Mungkinkah Prabowo ‘Jadi’ Biden?A43 - Sunday, November 15, 2020 11:00
https://www.pinterpolitik.com/mungkinkah-prabowo-jadi-biden
 
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto (kiri) ketika berkunjung dan 
melakukan diplomasi pertahanan di Rusia. (Foto: Kementerian Pertahanan Rusia)
8 min read

Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020 dikabarkan dimenangkan 
oleh calon presiden dari Partai Demokrat AS, yakni Joe Biden. Kira-kira, 
pelajaran apa yang dapat diperoleh oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo 
Subianto bila ingin maju dalam Pilpres 2024?

--------------------------------------------------------------------------------

PinterPolitik.com

  “Yeah, my homies still” – Lil Wayne, penyanyi rap asal Amerika Serikat (AS)

Kesuksesan orang lain terkadang dapat menjadi pelajaran bagi perkembangan diri. 
Tidak dapat dipungkiri, langkah-langkah sukses itu kerap menjadi panduan untuk 
kita yang ingin mencapai kesuksesan yang sama.

Inspirasi kisah kesuksesan ini mungkin bisa diamati di seri anime yang berjudul 
Boruto: Naruto Next Generations (2017-sekarang). Dalam seri yang juga merupakan 
franchise dari Naruto ini, Boruto Uzumaki – putra dari Naruto Uzumaki yang 
menjadi seorang Hokage – ini juga memiliki perjuangannya sendiri untuk menjadi 
ninja yang hebat.

Meski ayahnya merupakan seorang Hokage, Boruto justru tidak terlalu ingin 
mengikuti jejak ayahnya. Putra dari Naruto dan Hinata Hyuga itu malah 
terinspirasi sahabat ayahnya, yakni Sasuke Uchiha.

Baginya, Sasuke merupakan salah satu ninja terkuat dari Desa Konoha. Selain 
itu, tidak seperti Naruto yang terjebak dengan segudang jadwal sebagai Hokage, 
Sasuke lebih dilihat Boruto sebagai orang yang bebas dan bisa menentukan 
sendiri apa yang akan dilakukannya.


Bukan tidak mungkin, Boruto suatu hari akan mengikuti jejak Sasuke yang 
berjuang dengan mengembara. Lagipula, sahabat Naruto satu ini juga memutuskan 
untuk menjadi guru bagi Boruto.

Mungkin, kisah inspiratif Sasuke bagi Boruto ini juga perlu diikuti oleh 
sejumlah politikus Indonesia di dunia nyata – khususnya bagi mereka yang 
disebut-sebut akan maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Bukan tidak 
mungkin, ini dapat jadi pelajaran bagi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo 
Subianto yang dianggap memiliki elektibalitas tertinggi untuk tahun 2024 nanti.

Inspirasi ala Sasuke ini bisa saja didapatkan dari mana saja. Salah satu yang 
mungkin bisa menjadi inspirasi adalah kemenangan Joe Biden di Pilpres Amerika 
Serikat (AS) 2020.

Bagaimana tidak? Kemenangan Biden disebut-sebut bak mimpi yang menjadi 
kenyataan bagi sebagian masyarakat AS – dan dunia. Sampai-sampai, kemenangan 
itu dianalogikan seperti kembalinya Jedi di film Star Wars: Return of the Jedi 
(1983).

Terlepas dari itu, kira-kira, pelajaran apa yang dapat diilhami dari kemenangan 
Biden dan Kamala Harris di AS? Lantas, mengapa Prabowo perlu mengikuti jejak 
Biden?



Perimbangan Nasionalis-Liberalis?
Bukan tidak mungkin, kemenangan Biden dapat memberikan pelajaran soal taktik 
dan strategi politik dalam memenangkan sebuah Pemilu. Pasalnya, mantan Wakil 
Presiden AS tersebut dikenal dapat menjembatani dua kelompok yang saling 
berseberangan di negara Paman Sam tersebut.

Seperti yang banyak orang ketahui, gelombang nasionalisme terus meningkat di 
dasawarsa 2010-an. Hal ini memunculkan gelombang dan gerakan politik baru yang 
disebut-sebut dapat mengancam tatanan politik yang telah berdiri sebelumnya, 
yakni liberalisme.

Asumsi seperti ini juga dijelaskan oleh John Joseph Mearsheimer – profesor 
politik dan Hubungan Internasional (HI) dari University of Chicago – dalam 
pidatonya ketika mendapatkan penghargaan James Madison Awards pada September 
2020 lalu.

Dalam sebuah pidato yang berjudul Liberalism and Nationalism in Contemporary 
America, Mearsheimer menjelaskan bahwa nasionalisme merupakan salah satu 
ideologi dan kelompok yang paling kuat sepanjang sejarah.

Nasionalisme sendiri merupakan sebuah ideologi atau pemikiran yang mampu 
mengikat sekelompok manusia menjadi satu identitas tersendiri. Mearsheimer pun 
mengutip sebuah konsep yang dicetuskan oleh Benedict Anderson, yakni imagined 
community (komunitas terbayang) – menciptakan atribut-atribut bayangan yang 
membedakan sebuah kelompok bangsa dengan bangsa-bangsa lainnya.

Dalam pidato itu, Mearsheimer juga membeberkan sejumlah alasan mengapa 
nasionalisme tetap bertahan di tengah tatanan liberal. Beberapa di antaranya 
adalah karena ideologi ini sejalan dengan sifat alamiah manusia (human nature) 
yang membutuhkan kelompok. Selain itu, nasionalisme dinilai juga memenuhi 
kebutuhan emosional dari manusia.

Mearsheimer pun menjelaskan mengapa nasionalisme kini dapat bangkit kembali 
meskipun tatanan liberal telah terbangun dengan baik setelah Perang Dingin 
berakhir. Salah satu alasannya adalah liberalisme itu sendiri.


Liberalisme membuat tatanan ekonomi menjadi tidak terbatas – meninggalkan 
perasaan kesatuan yang dibangun dalam komunitas terbayang. Liberalisme gagal 
menjadi pengikat bagi perasaan kesatuan (sense of unity) yang dibawa 
nasionalisme.

Globalisasi ekonomi, misalnya, menciptakan elite-elite baru yang bergerak 
secara global. Alhasil, backlash dari nasionalisme pun muncul. Ketidakpuasan 
dari kelompok bangsa sendiri memuncak dan memberikan gelombang politik baru.

Fenomena ini – mengacu pada Mearsheimer – memunculkan sosok-sosok politikus 
nasionalis dan konservatif di negara-negara Barat, seperti Donald Trump di AS 
dan Boris Johnson di Britania Raya (atau Inggris).

Dengan mengutip pemikiran Mearsheimer soal nasionalisme ini, Stephen M. Walt 
dalam tulisannya yang berjudul Biden Needs to Play the Nationalism Card Right 
Now menjelaskan bahwa Biden pun perlu memerhatikan isu-isu yang dibawa oleh 
kelompok nasionalis-konservatif karena nasionalisme – seperti yang dijelaskan 
oleh Mearsheimer – tetap merupakan kekuatan politik yang kuat.

Dari sini, kehadiran sosok Biden yang didukung Partai Demokrat AS bisa jadi 
wajar. Pasalnya, meski merupakan anggota dari partai yang notabene progresif, 
Biden disebut memiliki kedekatan dengan kelompok-kelompok konservatif di AS – 
bahkan juga di Eropa.

Ini juga terlihat dari bagaimana sejumlah politisi Partai Republik AS memilih 
untuk mendukung Biden dibandingkan Trump dalam Pilpres AS 2020. Kelompok yang 
dikenal sebagai Lincoln Project, misalnya, merupakan orang-orang Partai 
Republik yang berusaha menjegal Trump di Pilpres ini.

Bila Biden bisa menjadi jembatan bagi kelompok progresif dan kelompok 
konservatif-nasionalis, mungkinkah tokoh serupa muncul di Indonesia? Apakah 
mungkin Prabowo sebagai salah satu capres potensial mampu menjadi Biden ala 
Indonesia?



Prabowo, Biden ala Indonesia?
Dengan kuatnya gerakan nasionalisme, bukan tidak mungkin capres tahun 2024 
nanti perlu meniru posisi Biden yang dapat menjadi jembatan bagi dua kelompok 
yang berseberangan. Prabowo bisa jadi perlu melakukan manuver serupa untuk 
menjaga jembatan antara dua kubu politik di Indonesia.

Pasalnya, apa yang dijelaskan oleh Mearsheimer bukan tidak mungkin juga terjadi 
di Indonesia. Berkembangnya narasi akan adanya peran elite asing ini mulai 
terlihat dari polemik Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) – atau yang biasa 
disebut sebagai omnibus law.

Polemik UU ini juga sempat memunculkan gelombang protes dari kelompok mahasiswa 
dan buruh. Belum lagi, kontroversi ini telah memicu aksi protes dari 
kelompok-kelompok yang memiliki kecenderungan spektrum politik kanan ekstrem..

Pada Oktober lalu, misalnya, Persaudaraan Alumni (PA) 212 melakukan sebuah aksi 
protes guna menolak omnibus law yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 
awal bulan. Sebastian Strangio dalam tulisannya di The Diplomat menjelaskan 
bahwa polemik UU ini bisa menjadi momentum politik bagi kelompok-kelompok 
konservatif ini.


Apalagi, kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) beberapa waktu lalu disebut-sebut 
juga akan memberikan dorongan pada poros oposisi untuk menyoroti berbagai UU 
yang kontroversial. Ini terlihat dari bagaimana manuver politik yang dilakukan 
HRS bersama PKS yang mulai membentuk tim untuk mengkaji UU Ciptaker yang telah 
diteken oleh Presiden Jokowi.

Bila benar begitu, apa yang dibilang Mearsheimer bisa jadi benar. Nasionalisme 
konservatif akan kembali memenuhi diskursus politik di Indonesia – dengan 
adanya asumsi bahwa pemerintah merupakan bagian dari elite asing yang tidak 
memedulikan nasib saudara sebangsanya sendiri.

Selain itu, bukan tidak mungkin bangkitnya momentum politik sayap kanan di 
Indonesia ini akan memberikan dampak pada dinamika politik pada tahun 2024 
mendatang. Layaknya di AS, Trump pada tahun 2016 pun muncul melalui gelombang 
nasionalisme yang disebutkan oleh Mearsheimer.

Bisa jadi, siapapun capres yang muncul pada tahun 2024 nanti, perlu 
menjembatani suara progresif dan suara konservatif. Layaknya Biden, sosok 
capres tersebut juga bisa jadi perlu dapat diterima di kubu konservatif.

Apakah Prabowo dapat mengisi peran ala Biden tersebut? Bisa jadi iya dan bisa 
juga tidak. Semua bergantung kembali pada manuver dan strategi politik yang 
diterapkan oleh Prabowo.

Sang Menteri Pertahanan (Menhan) bisa jadi telah membuat kecewa sejumlah elemen 
di kubu Islam konservatif. Meski begitu, ikatan masa lalu bukan tidak mungkin 
dapat dibangun kembali.

Setelah HRS pulang, misalnya, Prabowo disebut-sebut akan segera menemui 
pemimpin Front Pembela Islam (FPI) dan PA 212 tersebut. Selain itu, Gerindra 
yang dipimpin oleh Prabowo juga mulai terlihat bermanuver untuk mendekati 
kembali HRS.

Manuver ini terlihat dari bagaimana Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Fadli 
Zon menemui HRS beberapa waktu lalu. Sinyal kembalinya partai berlambang kepala 
burung Garuda itu untuk mendekati HRS pun kembali menguat.

Bila benar manuver ini tengah dilakukan oleh Gerindra, boleh jadi Prabowo 
tengah membangun apa yang disebut sebagai Third Way. Konsep ini menekankan pada 
penyatuan terhadap berbagai spektrum politik – seperti yang dilakukan mantan 
Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Meskipun begitu, gambaran kemungkinan ini belum pasti benar adanya – mengingat 
masih terdapat waktu hingga 3 tahun lebih untuk menyongsong Pilpres 2024. Mari 
kita nantikan sajalah manuver sang Ketum Gerindra ini. (A43)

Kirim email ke