https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200627170720-192-518185/kelompok-anti-vaksin-makin-giat-di-medsos-saat-pandemi?utm_source=notifikasi&utm_campaign=browser&utm_medium=desktop


Kelompok Anti-vaksin Makin Giat di Medsos Saat Pandemi
CNN Indonesia | Sabtu, 27/06/2020 20:35 WIB
Bagikan :
Jakarta, CNN Indonesia --

Kelompok yang menentang penggunaan vaksin
<https://www.cnnindonesia.com/tag/vaksin>, anti-vaxxers, semakin gencar
menyebarkan gagasan mereka melalui media sosial di tengah kondisi pandemi virus
corona <https://www.cnnindonesia.com/tag/virus-corona> (Covid-19
<https://www.cnnindonesia.com/tag/covid-19>).

Mereka menyatakan sebuah chip akan disisipkan ke dalam vaksin dan membuat
penerimanya sakit. Teori itu muncul ketika vaksin Covid-19 belum tersedia
dan para ilmuwan sedang melipatgandakan upaya untuk menemukannya.

Anti-vaxxers adalah sekelompok kecil orang yang tidak percaya pada
vaksinasi. Kelompok itu telah mengambil keuntungan dari pandemi untuk
melipatgandakan gerakannya di media sosial.

Salah satu bentuk gerakan mereka terlihat dalam video "Plandemic", yang
menyebut krisis Covid-19 adalah buatan pemerintah. Video itu telah ditonton
jutaan kali di YouTube dan platform streaming lainnya.
Lihat juga: WHO: Program Vaksin Covid-19 Butuh Dana Rp425 Triliun
<https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200627040012-134-518071/who-program-vaksin-covid-19-butuh-dana-rp425-triliun/>

Melansir *AFP*, Anti-vaxxers menyebut zat dengan nama yang terdengar
menakutkan, yakni fenoksietanol, kalium klorida ditemukan dalam vaksin.
Mereka menyebut zat itu adalah racun.

Hal itu telah dibagikan ribuan kali di Facebook sejak akhir April 2020.

Peneliti psikologi sosial di Universitas Rennes, Sylvain Delouvee, menyebut
retorika anti-vax bukanlah hal baru. Saat ini, mereka telah mendapatkan
sorotan yang sangat besar selama pandemi.

Dia menyebut media sosial telah menciptakan ruang promosi yang sangat
efisien untuk anti-vaxxers. Terlepas dari klaim sejumlah platform yang akan
membatasi konten anti-virus viral, berita palsu tetap saja berkembang.

Di Amerika Serikat, Delouvee menyebut gerakan anti-vax, anti-masker, dan
anti-karantina telah berkumpul bersama-sama dengan alasan menjaga kebebasan
individu. Namun, anti-vaksin mengambil lebih banyak porsi di ranah daring.
Lihat juga: Daftar Vaksin Covid-19 yang Memasuki Tahap Uji Coba Manusia
<https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200626151529-255-517886/daftar-vaksin-covid-19-yang-memasuki-tahap-uji-coba-manusia/>

Peneliti dari Universitas George Washington, David Broniatowski pandemi
telah mengubah lanskap informasi yang belum jelas. Salah satu artikel yang
ditemukan mengklaim bahwa vaksin mengandung bahan kimia beracun yang sama
dengan zat yang digunakan untuk injeksi mematikan.

"Kami masih menyelidiki pertanyaan apakah penentang vaksin lebih aktif
karena pandemi, atau apakah mereka hanya lebih terlihat karena meningkatnya
perhatian yang diberikan pada pandemi," katanya.

Melasnir *South China Morning Post
<https://www.scmp.com/news/world/article/3090819/anti-vax-conspiracy-theorists-seize-coronavirus-moment-spread-fake-news>*,
peneliti Universitas Maryland, Amelia Jamison, menyebut perhatian yang
diberikan kepada Covid-19 telah memungkinkan anti-vaxxers untuk melipat
gandakan narasi yang ada menjadi berita.

"Ada grup kecil tapi sangat vokal seperti ini di internet. Ini baru saja
memberi energi kembali pada mereka," kata Jamison.

<https://www.cnnindonesia.com/embed/video/515340>


Wellcome Global Monitor menyatakan sekitar 80 persen responden sangat
setuju bahwa vaksin itu aman. Tujuh persen orang mengatakan bahwa mereka
ragu atau sangat tidak setuju. Sementara 11 persen tidak memiliki pendapat.

Organisasi Kesehatan Dunia mengklasifikasikan keraguan terhadap vaksin
sebagai salah satu dari 10 ancaman terhadap kesehatan global pada 2019.

*(jps/ayp)*

Kirim email ke