Saya malah pergi tinggalkan UNG karena di UNG banyak orang pintar, saya pernah dobrak waktu rapat senat UNG (walaupun saya bukan anggota senat), saya katakan pada Nelson Pomalingo, saya ini makan gaji buta masa saya tidak diberi matakuliah tapi di gaji negara dalam jabatan lektor kepala kalau di Luar negeri Assoc. Professor. Dan saya juga pernah di suruh masuk tim penyusun buku panduan akademik UNG, hehheh tetapi karena saya tidak masuk kualifikasi maka saya di keluarkan di arena surat keputusan itu. Akhirnya sampai detik ini saya tunggu implementasi dan hasilnya kok belum ada juga. Pindah kampus dan jadikan universitas Murni kapan Pak Nelson? dan bila kampus (berakhir jabatanmu tnggal beberapa saat++++ kampus barumu mana???)yang nada inginkan itu hanya untuk membagi2 proyek kepada kawan anda di dalam kampus itu, contoh ada proyek saja tak mau libatkan orang yang mau dan benar bidang keahliannya. Selama idemu itu pak nelson sampai anda lengser dari rektor say akan kritik terus kecuali sudah jadi gubernur, itu saya berhenti dan bukan juga anda orang hebat kalau jadi gubernur malah anda lari dari seorang ilmuwan dan jabatan professor jangan di tulis lagi. Hentikan Tulisan Professormu karena bukan lagi mengembang amanah seorang ilmuwan. jangan memberi contoh kepada kami yang lemah ........... saya pernah lihat nama pejabat di gorontalo menulih professor doktor ir. teakrhir MS ......... dan itu juga kesalahn besar di negeri ini kalau sudah doksoto atau master serta professor itu sudah orang hebat malah itu belum tentu, hans wospakrik almarhum hanya bergelar sarjana dan arbi sanit Drs. bisa di dengar suara dan pemikirannya tetapi di gorontalo......... harus ada .................... Ada yang harusdi perbaikiyang luar bisa dan yang saya alami di UNG seorang dosen tidak punya tempat dan ruangan tetap di kasih kayak guru SMP dan SMA alias SD atau MI. Saya selama hampir 10 tahun jadi dosen hanya 1, 3 bulan punya meja belajar yaitu di Puskom dan berterima kasih kepada Bapak Tedy machmud yang mau mengambil saya dan itupun juga atas persetujuan Nelson Pomalingo. dan selama tahun-tahun lain itu saya tak punya apa2.. bahkan di lab fisika saja yang impian saya ingin bekerja dan belajar ... sulit sekali karena di mata teman2 saya bahwa saya tidak bisa bekerjasama dan saya dianggap menjatuhkan mereka malah itu menurut saya sebagai ilmuwan harus terima ........... kini aku jadi buruh dan pulang pergi dengan KRL ekonomi ..... SELAMAT UNG SEMOGA PEMIMPIN DI MASA AKAN DATANG BISA LEBIH BAIK. CALON REKTOR ADALAH DR. RAMLI UTINA, ... DAN PAK RAMLI HARUS MEMILIH PEMBANTUMU YANG BENAR2 BAGUS .... DI TAHUN 2009 BANYAK SAINGAN TERNMASUK PROF. DR. ISHAK ISA AKAN MAJU JADI REKTOR ... KALAU SUDAH JADI REKTOR PAK IS JANGAN LUPA SAYA WALAUPUN SAYA SUDAH PERGI, BEBERAPA ORANG YANG SELALU SAYA INGAT DI UNG: IBU RANI HIOLA BAPAK TEDY MACHMUD PROF. DR. JASSIN H TULOLI PROF. DR. ISHAK ISA DR. RAMLI UTINA PROF. DR. H SAID PROF. H UNO PROF. S POMALATO DR. SARWANI CANON DR. NOVRI K BAPAK ASEP SURYANA BAPAK ANSAR KATILI BAPAK KARMIN BARUAWADI BAPAK USMAN MOONTI BAPAK MURSALIN BAPAK MUH. RIVAI KATILI IBU LAYLANI YAHYA BAPAK MOHAMAD JAHJA BAPAK ZAINAL ABIDIN KOEMADJI PROF. NELSON (INI SAYA INGAT SETIA HARI DSAN SAYA AKAN KRITIK TERUS SAMPAI TURUN JADI REKTOR UNG) BAPAK MUKHLISULFATIH LATIEF PAK IWAN, PAK BEI, UPIK, VELY, DJULA DAN PAK ANIS YANG BAIK........... WASSALAM MY fany salamanya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Saya hanya prihatin saja saudaraku Suwito, kok bisa-bisa saja UNG masih merekrut para lulusan SMA dan D3, padahal di gorontalo sudah banyak para lulusan S2. Lihat saja jumlah formasinya, sangat kecil formasi untuk S2 dan S3 yakni hanya 13 formasi, itu pun hanya 1 formasi untuk S3. Sementara Formasi untuk lulusan SMA/SMK/D3/S1 berjumlah 23 formasi. Kalau yang merekrut Sekolah Dasar Negeri atau Sekolah Menengah, tidak jadi persoalan bagi saya, tapi UNG adalah Perguruan Tinggi yang merupakan barometer peradaban kemajuan gorontalo. Melihat kecerdasan dan kreatifitas anda, saya lebih suka kalau Anda pulang ke Gorontalo mengabdi di UNG atau di STAIN gorontalo, daripada hanya terputar-putar di Makasar dan Balikpapan. Gorontalo butuh orang-orang seperti anda, mansur martam, dsb, dsb....
Dari HAMBA ALLAH yang merindukan KEMAJUAN GORONTALO. Fany Salamanya, HP : +33613843430 ----- Pesan Asli ---- Dari: suwitopom <[EMAIL PROTECTED]> Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Terkirim: Rabu, 5 Desember, 2007 10:19:02 Topik: Re: Balasan: [GM2020] SURAT UNTUK REKTOR UNG Tertarik juga nih tuk ngomentarin subject yang satu ini. hehehehe Pernah saya juga ngobrol dengan salah satu orang Terbaiknya Makassar yang pernah ngabdi di salah satu PTS di Gorontalo. Pembicaraan kami waktu itu sangaaatt panjang dari selesai ISYA sampai sekitaran jam 2 an tengah malam (sampai mata ini tinggal 5 watt). Obrolan kami waktu itu seputaran masalah Pendidikan di Gorontalo yang katanya menurut beliau sudah salah jalan. Sempat juga membahas masalah di UNG dengan topik yang sama dengan diskusi dimilis ini. Coba liat dan rasakan.... hehehe, betapa banyaknya para calon cendekiawan kita yang mau ngelanjutin studinya di Gorontalo. Liat saja lulusan dari salah satu SMU ternama di Gorontalo, mungkin sekitar 10 - 20 % yang tinggal kuliah di Gorontalo, sisanya pada kuliah di Luar Gorontalo apakah itu Manado, Makassar, Surabaya, Malang, Jogya, Bandung, Jakarta dan lainnya. Dan hitung juga berapa banyak yang udah pada sukses dan balik ke Gorontalo tuk ngabdi di Gorontalo. Kok bisa yah, putra daerah sendiri ngga mau sekolah dan belajar di tanah kelahirannya. ..??? Kalau udah gini... kita mau ngebandingin UNG dengan Univ mana...??? ---- Sekarang ini UNG mulai terlihat penataan dari berbagai bidang. Mulai dari Pengembangan SDM dengan disekolahkannya beberapa Dosen ke UNIV ternama bahkan sampai ke Luar Negeri, sampai pada penataan Infrastruktur untuk perkuliahan dan laboratorium. Dan untuk menuju ke sesuatu yang lebih professional tuh butuh waktu. ---- Dan jika kita mau membandingkan atau memandang atau menilai sesuatu itu yah harusnya yang sederajat. Seperti ITB dan ITS, atau UGM sama UI. Kalau mau ngebandingin UI sama UNG yah emang jauhhh. UI sudah berdiri dari beberapa puluh tahun silam dan termasuk pusat informasi dari seluruh Universitas di Indonesia. Mungkin kalo di Ilmu Networking, agak naif jika kita membandingkan 2 buah yang berbeda seperti Teknology Jaringan Menggunakan Kabel dan Wireless. Dari segi dan sudut pandang manapun pasti beda, padahal keduanya sama-sama Jaringan. ---- PS: bukannya ngebela'in UNGnya yah.... hehehehehe, tapi demi majunya pendidikan di Gorontalo, yuk kita kritik habis-habisan semua penyedia jasa pendidikan di Gorontalo, termasuk UG, ICHSAN. hehehe Salam, Suwito. http://www.suwito. web.id --- In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com, hartono hadjarati <ung_180306@ ...> wrote: > > Buat sahabatku terbaik, info yang kamu berikan saat ini, UNG mau pingin universitas terbaik, level mana ? adalah suatu pertanyaan yang seharus semua teman2 UNG jawab. walau secara kelembagaan adalah Pak rektor yang harus menjelaskan sejauh mana UNG saat ini, saya orang dalam UNG walau baru kemarin, secara pribadi UNG akan melangkah sesuai dengan tuntutan zaman saat ini walau kapan itu terserah orang memandangnya, artinya dari sudut mana, kuantitas dosen kah ( yang memiliki kwalifikasi Strata, menurut dari info tmn2 2008 diharapkan oleh pak rektor semua dosen S1, tidak ada lagi di semua jurusan), Penelitian dosen kah, atau jumlah mahasiswa masuk UNG?. lagi2 tergantung teman2 UNG semua. mengenai penerimaan Dosen belakang ini saya dengar dan lihat sendiri banyak orang-orang terbaik gorontalo dan luar gorontalo sudah masuk ke UNG. cuma pertanyaan apakah orang2 terbaik ini mau mengabdi sepenuhnya untuk UNG atau tidak ? liat banyak orang2 UNG banyak mau tinggalkan UNG demi entah > lah. ya ikut birokrasi, Pilkada, bahkan ada yang akan mengikuti Pemilihan BPD segala, baru gimana jadinya UNG. > kalau UNG hanya di jadikan batu lanjatan aja Fanny. walaupun itu si terserah individu. > > > fany salamanya <fany_gorontalo@ ...> wrote: > Saya teringat diskusi SSG dirumah Pak Ary Pedju > tentang INOVASI. > Dalam diskusi tersebut ada Om Bakrie Arbie, Lukman > Laliyo dan anak-anak Salemba. > Kata Om Ary, "UNG mau pingin universitas terbaik pada > level mana? Level Lokal Gorontalo, Level Sulut, Level > Sulawesi, Level Indonesia Timur, Level Nasional atau > Level Internasional? Kalau pingin level Indonesia > Timur, maka rekrutlah orang2 terbaik dan terpintar > yang ada di Indonesia Timur, kalau berambisi menjadi > terbaik pada level nasional, maka rekrutlah orang2 > terbaik dan terpintar di Indonesia, dan kalau > berambisi menjadi sebuah Universitas yang terbaik pada > taraf Internasional, maka rekrutlah orang2 terbaik dan > terpintar di dunia" (Ary Pedju, Agutus, 2007; > Diskusi SSG). > > Saya membaca perekrutan CPNS di situs > http://www.ung. ac.id/web/ cpns_ung. pdf > dimana Pemerintah Pusat menyediakan Jumlah Formasi 36 > PNS di UNG, soal penentuan formasi ditentukan oleh UNG > sendiri. > Keputusan UNG tentang formasi : > S3 : 1 orang > S2 : 12 orang > S1 : 11 orang > D3 : 8 orang > SMA/SMK : 4 orang > > Jumlah Total S3/S2 : 13 orang > Jumlah Total S1/D3 : 19 orang > Jumlah SMA/SMK : 4 orang > > Saya membandingkan dengan Institute Universitaire > Européen de la Mer (IUEM) tempat saya studi disini, > IUEM adalah Institusi Penelitian Kelautan dibawah > kendali Université de Bretagne Occidentale Brest > Perancis. Syarat Utama untuk menjadi Dosen adalah > lulusan S3/Doktor. Saya tidak ingin membandingkan > dengan fasilitas sarana penunjang pendidikan, karena > UNG pasti sangat kalah jauh, laboratorium, > perpustakaan. Referensi yang tidak saya temukan di > internet, atau yang saya temukan hanya abstract-nya > saja di internet, diperpustakaan tersebut pasti kita > dapatkan tulisannya ketika melakukan browsing. Saya > heran, data-data tentang laut Indonesia banyak sekali > terdapat di perpustakaan tersebut baik hardcopy maupun > softcopy yang sulit kita dapatkan diinternet. > Sebagai catatan bahwa dosen disini yang menjabat ketua > jurusan, direktur, tidak mempunyai sekretaris atau > asisten atau teknisi atau laboran atau apalah namanya. > Apalagi mempunyai sopir dinas. Jangankan direktur > atau ketua jurusan, rektor sendiri pun tidak mempunya > sopir dinas, bahkan gubernur dan walikota pergi ke > kantor membawa mobil sendiri. (Sekedar info : yang > baru saya tahu Pejabat Negara yang mempunyai sopir > dinas di Perancis adalah Presiden Nicolas Sarkozy, > untuk para menterinya saya belum tahu apakah mempunya > sopir dinas atau tidak. Kita di Indonesia para dekan > fakultas bahkan ketua jurusan dan ketua program studi > mempunyai sopir dinas, begitu pula dengan para camat. > Kita adalah bangsa yang sangat manja dan tidak > mandiri). > > Kesimpulan : UNG bukan Universitas bertaraf > Internasional. > > Saya membandingkan dengan Universitas Diponegoro > Semarang (karena saya pernah belajar S2 disini) di > mana syarat penerimaan Dosen harus S2, tetap UNG masih > sangat kalah jauh. Apalagi dibandingkan dengan > Universitas Indonesia, UNG mungkin tidak ada > apa-apanya. Mohon para mahasiswa UI asal gorontalo > dimintai komentarnya (Agung Mozin, El-Nino Mohi, Arfin > Suaib, Suprisno Baderan, Bustamil, Syaiful Maksum). > > Kesimpulan : UNG bukan Universitas bertaraf Nasional > > Saya membandingkan dengan UNHAS, tetap UNG masih kalah > jauh. (Mohon mahasiswa UNHAS asal gorontalo, dimintai > komentarnya) > > Kesimpulan : UNG bukan Universitas bertaraf Indonesia > Bagian Timur. > > Saya membandingkan dengan Universitas Sam Ratulangi > (saya belajar S1 disini), jumlah Dosen Fakultas > Perikanan dan Kelautan Tahun 2002 (waktu saya wisuda) > yang bergelar S3/Doktor berjumlah 12 orang, S2/Master > berjumlah 40 orang, dan Guru Besar 4 orang, ini baru > satu (1) fakultas, belum semua fakultas. Tetap UNG > masih kalah jauh. > > Kesimpulan : UNG bukan Universitas bertaraf Sulawesi > Utara. > > Saya membandingkan tingkat pendidikan dosen karena > kualitas tenaga pendidik sangat menentukan kualitas > sebuah Perguruan Tinggi. Merekalah yang mencetak > kader-kader terbaik. Saya teringat kata-kata El-Nino > (ketika dia baru pulang dari Amerika Serikat) bahwa > orang di luar negeri sudah dilatih oleh dosennya > tentang cara berpikir sesuatu, tapi kita di Indonesia > masih dilatih dosen tentang bagaimana cara berpikir. > Hal ini saya rasakan disini (di Perancis), bahwa dosen > mengajar hal-hal yang mendetail misalnya hasil-hasil > penelitian dan contoh-contoh kasus, sementara konsep > dan teori-teori diserahkan kepada kita untuk > mempelajarinya. Saya pernah meng-copi semua > materi-materi kuliah yang diberikan tahun lalu dari > salah seorang teman yang sudah selesai Masternya > disini, ternyata materi tersebut tidak sama dengan > materi yang diberikan tahun ini. Kita bisa > membayangkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan di > luar negeri begitu sangat cepat, dan tidak terpaku > pada Modul-modul atau materi-materi kuliah yang > diberikan tahun lalu atau dua (2) tahun lalu. > Hal ini berbanding terbalik dengan materi pengajaran > di Indonesia. Materi yang diberikan 10 tahun lalu > masih diulang-ulang dan diberikan tahun ini. > > Saya tidak habis berpikir dengan kebijakan UNG yang > masih tetap merekrut tenaga teknisi dan laboran dari > lulusan SMA/SMK, D3 dan S1. Hal ini hanya akan > membuat para dosen-dosen menjadi malas untuk kerja di > laboratorium, padahal para dosen ini disamping tenaga > pengajar juga sebagai tenaga peneliti. Kita tahu > bahwa kemajuan sebuah ilmu pengetahuan ditentukan oleh > perkembangan hasil-hasil penelitian. > Tenaga SMA/SMK, D3, S1 yang direkrut UNG berjumlah 23 > orang, sementara S2 hanya 12 orang, S3 1 orang. Jadi > bagaimana UNG bisa bersaing dengan Universitas lain, > sementara ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat > cepat. > > Jadi kesimpulanya bahwa : UNG masih bertaraf lokal > gorontalo. > > Saran untuk Rektor UNG : > 1. Merekrut tenaga PNS semuanya menjadi tenaga Dosen > dengan kualifikasi S3 (50%) dan S2 (50%). Hal ini > tergantung dari Visi dan Misi Rektor UNG (kalau ada > yang tahu, tolong diberitahu), menjadikan UNG bertaraf > apa? > Cara merekrut : Data para mahasiswa S2 dan S3 yang > sementara kuliah di dalam negeri maupun di luar negeri > dan belum mempunyai ikatan dinas (kalau saya sendiri > sudah punya ikatan dinas) untuk direkrut, apalagi bagi > mereka yang mempunyai kompetensi dan sangat dibutuhkan > UNG (contoh Basri Amin yang ambil S3 di Belanda, > El-Nino S2 UI dan masih banyak lagi), sehingga pada > saat penentuan formasi terdapat kualifikasi pendidikan > mereka. Kalau mereka tidak mau, tinggal bagaimana > caranya para Pejabat UNG untuk merayu atau memaksa > mereka menjadi Dosen UNG. > 2. Menjadi Rektor yang Mandiri dan tidak mempunyai > sopir dinas. Kalau perlu jalan kaki ke kantor, > apalagi jaraknya hanya 5 menit dari rumah dinas. > Disamping menjaga kesehatan jantung Pak Rektor karena > berjalan kaki juga menjadikan Rektor dekat dengan para > mahasiswa, juga menjadi contoh teladan bagi para > dekan, ketua jurusan, dan semua dosen untuk menjadi > mandiri. Kalau sudah terlanjur mempunyai sopir dinas, > maka sekali-kali gantian membawa mobil. Kalau hal ini > dilakukan Pak Rektor, maka Pak Rektor adalah Umar Bin > Khattab di zaman sekarang. Ingat Hadits Nabi bahwa : > Ada dua (2) golongan yang doanya tidak ada hijab > dengan ALLAH, yakni orang yang teraniaya dan pemimpin > yang adil. > Kalau gebrakan-gebrakan seperti ini yang dilakukan Pak > Rektor, maka ketika Pak Rektor melepaskan jabatan atau > pensiun, Pak Rektor akan dikenang sebagai Pahlawan > Pendidikan.. .AMIEN.. > > ____________ _________ _________ _________ _________ ________ > Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! > http://id.yahoo. com/ > > > > > > ------------ --------- --------- --- > Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers > --------------------------------- Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.