-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1859-uskup-lingkungan


Kamis 18 Juni 2020, 05:00 WIB 

Uskup Lingkungan 

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Uskup Lingkungan MI/EBET . KEADILAN antargenerasi belum diperhatikan. 
Pembangunan berkelanjutan sebatas konsep. Faktanya, bumi, air, dan kekayaan 
alam yang terkandung di dalamnya dikelola untuk kepentingan sesaat, jauh dari 
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Filipina lebih maju soal keadilan 
antargenerasi. Kasus Minors Oposa pemicunya. Sebanyak 41 anak di bawah umur, 
mewakili generasi mereka dan generasi mendatang, menggugat pengelolaan hutan. 
Dengan didampingi orangtua, melalui kuasa hukum Antonio Oposa, mereka menggugat 
kebijakan eksploitasi hutan Filipina. Anak-anak itu memenangi gugatan. 
Argumentasinya ialah eksploitasi hutan secara besar-besaran merupakan 
pelanggaran hak konstitusional penggugat dan generasi mendatang atas lingkungan 
yang baik dan sehat. Keadilan antargenerasi juga dicantumkan dalam ensiklik 
Laudato Si Paus Fransiskus. Bumi disebut sebagai rumah bersama dengan sapaan 
saudari. ‘Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita 
timpakan kepadanya karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak 
bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya’, tulis 
Paus. Mengutip Konferensi Uskup Portugal, Laudato Si menyebutkan bahwa 
lingkungan hidup ialah pinjaman yang harus diterima setiap generasi dan harus 
diteruskan kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, bumi, air, dan kekayaan 
alam yang terkandung di dalamnya juga menjadi hak generasi mendatang. Dalam 
perspektif keadilan antargenerasi itulah saya membaca sikap Uskup Ruteng Mgr 
Siprianus Hormat yang menolak tambang. Kata dia, gereja di Manggarai, Nusa 
Tenggara Timur, hanya mendukung kegiatan investasi yang menjunjung tinggi 
keadilan, menghargai martabat manusia, dan tidak merusak lingkungan hidup. 
Penolakan Uskup Sipri tetap dibungkus dalam moto tahbisannya, yaitu omnia in 
caritate, lakukan semua dalam kasih. ”Kita boleh berbeda dalam cara pandang, 
tapi dalam kasih perbedaan itu akan berlabuh pada kepentingan yang lebih besar, 
yakni bonum commune,” ucapanya, dikutip dalam buku Omnia in Caritate. Ia 
mendatangi Kampung Lingko Lolok dan Luwuk di Manggarai Timur pada Kamis (11/6). 
Kedua kampung itu akan dijadikan lokasi tambang batu gamping dan pabrik semen. 
Uskup Sipri datang ke sana, selain membantu terkait dengan pandemi covid- 19, 
ia juga menanam pohon dan mengajak masyarakat setempat untuk merawat 
lingkungan. Uskup Sipri sama sekali tidak berbicara soal tambang. Namun, pesan 
yang disampaikan sangat dalam bahwa tanah ialah sumber kehidupan yang perlu 
selalu dirawat dan dijaga. Apa yang sudah diwariskan nenek moyang, kata dia, 
harus dijaga agar kehidupan manusia lestari sampai selamanya. Sawah dan ladang 
yang diwariskan nenek moyang sehingga harus dilestarikan. Bukan tambang dan 
pabrik. Mereka ialah petani yang harus dilindungi, hak mereka atas tanah harus 
dijamin agar tidak tinggal ilusi. Tugas pemerintah untuk memakmurkan petani 
dengan membuka akses ke pendidikan, kesehatan, dan pasar. Sikap Uskup Sipri 
terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi proyek panas bumi di Desa Wae Sano, 
Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat, sangat tegas. Ia menyurati Presiden 
Joko Widodo dan memberikan rekomendasi agar menghentikan proyek panas bumi itu. 
Uskup Sipri menggembala umat di tiga kabupaten, yaitu Manggarai, Manggarai 
Barat, dan Manggarai Timur. Umat Katolik di tiga wilayah itu berjumlah 811.298 
jiwa. Surat Uskup Sipri kepada Presiden tertanggal 9 Juni. Alasan rekomendasi 
penghentian proyek karena lokasi pengeboran persis di dalam ruang hidup warga 
setempat. ‘Misalnya, titik pengeboran di Kampung Nunang hanya berjarak 20 meter 
hingga 30 meter dari pusat kampung (rumah adat) dan 100 meter dari rumah ibadat 
(Gereja Katolik Nunang). Demikian juga di Kampung Lempe dan Dasak, sumur 
pengeboran dan pembuangan limbah berada dalam lingkungan permukiman dan ruang 
hidup warga setempat’, tulis Uskup Sipri. Alasan kedua, karena rencana titik 
eksplorasi hanya berjarak 200 meter dari Danau Sano Nggoang yang memiliki luas 
512 hektare dengan letak ketinggian 757 meter. ‘Eksplorasi dan eksploitasi gas 
bumi beserta pembuangan limbah sangat berpotensi destruktif bagi danau yang 
selama ini menjadi penyangga keragaman hayati dan ekologi di wilayah ini dan 
sudah menjadi salah satu destinasi wisata alam yang sangat menjanjikan dalam 
desain destinasi wisata premium di Labuan Bajo’, tulisnya. Sipri ditahbiskan 
sebagai uskup pada 19 Maret. Selama 91 hari kepemimpinannya, sangat kental 
keberpihakannya atas petani dan lingkungan. Ia melakukan semua itu dalam kasih 
berbasiskan kearifan lokal dan integritas ciptaan demi keadilan antargenerasi. 
Kiranya tak berlebihan kalau saya menyebut Mgr Siprianus Hormat sebagai Uskup 
Lingkungan.  

Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1859-uskup-lingkungan




Kirim email ke