Sunday, October 11, 2020
https://erizeli.aboutbusiness.info/2020/10/uu-citpa-kerja-pemerintah-yang-egaliter.html
UU Citpa Kerja, Pemerintah yang egaliter.
<https://1.bp.blogspot.com/-7pZolCBeOcQ/X4N_-8z52RI/AAAAAAAAR_8/Hp9qMn4jLPoup1G1sEskjfOEDp4X-0x8ACNcBGAsYHQ/s499/517ZrPVB9nL._SX330_BO1%252C204%252C203%252C200_.jpg>
Dahulu kala harta adalah sebidang tanah dan kumpulan ternak. Dari harta
itu orang hidup dan menghidupi dirinya untuk berkembang dari generasi
kegenerasi. Namun belakangan karena manusia semakin bertambah dan
kebutuhan semakin meningkat maka kompetisi terbentuk. Harta tidak lagi
diartikan ujud phisiknya. Tapi harta telah berubah menjadi selembar
document sebagai bukti legitimasi dari penguasa. Selembar dokumen itu
berkembang menjadi derivative asset bila di lampirkan dengan seperangkat
izin ini dan itu. Kemudian di gabungkan dengan yang namanya project
feasibility maka jadilah sebuah akses meraih uang. Bukan dijual tanpi
digadaikan. Uang itu berputar untuk kegiatan ekonomi dan menghasilkan
laba untuk kemudian digunakan membeli harta lagi.Ini disebut dengan
nilai reproduksi capital atau project derivative value.
Bila laba semakin banyak , tentu harta semakin meningkat. Kumpulan
dokumen harta ini dan itu , menjadi saham ( stock ) dalam lembaran
dokumen bernama “perseroan”. Akses terbuka lebar untuk meningkatkan
nilai harta itu. Penguasa semakin memberikan akses kepada harta itu
untuk berkembang tak ternilai melalui pasar modal , bila harta itu
memperoleh akses legitimasi dari agent pemerintah seperti underwriting,
notaris, akuntan , lembaga pemeringkat efek. Dari legitimasi ini maka
harta menjadi lembaran kertas yang bertebaran dilantai bursa dan menjadi
alat spekulasi. Hartapun semakin tidak jelas nilainya. Kadang naik ,
kadang jatuh. Tapi tanah dan bangunan tetap tidak pindah dari tempatnya.
Akses harta untuk terus berkembang tidak hanya di lantai bursa. Tapi
juga di pasar obligasi, Dokument Saham dijual sebagian dan sebagian lagi
digadaikan dalam bentuk REPO maupun obligasi. Akses permodalan
conventional lewat bank terus digali agar harta terus berlipat lewat
penguasaan kegiatan ekonomi dari hulu sampai kehilir. Dari pengertian
ini, maka capital seperti yang disampaikan oleh Hernado de soto dalam
bukunya “The Mystery of Capital” mendapatkan pembenaran. Kapital dapat
mereproduksi dirinya sendiri. Bahwa harta bukanlah ujudnya tapi apa yang
tertulis. Dan lebih dalam lagi adalah harta merupakan gabungan phisiknya
dan manfaat nilai tambahnya. Nilai tambah itu hanya mungkin dapat
dicapai apabila dalam bentuk dokumen.
Ketidak adilan dibidang ekonomi selama ini , lebih disebabkan oleh akses
“ legitimasi atau perizinan “itu. Hingga soal legitimasi ini membuat
kegiatan ekonomi terbelah menjadi dua. Yaitu sector formal dan informal.
Pemerintah dan politisi dengan entengnya menggunakan istilah formal dan
non formal. Anehnya, ini untuk membedakan rakyat miskin dan rakyat kaya.
Atau orang pintar dengan orang bodoh. Perbedaan kelas ! padahal negara
ini sudah merdeka. Idealnya semua orang harus sama dihadapan negara dan
berhak mendapatkan status “formal “. Kenapa kepada orang tertentu saja
disebut “formal” sementara kepada yang lain disebut “informal” ?
Inilah akar masalah kenapa terjadi perbedaan antara negara kaya dan
miskin. Di China, capital dapat mereproduki dirinya karena kemudahan
akses birokrasi. Negara kita , birokrasi menciptakan kelas secara
otomatis. Karena budaya korup , maka orang miskin yang tak bisa menyuap
akan kehilang akses legitimasi.Sementara yang bisa menyuap akan
mendapatkan akses tak terbatas di bidang perekonomian. Itulah sebabnya
dalam bukunya The Other Path, de Soto menyimpulkan bahwa kaum miskin
dalam keadaan ’terkunci’ sehingga tetap berada di luar hukum. Segala
jenis aset ekonomi mereka dalam berbagai bentuknya tidak dapat diubah
menjadi kapital yang diperlukan untuk kegiatan ekonomi. Sangat
menyedihkan sebagai bentuk penjajahan cara baru yang systematis. Dan
anehnya ketika UU Cipta kerja disahkan. Justru rakyat miskin yang
protes..Bahkan menyimpulkan UU Cipta kerja itu paham kapitalis. Padahal
justru socialis sesuai dengan semangat Pancasila.
***
Teman jemput saya di rumah. Dia ajak saya Sauna di sebuah hotel.
“ Bro, kenapa sih Jokowi keluarkan UU Cipta kerja? Katanya ketika dalam
perjalanan.
“ Itu bukan hanya Jokowi. Tetapi udah agenda nasional dari partai
koalisi yang mendukung Jokowi jadi presiden”
“ Ok lah apa dasarnya sampai ada agenda seperti itu?
“ Orang mau invest dalam bisnis real hanya dua faktor yang jadi
pertimbangan. Pertama, regulasi dan Kedua, infrastruktur. “
“ Ya benar juga. Logis. OK terus”
“ Nah periode pertama Jokowi sudah bangun infrastruktur ekonomi secara
luas. Kalau engga salah, hampir Rp. 2000 triliun uang APBN di
gelontorkan. Kalau ditotal dengan proyek B2B, bisa mencapai Rp. 5000
triliun. Dalam kacamata awam, proyek itu terlalu berani. Misal jalan
Toll, secara bisnis itu tidak layak kalau hanya memperhatikan traffic
kendaraan yang ada. Jalan toll di Sumatera, Sulawesi, kalimantan,
sebagian jawa, engga ada yang untung. Tetapi Jokowi tetap bangun walau
sebagian besar uang berasal dari utang. Dia melihat masa depan. “
“ Masa depan ?
“ Ya, ketika dia lakukan investasi jor joran itu bukan tanpa
perhitungan. Dia sudah rencanakan dengan baik. Bahwa setelah
infrastruktur dibangun, dia akan longgarkan izin investasi.”
“ Kan sudah ada paket kebijakan ekonomi. Ada 16 paket loh. Engga
sedikit. Kenapa engga efektif?
“ Jokowi itu orang jawa. Perasaannya halus sekali. Dia engga mungkin
membuat aturan yang pragmatis tenpa melalui proses alon alon asal
kelakon. Periode pertama dia tetap focus kepada infrastruktur aja.
“ Mengapa ?
“ Karena masalah reformasi regulasi ini sangat politis. Salah langkah,
bisa menimbulkan dampak politik luas. Maklum walau kita sudah reformasi
namun kita tidak bisa lepas dari rezim masa lalu yang membuat birokrasi
sebagai alat politik melahirkan oligarki bisnis. Semua elite politik,
ormas, mereka sudah mapan dengan status quo dengan sistem yang ada, yang
korup.”
“ Oligarki gimana sih?
“ Coba dech bayangin aja. 25 grup usaha besar menguasai 5,1 juta hektar
lahan kelapa sawit di Indonesia. Luas tersebut hampir setara dengan luas
setengah Pulau Jawa. Dari luasan tersebut, baru 3,1 juta hektar yang
sudah ditanami, sisanya belum digarap. Mereka juga menguasai lahan
tambang yang luasnya sama dengan luas lahan kebun sawit. Makanya,
penerimaan pajak pribadi, 98 persen berasal dari 500.000 Wajip pajak.
Ini artinya Indonesia saat ini hanya bergantung kepada satu juta WP
perusahaan dan 500.000 WP orang pribadi. Ini sangat menyedihkan, padahal
jumlah penduduk 200 juta lebih.”
“ Gila ya. Baru tahu saya.”
“ Nah itulah yang harus dihentikan. UU Cipta kerja sebenarnya memberikan
peluang bagi siapa saja. “
“ Tapi kan mereka yang sudah kaya pasti lebih unggul dalam bersaing”
“ Benar. Tetapi UU Cipta Kerja membuat aturan lewat insentif yang
memaksa perusahaan secara bisnis berbagi peluang kepada Usaha kecil.
Contoh kalau mereka invest dan mereka membina UKM sebagai mitra supply
chain, mereka dapat insentif pajak.”
“ Kalau mereka engga mau?
“ Selagi izin usaha mudah diakses oleh siapa saja, mereka yang engga mau
berubah, mereka akan digusur oleh kompetisi.”
“ OK lah. Apa ada jaminan setelah UU Cipta kerja ini investasi akan
tumbuh pesat ?
“ Saya analogikan sederhana saja. Sekian dekade sumatera itu dikuasai
oleh 25 grup besar. Mengapa tidak bertambah? karena akses izin adalah
akses politik yang menciptakan eklusifitas bisnis dalam skema oligarki.
Nah dengan tidak adanya ekslusifitas, peluang bagi siapa saja. Menambah
2 kali lipat group yang ada itu tidak sulit. Apalagi infrastruktur sudah
tersedia.”
“ Bisa kasih contoh konkrit”
“ Saat sekarang ada 15 Kawasan Ekonomi Khusus. Itu sudah well prepared.
Dengan UU Cipta Kerja, KEK akan diserbu oleh investor. Kalau masing
masing KEK itu bisa menyerap 1 juta angkatan kerja maka total angkatan
kerja adalah 15 juta. Itu belum termasuk pengaruh berganda terhadap UKM
dan sektor informal. Luas sekali dampaknya bagi kemakmuran.”
“ Paham saya. Persiapkan infrastruktur ekonomi dan kemudian create UU
Cipta kerja. Maka infrastruktur yang dibangun akan menghasilkan laba
karena adanya geliat investasi yang butuh infrastruktur. Sebenarnya,
sederhana saja ya cara berpikirnya. Terus kenapa orang ribut?
“ Orang awam engga paham yang sebenarnya diributkan. Sementara bagi
elite yang selama ini punya ATM dari pengusaha rente, UU Itu adalah
ancaman bagi mereka. Karena politik bukan lagi tambang uang tetapi
adalah pengabdian.”