*Kalau presiden bertindak seperti raja lalim, maka apakah kepala daerah
juga harus lalim terhadap rakyatnya? hehehehehehe*

*https://www.beritasatu.com/willy-masaharu/politik/671417/kepala-daerah-harus-tegak-lurus-dengan-presiden
<https://www.beritasatu.com/willy-masaharu/politik/671417/kepala-daerah-harus-tegak-lurus-dengan-presiden>*


Kepala Daerah Harus Tegak Lurus dengan Presiden

Senin, 31 Agustus 2020 | 17:17 WIB
Oleh : Carlos KY Paath / W <https://www.beritasatu.com/willy-masaharu>

Presiden Joko Widodo. (Foto: Beritasatu News Channel)

*Jakarta, Beritasatu.com* - Pemimpin daerah terpilih hasil pilkada
sepatutnya tegak lurus atau ikut melaksanakan kebijakan presiden. Walau
kepala daerah itu berbeda partai dengan presiden. Demikian disampaikan
mantan Dirjen Otda Kemdagri, Sumarsono.

“Pemimpin daerah hasil pilkada harus tegak lurus dengan presiden, apa pun
partainya. Walau partai oposisi harus tegak lurus,” kata Sumarsono dalam
Webinar bertajuk “Menakar Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi”, Senin
(31/8/2020).

Sumarsono menuturkan, otda itu intinya* political* dan *financial
sharing.* Kewenangan
sepenuhnya berada di tangan presiden, lalu dibagi ke gubernur, bupati, dan
wali kota. Karena itu, lanjutnya, kepala daerah dapat diberhentikan oleh
presiden.

Menurut Sumarsono, kepala daerah sepatutnya melaksanakan semua urusan
pemerintahan.

“Bayangkan kalau kepala daerahnya enggak berkualitas, makan akan jadi
problem,” ucap mantan penjabat gubernur Sulawesi Utara ini.

Sumarsono menuturkan, terdapat dua unsur penting dalam otda yakni kebijakan
desentralisasi dan demokratisasi. Dia menegaskan, otda jangan sekadar
dipahami sebagai bagi-bagi uang semata, tetapi harus ada pendidikan
politik. Tugas pilkada konteksnya membangun demokrasi lokal. Karenanya,
kepala daerah dipilih secara demokratis. Kebetulan, metodenya langsung.

“Pilkada itu sangat strategis. Bagaimana kalau itu diundur karena Covid-19?
Ini berbahaya. Sekali diundur, maka agenda nasional akan banyak berubah,”
ungkap Sumarsono.

Sumarsono menjelaskan, penundaan pilkada akan menimbulkan semakin banyak
jabatan kosong kepala daerah. “Penundaan bisa mengganggu periode masa
jabatan kepala daerah. Pilkada ini harus jalan terus, enggak ada alasan
untuk menunda, apalagi menghentikan,” ucap mantan pelaksana tugas gubernur
DKI Jakarta dan penjabat gubernur Sulawesi Selatan ini.

Kirim email ke