adalah hilangnya,
hilangnya peradaban karena kelaparan, karena kehilangan pekerjaan,
karena kehilangan apapun yang tadinya dimiliki. Hal ini disampaikan oleh
Menteri Kesehatan RI, 2004-2009, Dr. Siti Fadilah Supari dalam suratnya
dari penjara Pondok Bambu Jakarta, kepada dokter Indi yang diterima
bergelora.com, Rabu (13/5) sore.
“Predator kekuasan global bergentayangan mencari negara yang kesulitan,
yang bangkrut, yang kebingungan. Disinilah kita bisa kehilangan negara
kita. Ini dampak pandemi yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup
kita berbangsa dan bernegara,” tegasnya dalam surat bertulis tangan itu.
Maka menurut Siti Fadilah, untuk menghadapinya tidak boleh naif dan
jangan nurut saja dengan WHO atau dengan siapapun elite global.
“Kalau merugikan bangsa dan negara kita, harus kita lawan,” tegasnya.
Dibawah ini surat mantan Menteri Kesehatan yang pernah membatalkan
Pandemi Global wabah Flu Burung pada tahun 2008 dan menutup labotorium
marinir Amerika Serikat, Namru-2 pada tahun 2009 :
*Cerita dari penjara*
*Dear Dokter Indi,*
Ass ww
Sudah lama saya tidak berkirim surat kepadamu, bukan karena saya lupa,
juga bukan karena saya tidak rindu padamu. Dan juga bukan karena saya
kehilangan kata kata untuk bercerita.
Saya masih seperti dulu, kerinduan adalah nafasku, kesendirian adalah
degup jantung ku. Kata-kata untuk bercerita adalah aliran darah ku.
Saya tidak pernah ingin apa-apa untuk diriku sendiri, bahkan untuk bebas
sekarang. Apa yang harus saya jalani,--saya jalani dengan kemantapan hati.
Indi,
Kalau saya rajawali,-- adalah rajawali yang mampu terbang sendiri.
Yang selalu ada di dalam hatiku adalah lilin yang nyalanya tertiup
angin, kadang redup, kadang menyala terang. Nyala lilin itulah harapanku
yang tidak pernah padam, yang selalu kumintakan kepada yang Maha Kuasa
agar harapanku sesuai dengan kehendak-Nya.
Indi,
Saya sudah 3,5 tahun di dalam penjara, semuanya sudah menjadi biasa
tidak ada dendam tidak ada penyesalan.
Semangatku masih seperti dulu,--cinta bangsa dan negara tidak pernah surut.
Oh iya, ada yang berubah,--yaitu saya telah bertambah tua, rambut
semakin memutih dan saya sudah berhijab. Dulu saya tidakberhijab karena
belum sadar dan sekarang sadar karena lebih dekat dengan Allah SWT,
Dialah yang tahu apa yang saya rasakan. Dialah pembimbingku ketika saya
bimbang. Indi, dia jaga nyala lilin yang ada dihatiku agar tidak redup
tertiup angin. Dia adalah harapan.
Indi,
Saya bangga saya di penjara karena suatu prinsip yang harus saya
tegakkan untuk kemaslahatan rakyat yang tertindas. Mereka tertindas
bukan oleh sesorang,-- misal pemimpin negeri ini,-- Bukan! Tapi mereka
tertindas oleh sistem yang berassl dari penjajah baru yang sedikt demi
sedikit terbentuk lah sistem baru sehingga membuat rakyat menderita
seperti sekarang ini. Siapapun presidennya kalau tidak berani merubah
sistem tsb tidak akan mungkin kita berdaulat!
Ya! Seperti sekarang ini kita dalam berbangsa dan bernegara,--.apakah
bener kita berdaulat dalam melindungi bangsa dan negara sesuai Preambule
UUD 45?
Indi,
Saat ini kita dicekam ketakutan,-- harus takut, harus tunduk, harus
tidak bersama, tidak boleh kumpul,--karena ada Corona yang melanda
dunia. Yang sangat aneh, cara berpikir ilmiahpun hilang. Semua berdasar
opini, asumsi dan katanya.
Aduh saya kesel saya ada di sini dikungkung tembok penjara yang dingin.
Saya tahu apa yang terjadi diluar sana. Penjahat-penjajat tu berulah
lagi. Kali ini China yang dikerjain dan juga Amerika.
Ketika bulan Agustus 2019 ada jutaan babi yang mati di negeri China saya
mengira akan terjadi suatu pandemik. Dan benar pada pertengahan Desember
2019 ada pasien yang diduga terjangkit virus dari kelelawar.
Hal ini berlnjut dengan korban yang berjatuhan. WHO datang pada tanggal
30 Januari untuk.menetapkan menjadi PHÈIC (Public Health International
Emergency) yang tujuannya tidak jelas.
Korban semakin banyak. Virus seperti apa? tidak ada yang menanyakan.
Sesuaikah morphologi virus dengan karakternya yang demikian dahsyatnya?
Kemudian WHO menetapkan pandemik dengan dasar yang tidak jelas.
Saya sedih di dalam kamar yang dikelilingi tembok penjara ini.
Saya menangis dunia kehilangan momentum untuk menghindar dari bencana.
Ketika dunia tersihir dengan kehebatan response public health yang
luarbiasa dari China dan belum pernah ada di dunia.
Sementara itu, WHO yang seharusnya sibuk memadamkan api pandemi, malah
ikut nonton response public health yang terhebat di dunia yang
ditunjukkan oleh Pemerintah Xi Jìnping itu, bahkan memuji-muji
kehebatan China . (Padahal tugas WHO bukan menilai atau memuji)
Saya tidak kaget walau kagum juga dengan kemampuan kedisiplinan China
Saya sedih, saya catat surat untuk Mr. Jìnping di catatan harian saya:
"Mr Jìnping yang terhormat. Ada axioma di dunia ini, bahwa dibalik
pandemi selalu ada konspirasi.
Konspirasi itu ada di depan anda sekarang.
Mr Jinping,
Sebuah konspirasi tidak bisa anda jawab dengan public health response
(public health hanya untuk menolong korban)
Anda harus menjawab konspirasi dengan politik, karena Konspirasi adalah
politik. Kenapa anda diam saja?
Please jawablah. Anda lebih kuat dan anda mampu cuma mungkin anda tidak
tahu siapa musuh anda? Ah saya tahu pasti anda tahu.
Mr Jìnping, gerbang bencana dunia ada disini, tutuplah agar bencana
ini tidak mendunia"
Surat itu saya tutup dengan hati yang berdegup,-- pasti bencana akan
mendunia
Setelah catatan itu saya tutup, saya hanya bisa menonton bagaimana virus
itu menyebar terus, menyebar ke seluruh dunia. Yang lebih menakutkan
adalah teror nya ďimana mana .Termasuk di negara kita tercinta.
Indi, tentang pandemi.
Saya inget apa konsekwensinya yang paling parah adalah hilangnya
peradaban karena kelaparan, karena kehilangan pekerjaan, karena
kehilangan apapun yang tadinya kita miliki.
Predator kekuasan global bergentayangan mencari negara yang kesulitan,
yang bangkrut, yang kebingungan. Disinilah kita bisa kehilangan negara
kita. Ini dampak pandemi yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup
kita berbangsa dan bernegara.
Maka untuk menghadapinya tidak boleh naif dan jangan nurut saja dengan
WHO atau dengan siapapun elite global. Kalau merugikan bangsa dan negara
kita, harus kita lawan.
Indi, ini tulisan ku seri 1 ya,. saya capek karena nulis tangan tanpa
meja ha ha. Saya sambung dengan tulisan berseri nanti
*Siti Fadilah Supari*
**
*Jakarta, 13 Mei 2020*
*Penjara Pondok Bambu*