-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://www.antaranews.com/berita/1840952/walhi-kritisi-kebijakan-food-estate-di-kawasan-hutan-lindung



Walhi kritisi kebijakan "food estate" di kawasan hutan lindung

Minggu, 15 November 2020 21:28 WIB

Tangkapan layar - Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati dalam diskusi virtual 
tentang daya saing daerah yang diselenggarakan Katadata dipantau dari Jakarta, 
Kamis (8/10/2020) (ANTARA/Prisca Triferna)
naiknya laju penebangan hutan alam, selain akan memperkuat dominasi korporasi
Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritisi 
kebijakan baru yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 
terkait akses yang diberikan untuk pembangunan food estate di kawasan hutan 
lindung.

Konsekuensi logis dari penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan 
Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang 
Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate, menurut Direktur 
Eksekutif Walhi Nur Hidayati di Jakarta, Minggu, adalah naiknya laju penebangan 
hutan alam, selain akan memperkuat dominasi korporasi terhadap kawasan hutan 
Indonesia.

Baca juga: Tingkatkan SDM, Kementan adakan bimtek petani "food estate" Kalteng

Permen itu menambah varian perizinan baru di kawasan hutan. Selain itu, 
pengecualian kewajiban pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan atau 
Dana Reboisasi (DR) menjadi catatan penting bahwa negara semakin memperlihatkan 
keberpihakannya pada investasi, ujar dia.

Saat ini, 33,45 juta hektare (ha) atau 26,57 persen kawasan hutan telah 
dikapling untuk kepentingan bisnis korporasi. Dalam waktu 20 tahun belakangan, 
tercatat lebih dari 26 juta ha kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan 
bisnis.

Baca juga: Luhut undang Singapura masuk proyek mangrove hingga "food estate"

Dari sisi substansi, menurut Walhi, ada enam persoalan mendasar dari Permen LHK 
Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020. Pertama, pasal 1 peraturan itu memahami 
bahwa food estate adalah usaha pangan skala luas, sehingga pasti memiliki 
dampak deforestasi yang signifikan.

Kedua, argumentasi yang dimasukkan dalam bagian “menimbang” yang mengaitkannya 
dengan pandemi COVID-19 tidak tepat.

Sentralisasi pengelolaan pangan tentu akan menyisakan problem distribusi yang 
akan memperbesar biaya dalam rantai pasok, harusnya persoalan pangan 
dikembalikan pada petani, tidak disentralisasi, dan harus berbasis 
diversifikasi pangan. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan dengan pendekatan 
skala luas.

Baca juga: Cemari udara dan kesehatan, Walhi: BBM oktan rendah berdampak buruk

Ketiga, pada pasal 4 dan 9, “pernyataan komitmen” izin lingkungan dijadikan 
dasar mengeluarkan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) tidak tepat, 
menjadi tidak logis jika “pernyataan komitmen” dijadikan dasar, sementara alih 
fungsi Kawasan hutan langsung dilakukan.

Keempat, pada pasal 4, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat tidak 
berdasar serta rentan menghasilkan kajian yang tidak akurat. Istilah itu 
beberapa kali muncul bukan hanya pada proyek food estate tetapi juga pada 
proyek Ibu Kota Negara (IKN).

Baca juga: Walhi Sumsel minta pemda antisipasi bencana hidrometeorologi

Lalu kelima, skema perubahan peruntukan kawasan hutan dilakukan di kawasan 
hutan dengan fungsi produksi yang dapat dikonversi. Sedangkan, hak pengelolaan 
kawasan hutan untuk ketahanan pangan (KHKP) dilakukan di kawasan hutan fungsi 
produksi dan lindung.

Khusus untuk KHKP dikedokkan dengan program perhutanan sosial dan tanah objek 
reforma agraria (Pasal 20 huruf c). Pada pasal 31, KHKP diberi durasi 
penguasaan ruang paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang.

Keenam, hutan-hutan alam yang ditebang pun diberi kemungkinan insentif tidak 
membayar kewajiban pembayaran PSDH dan/atau DR seperti tertera pada Pasal 17 
ayat (3) dan Pasal 30 ayat (3) Permen LHK yang ditetapkan pada 26 Oktober 2020 
dan disahkan 2 November 2020.

Baca juga: Berusia 40 tahun, Emil Salim harap WALHI tetap pegang independensi

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2020






Kirim email ke