-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2067-menyoal-tim-pemburu-koruptor Selasa 21 Juli 2020, 05:00 WIB Menyoal Tim Pemburu Koruptor Administrator | Editorial Menyoal Tim Pemburu Koruptor MI/Seno Ilustrasi. SEPAK terjang Joko Tjandra membuat pemerintah kebakaran jenggot. Mereka geram bukan kepalang karena dipermainkan oleh buron kelas kakap itu, lalu hendak membalasnya dengan membentuk tim pemburu koruptor. Kewibawaan negara seakan tiada arti di mata Joko Tjandra. Semua perangkat kekuasaan seolah tiada daya ketika menghadapi terpidana dua tahun dalam kasus korupsi cessie Bank Bali itu. Publik dibuat geram karena ada aparat yang semestinya memburu, tetapi malah membantu Joko Tjandra. Lakon memalukan, sangat memalukan, dipertontonkan secara telanjang betapa penegak hukum malah melindungi pelanggar hukum sehingga tak bisa ditindak secara hukum. Jelas, kasus Joko Tjandra adalah tamparan luar biasa buat negara. Tiada cara lain untuk membalas tamparan yang sangat menyakitkan itu, kecuali secepatnya menangkap Joko. Itulah yang ingin dilakukan oleh pemerintah. Untuk membekuk Joko Tjandra, Menko Polhukam Mahfud MD pun berinisiatif menghidupkan kembali tim pemburu koruptor. Bukan cuma Joko Tjandra yang menjadi sasaran tentu saja, melainkan juga koruptor-koruptor lain. Jumlah mereka tidak sedikit dan kebanyakan berada di luar negeri. Upaya menghidupkan kembali tim pemburu koruptor tidak main-main. Mahfud bahkan sudah membahasnya dengan Kemendagri, Kemenkum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, serta Kantor Staf Presiden pada 8 Juli lalu. Inisiatif menghidupkan kembali tim pemburu koruptor boleh jadi merupakan manifestasi dari semangat negara agar tak lagi dipecundangi oleh buron koruptor. Persoalannya, apakah untuk meringkus Joko Tjandra dan koruptor-koruptor lain harus dengan tim pemburu koruptor? Memang tidak gampang membawa pulang buron kasus korupsi yang hingga kini hidup enak di luar negeri menikmati hasil korupsinya. Akan tetapi, sekali lagi, apakah kita mesti menghidupkan kembali tim pemburu koruptor untuk bisa menangkapnya? Menghidupkan kembali tim pemburu koruptor bukanlah jawaban yang tepat atas segudang pertanyaan kenapa para buron koruptor masih bebas melenggang. Ia justru bertolak belakang dengan semangat Presiden Jokowi untuk merampingkan lembaga atau instansi yang dirasa tak perlu. Tim pemburu koruptor tidak kita perlukan karena negara sudah menyediakan lembaga yang tugasnya memburu koruptor, yaitu Polri, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kalau ketiga institusi itu dinilai tidak maksimal, maksimalkan mereka. Kalau kinerja ketiga lembaga penegak hukum itu buruk, perbaiki mereka, jangan kemudian membentuk lembaga lain yang belum tentu menjadi jaminan mutu. Joko Tjandra bebas keluar-masuk Indonesia karena rapuhnya koordinasi antarlembaga yang semestinya mengawasi. Joko Tjandra leluasa berma nuver karena ada tangan-tangan jahat di institusi penegak hukum. Penyakit-penyakit itulah yang mendesak disembuhkan agar penegak hukum sehat dan gagah per kasa untuk menyeret para buron ke penjara. Mem persolid kembali koordinasi antarinstansi dan menyapu bersih aparat kotor ialah solusi yang tepat agar Joko Tjandra dan sejenisnya segera bisa ditangkap. Pengalaman menunjukkan, tim pemburu koruptor yang dibentuk pada 2004 di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tak lebih dari sekadar macan kertas. Sangat sedikit predator uang negara yang bisa mereka bawa pulang dari luar negeri dan dijebloskan ke balik jeruji besi. Karena itu, bijak nian jika pemerintahan saat ini tak melakukan hal yang sama. Rakyat tidak membutuhkan tim pemburu koruptor. Rakyat hanya butuh kemauan dan keseriusan dari seluruh punggawa lembaga penegak hukum yang sudah ada dalam memburu koruptor. Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2067-menyoal-tim-pemburu-koruptor