Amerika Serikat Mencari Proxy di Asia Tenggara
Kamis , 15 Oktober 2020 | 07:42
https://www.sinarharapan.co/opinidaneditorial/read/25040/amerika_serikat_mencari_proxy_di_asia_tenggara
Amerika Serikat Mencari Proxy di Asia Tenggara
Sumber Foto : Istimewa
Presiden AS Donald Trump
POPULER
Kecil Kemungkinan Jokowi Ikuti Langkah SBY
<https://www.sinarharapan.co/opinidaneditorial/read/25026/kecil_kemungkinan_jokowi_ikuti_langkah_sby>Amerika
Serikat Mencari Proxy di Asia Tenggara
<https://www.sinarharapan.co/opinidaneditorial/read/25040/amerika_serikat_mencari_proxy_di_asia_tenggara>
Listen to this
*MEREKA*yang berkepentingan dengan laut China Selatan tengah
memprovokasi, mengambil posisi bertahan atau melakukan kedua-duanya.
China, Taiwan, Vietnam, Pilipina, Malaysia dan Brunei seperti sedang
bermain damdas.
Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Australia yang berkepentingan
dengan kebebasan berlayar turut serta mempengaruhi keenam pemain.
Bahkan AS bukan hanya mempengaruhi, tetapi melakukan aksi asertif dan
mempengaruhi non China.
Indonesia tidak mempunyai klaim atas kepulauan Spratley dan Paracel
seperti keenam negara. Tetapi sedikitnya tiga kali terlibat insiden
dengan kapal nelayan dan penjaga pantai China di laut Natuna Utara.
China menganggap laut tersebut sebagai perairan tradisional untuk
menangkap ikan, sedangkan Indonesia menegaskan memiliki kedaulatan atas
Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) sejauh 200 mil.
*Kawasan Strategis*
Laut China Selatan (LCS) luasnya sekitar 3,5 juta km persegi. Merupakan
bagian dari Pasifik Barat yang membentang dari China Selatan dan
Semenanjung IndoChina di utara. Kepulauan Bangka Belitung, pulau
Sumatera bagian selatan dan pulau Sumatera di selatan. Taiwan di timur
dan Pilipina di barat laut.
LCS yang menghubungkan Pasifik Barat dan Samudera India merupakan jalur
pelayaran perdagangan dan transportasi Migas yang ramai. LCS juga
menyimpan cadangan energi serta biota laut yang berlimpah.
Atas dasar itu mudah dipahami, dominasi suatu negara atas kepulauan
Spratlys (Nansha), Paracel (Xisha), Pratas (Dongsha), Macclesfield Bank
(Zhongsha) menimbulkan reaksi.
Kepulauan Paracel terdiri dari pulau Woody, Lincoln, Duncan, Money,
Pattle dan Triton. Sedangkan kepulauan Spratly mencakup gugusan karang
Fiery Cross, Subi, Mischief, Johnson South, Gaven, Hughes dan Cuarteron.
Juga Second Thomas Shoal dan Scarborough Shoal, gugusan terumbu karang
berbentuk lingkaran yang terbentang sepanjang 230 km dari Filipina dan
1.000 km dari Pulau Hainan China.
China mendasarkan klaimnya pada “sembilan garis putus-putus ” (nine-dash
line) yang membentang hampir 2.000 kilometer dari daratan China hingga
beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Klaim juga mencapai ladang migas yang dikelola Malaysia dan Brunei
Darussalam.
Keenam negara mengklaim berdasarkan sejarah, tetapi tidak seagresif
China yang menempatkan personil militer dan fasilitasnya di pulau-pulau
yang memang tidak berpenghuni, namun kerap disinggahi nelayan.
Yang dikhawatirkan dari klaim kedaulatan adalah kelak juga mencakup zona
ekonomi eksklusif yang mencapai 200 mil dari ujung pulau terluar .
*Mengapa Beijing Agresif ?*
Hal itu (1) sejalan dengan kemajuan ekonomi yang menuntut kestabilan
pasok energi dan perdagangan.
(2) Mewujudkan impian kebesaran di masa lalu. Kedua aspek ini membuat
laut China Selatan disamakan nilai strategisnya dengan menguasai Taiwan
dan terus menggenggam Tibet.
China saat ini mengimpor sedikitnya 7,5 juta barel minyak perhari dari
Teluk Persia dan Afrika. Kesemuanya harus melalui laut China Selatan
untuk mencapai wilayahnya di Asia Timur.
Guna mengurangi ketergantungan kepada laut China Selatan, perusahaan
China membangun antara lain Kawasan Ekonomi Khusus Kyaukpyu, di negara
bagian Rakhine, Myanmar.
Kawasan ini berlokasi di pinggir teluk Benggala dan memiliki pelabuhan
laut dalam. Melalui pipa sepanjang ribuan kilometer, migas dialirkan
dari pulau Maday, Kyaukpyu ke provinsi Yunnan.
*AS Menghadapi Pesaing Baru*
Pada masa perang Dingin, Asia Tenggara dijuluki sebagai medan
pertarungan tanggung karena blok Barat dan blok Timur tidak secara masif
berhadapan. Berbeda dengan Semenanjung Korea dan Jerman.
Kini, Amerika Serikat tidak mungkin mengabaikan peningkatan kekuatan
ekonomi dan perluasan pengaruh China di Asia umumnya dan di laut China
Selatan pada khususnya.
AS mencabut embargo senjata kepada Vietnam pada 1996 dan tiga tahun
kemudian berjanji membersihkan limbah dari senjata biologis, agent
orange, yang digunakan selama perang Vietnam. Penggunaan senjata
biologis tersebut menyebabkan kerusakan tanah, kanker, cacat lahir dan
penyakit lain. Sedikitnya 150 ribu anak Vietnam lahir dengan kondisi cacat.
Hubungan Amerika Serikat-Pilipina memburuk setelah Presiden Duterte pada
Februari lalu menyatakan negaranya memutuskan menghentikan kerjasama
militer. Keputusan ini mengurangi tekanan AS terhadap China. Bisa
dipahami bila Amerika Serikat kemudian berpaling ke Indonesia.
Peningkatan kekuatan militer China di LCS mengundang aksi serupa dari
Armada Ketujuh Amerika Serikat yang wilayahnya membentang dari kepulauan
Hawaii sampai dengan India (Indo-Pasifik).
Armada Ketujuh mempunyai 490 kapal, antara lain memiliki 66 kapal selam,
91 kapalperusak dan beberapa kapal induk pengangkut pesawat terbang.
China tak sampai separuhnya.
Keseriusan Amerika Serikat terhadap China juga ditunjukkan dengan
penutupan kantor konsulat jenderal di Houston. Protes terhadap defisit
perdagangan. Kecaman berkenaan dengan pencurian atas hak cipta
intelektual dan aksi spionase di berbagai bidang.
China membalas. Menutup kantor Konjen di Chengdu. Menaikkan tarif atas
produk-produk AS. Menghadapi aksi militer AS. Menggelar diplomasi
ekonomi dan perdagangan melalui program One Belt One Road (OBOR).
Ke depan Amerika Serikat, sepertinya akan menerapkan kebijaksanaan yang
membawa Uni Soviet terpecah-pecah. Tetapi cara ini tidak mudah sebab Uni
Soviet mempersatukan Eropa Timur dengan kekerasan, sementara mayoritas
rakyat China menyadari bangsa Barat di masa lalu telah memperdayai
melalui perang Candu. Perang yang menyebabkan Hong Kong dan Makau harus
diserahkan ke Inggris.
*Indonesia Sudah Lama Dekat Dengan China*
Kedekatan Indonesia dengan China bukan hal baru. Presiden Soeharto
membuka kembali hubungan diplomatik dengan China pada 1989, setelah
sebelumnya membekukan hubungan diplomatik sejak 1965.
Abdurrahman Wahid merupakan presiden pertama yang mengunjungi China
memenuhi undangn Presiden Jiang Zemin pada 1-3 Desember 1999. Dalihnya,
pemerintah China paling konsisten mendukung diplomasi politik Indonesia
di level internasional. Sementara Barat berseberangan dengan tridak
mendukung Indonesia dalam masalah Timor Timur.
Gus Dur berterima kasih atas bantuan China ketika Insonesia mengatasi
krisis 1998. Kedua presiden sepakat memantapkan hubungan persahabatan
atas dari lima prinsip berdampingan secara damai dan sepuluh prinsip KAA
di Bandung tahun 1955.
Kedua pemimpin menyepakati kerjasama bilateral termasuk dengan
melibatkan lembaga non pemerintah dan di berbagai lembaga internasional,
seperti APEC, PBB.
Gus Dur membuka jalan bagi presiden-presiden RI selanjutnya, termasuk
Joko Widodo. Investasi China di Indonesia hingga semester pertama tahun
ini mencapai US$ 2,4 miliar, naik US$0,2 miliar dibanding tahun
sebelumnya. Ekspor Indonesia pada kurun waktu yang sama mencapai
US$13,77 dari US$12,32 miliar.
China juga memberi pinjaman hingga akhir tahun lalu US$1,7miliar. Jepang
US$12,08 miliar. Amerika Serikat US$851 juta.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memperoleh surplus dalam
perdagangan dengan AS pada Juli 2020 sebesar US$ 3,26 miliar, karena
ekspor berjumlah US$ 13,7 miliar, sedangkan impor US$ 10,47 miliar.
AS mencemaskan hubungan Indonesia yang makin akrab dengan China.
Ditambah hubungan AS dengan Vietnam yang terganggu setelah Hanboi
dituduh memanipulasi matauang dalam perdagangan dengan AS.
Dalam kaitan ini menarik untuk mengetahui motif undangan Menhan AS Mark
Thomas Esper kepada Menhan Prabowo Subianto untuk bertemu di Pentagon,
Washington DC pada 15-19 Oktober 2020.
Topik pembicaraan diduga sekitar perkembangan di laut China Selatan.
Lalu apakah, Esper akan menanyakan posisi Indonesia. You are either with
us, or with China?
Ada kemungkinan Esper juga menawarkan perlengkapan militer sebab dia
juga berlatar belakang pelobi kontraktor pertahanan.
Sangat menarik bahwa dewasa ini 125 anggota Brigif 18 Para Raider Divisi
II Kostrad, tengah mengikuti latihan bersama dengan serdadu tuan rumah
di Pusat Latihan Kesiapsiagaan Bersama di Fort Polk, Louisiana. Mereka
akan berlatih hingga 3 November mendatang.
Pusat latihan ini biasanya menjadi ajang penggojlokan sebelum tentara AS
di dikirim ke seberang lautan, seperti Haiti atau Bosnia.
*Mencemaskan!*
Asean sudah mempunyai mekanisme mengatasi saling klaim di laut China
Selatan melalui Asean Regional Forum (ARF) yang beranggotakan
negara-negara yang berselisih.
Efektifitas forum ini terganggu karena China tidak menghendaki
negara-negara di luar Asean turut serta.
Sangat beralasan untuk menilai perkembang di laut China Selatan akan
memanas, sebab secara tradisi Presiden AS selalu menonjolkan aspek
militer dalam politik luar negeri.
Presiden Truman pada 1945 menyatakan, kita harus terus menjadi negara
militer bila ingin mempertahankan kepemimpinan diantara bangsa-bangsa lain.
Presiden-presiden berikutnya setali tiga uang. Ronald Reagan (1980)
menegaskan AS harus kuat supaya tidak ada bangsa lain yang berani
melanggar perdamaian. Presiden Bush (senior) maupun yunior sama saja.
Presiden Trump cenderung menggunakan kekuatan ekonomi dan militer dalam
menekan China. Masalahnya, siapa yang akan menjadi negara ketiga
berperang dengan China?*(Sjarifuddin)*