-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://news.detik.com/kolom/d-5122571/menakar-perseteruan-india-china?tag_from=wp_cb_kolom_list




Kolom

Menakar Perseteruan India-China

Abhiram Singh Yadav - detikNews

Kamis, 06 Agu 2020 15:00 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Konflik China-India di Lembah Galwan: China menuduh tentara India melakukan 
provokasi yang disengaja sehingga memicu konflik fisik yang sengit
Foto: BBC World
Jakarta -

Dalam beberapa pekan terakhir, dunia dikejutkan dengan meningkatnya ketegangan 
antara dua adidaya kawasan Asia, yaitu China dan India. Kedua negara tersebut 
mengalami perseteruan di garis perbatasan dengan multiple-front dimulai dari 
Danau Pangong Lake hingga perbatasan tertinggi di dunia, Himalaya.

Walaupun konflik perbatasan kedua negara tersebut adalah hal yang klasik, 
tetapi munculnya konflik ini terjadi saat Perdana Menteri India Narendra Modi 
dan Presiden China Xi Jinping sedang "sering mesra" dalam diplomasi kedua 
negara, menjadi warna tersendiri jika dikaitkan dengan kondisi geopolitik saat 
ini. Sebab di Kawasan Laut China Selatan, China juga tengah bersitegang dengan 
Amerika Serikat, dan juga sejumlah negara ASEAN.

India, yang memiliki hubungan istimewa dengan Amerika Serikat saat ini, 
memiliki kemampuan menjadi negara yang strategis yang dianggap mampu merangkul 
hampir semua negara-negara di Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia 
Barat hingga timur benua Afrika dalam membangun konstruksi intersubjektif 
Indo-Pasifik yang inklusif --konsep yang sesungguhnya juga diwacanakan untuk 
mengakomodasi China melalui kriteria-kriteria Cooperative Security.

Tetapi kenyataannya justru China tergambar sebagai antagonis dalam narasi yang 
berkembang. Pada akhirnya, hal ini tak terlepas oleh identitas China yang 
terbangun melalui proses perjalanan sejarah yang panjang.

Identitas dan Kepentingan

Dalam perjalanan waktu yang berkembang, India dan China memiliki dua identitas 
yang berbeda; India dengan fondasi demokrasi yang kuat, China dengan yang kerap 
diistilahkan sebagai Chinese Nationalism yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai 
komunisme. Yang menarik, kedua negara ini adalah tetangga yang kerap berseteru, 
dan juga bekerja sama secara intens khususnya dalam konteks ekonomi dan 
perdagangan.

Dilatarbelakangi oleh identitas berbeda, India dan China tentu menunjukkan 
kepentingan nasional berbeda juga, walau tujuannya tentu sama yaitu peningkatan 
ekonomi. Kepentingan geopolitik China mencerminkan bahwa kepentingan nasional 
yang dicapainya melalui gestur kekuatan yang maksimal (maximum power). Hal ini 
tercermin melalui program Belt and Road Initiative (BRI) yang sepenuhnya 
dibiayai oleh China dan penerapannya kerap dianggap sesuai dengan terms and 
conditions yang diajukan olehnya.

Pola kerja sama internasional China menunjukkan hal yang sederhana, yaitu 
pragmatis. Keunggulan faktor ekonomi China, yang tentunya telah menjadi proses 
investasi panjang di masa lalu, menjadi kekuatan geoekonomi China pada abad 
ke-21 ini.

Bertolak belakang dengan China, identitas India berkembang dari waktu ke waktu 
hingga kini membentuknya sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Tentu 
kepentingan nasional India mencerminkan sebagai negara yang mengutamakan asas 
kerja sama inklusif dalam mencapai tujuan geostrategisnya. Hal ini tercermin 
dalam kebijakan luar negeri India, yaitu Act East Policy.

Dalam mewujudkan kepentingannya, India memperluas kerangka kerja sama di 
wilayah Asia-Pasifik dengan menggagas (bersama-sama dengan Jepang, Amerika 
Serikat, dan Australia) ide Indo-Pasifik di mana ASEAN menjadi titik sentral.

Dalam kerangka itu, geostrategis ASEAN menjadi prioritas kebijakan luar negeri 
India. Dalam mencapai tujuannya, India mengkonstruksi persamaan persepsi dengan 
negara-negara ASEAN, tentu dengan mengedepankan kerangka kerja mekanisme dan 
sentralitas ASEAN sehingga terlahirlah persamaan pemahaman dalam mewujudkan 
suatu kerja sama regional yang lebih luas dalam tantangan masa kini, yaitu 
Indo-Pasifik.

Sejak dimunculkannya, istilah geopolitik Indo-Pasifik kemudian menjadi tren 
baru dalam konstruksi sosial kerja sama internasional. Ditambah lagi, setelah 
ASEAN mematenkan konsep kerja sama tersebut ke dalam dokumen resmi ASEAN 
Outlook on the Indo-Pacific.

Sama halnya dengan China, keunggulan India dalam diplomasi internasional 
merupakan investasi geopolitik, geostrategis dan geoekonomi di masa lalu, yang 
tak terlepas dari gestur ekonomi dan kemampuan militernya yang kuat serta 
bersifat damai.

Menguji Ombak

Dalam diskursus perdebatan politik, perseteruan China dengan India kerap 
dinarasikan sebagai sebuah pertunjukan untuk mengalihkan politik nasionalisme 
domestik di kedua negara tersebut. Perdebatan ini tidak serta-merta 
dimentahkan, tetapi dunia perlu menyadari kenyataan persaingan dan potensi 
konflik yang lebih besar dalam memastikan tatanan geopolitik ke depan.

Menilai perseteruan yang terjadi antara China-India di sejumlah front 
perbatasan kedua negeri sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari kerangka dinamika 
geopolitik dan geostrategi yang terjadi antara kedua negara di medan Kawasan 
Indo-Pasifik yang mengular dari Samudera Pasifik hingga ke ujung Samudera 
Hindia di tanduk Afrika.

Pada konteks itu, India dan China sama-sama menunjukkan kepentingannya di 
wilayah perairan Samudera Hindia dan Pasifik. China masuk ke kawasan ini 
melalui tajuk BRI dengan konsep Chinese Nationalism. Sedangkan India, melalui 
tajuk Indo-Pasifik (juga dikenal dengan istilah Free and Open Indo-Pacific) 
dengan konsep multilateral yang inklusif.

Sangatlah penting untuk memahami titik awal ini dalam konteks hubungan 
internasional di abad ke-21 ketika terjadi pergeseran kekuatan dunia dari Barat 
ke Timur, juga dalam memahami pergeseran potensi konflik utama dunia ke wilayah 
Asia.

Persoalannya, sikap India yang berusaha mengimbangi China menjadi tantangan 
tersendiri bagi China. India yang selama ini selalu memiliki hubungan dagang 
yang baik dengan China, bahkan China merupakan mitra dagang India terbesar 
kedua setelah Amerika Serikat, menolak untuk bergabung dalam program 
infrastruktur BRI.

Di sisi lain, India tampaknya berhasil meyakinkan negara-negara ASEAN terhadap 
konsep inklusif Indo-Pasifik; walau belum menjadi institusi resmi, tapi mulai 
menemukan jati dirinya dengan persamaan ide dan gagasan. Hal ini bisa saja 
menjadi ancaman tersendiri bagi kepentingan nasional China.

Dengan kemajuan China sebagai negara super-power, sudah sewajarnya China 
menganggapnya sebagai "era China" dalam politik global, dan kesempatan ini 
belum tentu datang untuk kedua kali. Maka persepsi seolah-olah China menguji 
ombak di lautan Indo-Pasifik menjadi menarik untuk diamati. Sebab pada dasarnya 
kedua negara ini saling membutuhkan satu sama lain, khususnya dalam konteks 
perdagangan dan bertetangga secara damai.

Persoalan lainnya, narasi agar proses saling membutuhkan ini bisa berjalan 
dengan baik diantara mereka adalah berbeda, yang satu "The China way or no 
way", yang satunya "The Global way, or no way". Di level internasional, kedua 
narasi tersebut kemudian bertemu dengan narasi adidaya global Amerika 
--"American first, (or no way)".

Untuk saat ini, dari kacamata politik hubungan internasional, perseteruan China 
dan India bisa dianggap sebagai sebuah pertunjukan yang akan menentukan nasib 
kerangka kerja sama Indo-Pasifik ke depan. Tapi dunia masih menanti seberapa 
jauh Amerika Serikat akan bersikap terhadap salah satu dari dua kekuatan 
adidaya kawasan Asia tersebut.

Oleh sebab itu, menarik untuk ditunggu, apakah memanasnya konflik perbatasan 
India-China hanya sebagai latihan militer China, sebagai pemanasan sebelum 
ketegangan sesungguhnya yang diprediksi terjadi di Laut China Selatan? Lalu, 
bagaimana sikap negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia, yang merupakan inti 
dari geopolitik kawasan Indo-Pasifik di tengah benturan sejumlah adidaya dunia 
tersebut?

Abhiram Singh Yadav pengamat politik hubungan internasional, Mantan Vice 
Chairman Committee for ASEAN Youth Cooperation (CAYC)

(mmu/mmu)
konflik india-china
indo-pasifik
asean






Kirim email ke