*Sebelum bangkit harus terlebih mati! * On Tue, Jun 16, 2020 at 4:37 PM 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:
> > > > > -- > j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl> > > https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1857-bangkit-bersama > > Selasa 16 Juni 2020, 05:00 WIB > > Bangkit Bersama > > Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | Editorial > > Bangkit Bersama MI/Ebet Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group. > LAPORAN bulanan Badan Pusat Statistik memberikan informasi menggembirakan > bahwa surplus perdagangan pada Mei lalu mencapai US$2,09 miliar. Namun, > jika kita dalami lagi angkanya, ada yang memprihatinkan. Apa itu? Neraca > perdagangan yang turun sangat tajam. Angka ekspor turun 28,95% menjadi > US$10,53 miliar. Angka impor turun lebih dalam lagi 42,20% menjadi hanya > US$8,44 miliar. Khusus untuk impor, sepanjang itu untuk konsumsi tentu > bukan masalah. Akan tetapi, ketika penurunan itu untuk bahan baku dan > barang modal, ini sesuatu yang perlu menjadi perhatian. Mengapa? Karena > berarti banyak kegiatan usaha tidak beroperasi atau setengah kapasitas dan > ini dampaknya pada pemutusan hubungan kerja. Webinar Indonesia Moving > Forward bersama Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dan > mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan memberikan gambaran tentang > kondisi bisnis Indonesia sekarang ini. Salah satu yang perlu mendapat > perhatian ialah tenaga keamanan yang dirumahkan. Menurut Ketua Umum Kadin, > jumlahnya sudah mencapai 50% dari yang ada. Angka 6,4 juta pekerja formal > yang tidak bisa bekerja lagi merupakan angka tidak kecil. Kita belum > menghitung mereka yang bekerja di sektor informal, yang jumlahnya jauh > lebih besar. Kehilangan pekerjaan bukan hanya membuat orang tidak mempunyai > pendapatan, tetapi juga bisa membuat frustrasi dan bahkan depresi. Kita > sering mengatakan manusia itu adalah makhluk yang bekerja, homo faber. > Ketika tidak punya pekerjaan, mereka bisa putus asa. Orang itu tidak bisa > ‘berani mati’, tetapi harus ‘berani hidup’. Mereka akan melakukan apa saja > agar diri dan keluarganya bisa hidup. Dalam situasi sulit seperti sekarang > ini, kita harus berani bertindak. Tidak bisa lagi kita bekerja biasa-biasa > seperti di zaman normal. Covid-19 membawa kehidupan kita benar-benar tidak > normal. Kondisi yang dihadapi seluruh bangsa di dunia lebih buruk \daripada > pasca-Perang Dunia II. Kesulitan ini dihadapi semua lapisan masyarakat, > oleh seluruh kelompok usaha. Berbeda dengan krisis keuangan 1998 yang hanya > menerpa kelompok pengusaha besar, kali ini dari mikro, kecil, menengah, > hingga besar terkena akibatnya. Mereka dihadapkan pada situasi untuk bisa > bertahan, periode survival. Pengusaha seperti Jack Ma memang menyebutkan, > pada situasi seperti sekarang kita tidak perlu bermimpi bisa untung atau > tumbuh. Bisa bertahan saja sudah merupakan sebuah anugerah besar. Semua > harus bisa tetap berdiri agar tidak ada lagi orang kehilangan pekerjaan. > Sungguh aneh apabila dalam situasi sulit seperti ini kita masih berkelahi > dan saling menyalahkan. Sekarang bukan saatnya merasa paling benar dan > paling hebat. Sekarang ini kita mesti memikirkan jangan sampai ada lagi > orang harus kehilangan pekerjaan. Kelompok usaha mana pun, sepanjang mereka > bisa mempertahankan karyawan, adalah pahlawan. Pemerintah tidak lagi perlu > melihat siapa mereka. Sekarang ini sepanjang mereka merupakan pembayar > pajak yang baik, mampu menyerap tenaga kerja, dan tetap bisa bertahan, > harus dibantu untuk bertahan. Meminjam istilah pemimpin Tiongkok Deng > Xiaoping, sekarang ini tidak perlu melihat kucing itu hitam atau putih, > yang penting bisa menangkap tikus. Gita Wirjawan mengatakan paling tidak > dibutuhkan stimulus sampai Rp1.600 triliun untuk membuat Indonesia bisa > kembali produktif dan aman dari covid-19. Dari stimulus itu, Rp400 triliun > dialokasikan untuk menangani covid-19, Rp600 triliun untuk membantu UMKM, > dan Rp600 triliun untuk menggerakkan kembali industri manufaktur. Bagaimana > caranya? Gita menyebut istilah ‘cetak uang’.. Alasannya, negara-negara > besar seperti AS dan Eropa Barat menempuh cara itu. Apalagi based money > Indonesia baru sekitar 38%, jauh lebih rendah daripada negara lain sehingga > dampak infl asinya tidak akan terlalu besar. Mantan Deputi Gubernur Senior > Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, menyebut langkah itu bukan sesuatu yang > mustahil dilakukan. Namun, ‘cetak uang’ itu jangan diartikan BI mencetak > uang dalam arti yang sesungguhnya. BI bisa melakukan itu dengan membeli > surat berharga negara di pasar perdana dan itu sekarang diperbolehkan > menurut Undang-Undang No 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan > Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi covid-19. Semua itu > muaranya ialah bagaimana menghindarkan masyarakat agar tidak terpapar > covid-19, tetapi secara bersamaan juga tidak terkapar virus PHK. Langkah > penyelamatan diperlukan agar masyarakat tidak dihadapkan pada situasi > frustrasi karena harus kehilangan pekerjaan dan tidak mampu menghidupi > keluarganya. Ini memang tidak bisa dilakukan dengan cara biasa, tetapi > membutuhkan langkah luar biasa. Pemerintah harus berani melakukan terobosan > besar dan kalau perlu, tidak usah ragu membebaskan barang impor sepanjang > itu bahan baku untuk industri, bukan barang jadi apalagi barang konsumsi. > Kita harus menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan akibat covid-19 dan > kita harus bisa bangkit bersama menatap masa depan lebih baik. > > Sumber: > https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1857-bangkit-bersama > > >