-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1986-sirekap-kpu-ditolak-bawaslu




Kamis 12 November 2020, 05:00 WIB 


Sirekap KPU Ditolak Bawaslu 

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group | Editorial

  Sirekap KPU Ditolak Bawaslu MI/Ebet Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media 
Group. SIREKAP yang dibangga-banggakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditolak 
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sirekap ialah perangkat aplikasi berbasis 
teknologi informasi sebagai instrumen dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil 
penghitungan perolehan suara pilkada. “Bawaslu hari ini (Senin, 9/11) sudah 
menyusun draf surat ke KPU. Bawaslu mengusulkan untuk tidak menggunakan 
Sirekap,” kata anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo. Pernyataan Bawaslu itu 
bagai petir siang bolong. Selama ini KPU membangga-banggakan keberadaan 
Sirekap. Dibanggakan karena penggunaan Sirekap menjadi tonggak sejarah dalam 
penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Jika Sirekap jadi dilaksanakan pada 9 
Desember, itu untuk pertama kalinya tahapan rekapitulasi di tempat pemungutan 
suara (TPS) dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Selama ini 
KPU menggunakan teknologi informasi penghitungan suara hanya sebagai 
komplementer penghitungan manual. Sejauh ini KPU serius mempersiapkan Sirekap. 
KPU telah membahasnya bersama Bawaslu dalam rapat koordinasi antara KPU dan 
Bawaslu di Kantor KPU pada 28 Oktober 2020. Sebelumnya pada 23 hingga 24 
Oktober 2020, KPU juga sudah melakukan simulasi Sirekap secara daring dengan 
KPU di daerah yang menyelenggarakan pilkada. Bahkan, dalam beberapa minggu 
terakhir ini, KPU melakukan bimbingan teknis untuk seluruh KPU provinsi dan 
kabupaten/kota se-Indonesia. Selain itu KPU menggelar serial diskusi terfokus 
untuk menyiapkan landasan hukum Sirekap. Landasan hukum untuk menggantikan 
Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2018 terkait rekapitulasi dan penghitungan suara 
pilkada. Bukan tanpa alasan Bawaslu menolak Sirekap. Kata Ratna Dewi Pettalolo, 
sampai saat ini Bawaslu masih meragukan kesiapan KPU untuk menerapkan Sirekap. 
Sumber daya manusia KPU di jajaran penyelenggara ad hoc (sementara), baik 
kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) maupun panitia pemilihan kecamatan 
(PPK), dinilai belum siap menggunakan Sirekap. Alasan penolakan lainnya, 
menurut Bawaslu, terkait dengan ketersediaan jaringan internet dan ketersediaan 
perangkat yang akan digunakan penyelenggara ad hoc untuk mendokumentasikan 
C-Hasil-KWK yang akan di-scan dan dikirimkan ke Sirekap. C-Hasil-KWK merupakan 
penggabungan form sebelumnya bernama C-KWK, C1-KWK, dan C 1Plano-KWK. Ia 
merupakan sertifikat hasil dan rincian pemungutan dan penghitungan perolehan 
suara di TPS. C-Hasil-KWK inilah yang kemudian dipotret petugas KPPS 
menggunakan telepon pintar, kemudian diunggah ke aplikasi Sirekap. Aplikasi 
Sirekap terlebih dahulu dipasang di telepon pintar milik KPPS. Setelah proses 
di TPS selesai, tahap proses rekapitulasi hasil penghitungan suara mulai masuk 
di tingkat kecamatan tanpa melewati desa/kelurahan seperti selama ini. Proses 
di tingkat kecamatan sebagaimana lazimnya, yang membedakan ialah bahan PPK 
melakukan rekapitulasi ialah C-Hasil-KWK dalam bentuk digital melalui aplikasi 
Sirekap, bukan lagi kertas. Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 
(DKPP) Alfitra Salamm sudah mengingatkan bahwa Sirekap berpotensi menimbulkan 
ketegangan antara KPU dan Bawaslu saat penghitungan suara. Ia meyakini jika 
Bawaslu akan tetap berpegang pada form C1 dalam pembuatan berita acara 
penghitungan suara. Baik kiranya penyelenggara pilkada mempertimbangkan saran 
Koalisi Masyarakat Sipil agar KPU tidak memaksakan penggunaan Sirekap dalam 
Pilkada 2020. Hasil rekapitulasi manual secara berjenjang tetap menjadi penentu 
hasil pilkada. Jika penggunaan Sirekap dengan alasan pandemi covid-19, mengapa 
KPU tidak sekalian menggunakan e-voting ketimbang mencoblos? Anggota KPU 
Pramono Ubaid Tanthowi berkilah bahwa Korea Selatan yang secara teknologi sudah 
mumpuni tetap menerapkan pemungutan suara secara manual. Melihat data, dari 178 
negara yang memiliki lembaga penyelenggara pemilu seperti Indonesia, hanya 46 
negara yang menerapkan e-voting. Bagaimana kalau Bawaslu tetap ngotot menolak 
Sirekap? Kembalikan saja kepada perintah UU Pilkada. Pasal 111 menyebutkan 
mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara pemilihan secara manual dan/atau 
menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan 
KPU yang ditetapkan setelah dikonsultasikan dengan pemerintah. Boleh-boleh saja 
KPU punya otoritas menentukan Sirekap. Tapi jangan lupa, tanpa mendapatkan 
dukungan publik, partai politik, dan calon kepala daerah, sia-sia semuanya. 
Sebab, Sirekap yang tidak dipercayai publik justru menggerus kualitas pilkada, 
apalagi kalau dianggap Sirekap itu sebagai modus baru kecurangan.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1986-sirekap-kpu-ditolak-bawaslu






Kirim email ke