topik ini akan sangat menarik apabila ada yg bisa membuktikan kalo pelaksanaan 
7,40 hari dll bisa memberikan manfaat bagi yg wafat maupun yg ditinggalkan, 
kalo sekedar memperdebatkan dalil, sungguh benar apa yg disampaikan sodara 
milister yg lain, waktu kita hanya habis dlm perdebatan.


intinya, topik ini tdk menyentuh isi,

Wass,


________________________________
Dari: Yayu Arifin <yayujahjaari...@yahoo.co.id>
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Terkirim: Ming, 2 Mei, 2010 19:34:39
Judul: Re: [GM2020] W A F A T

  
Maaf, 
Negeri Firaun atau Negeri para Nabi, Kenyatanya emang Kristen Koptik yang 
menguasai semua aspek di Mesir. Sama halnya dengan di indonesia. 

--- Pada Ming, 2/5/10, Luqman Elhakim <aku_ck...@yahoo. com> menulis:


>Dari: Luqman Elhakim <aku_ck...@yahoo. com>
>Judul: Re: [GM2020] W A F A T
>Kepada: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
>Tanggal: Minggu, 2 Mei, 2010, 7:15 PM
>
>
>>
>
>
>
>  >
>
> 
>>      
> 
>Terima kasih Om Wito, Om Iqbal dan senior2 millister lainnya..
>
>Saya ikut nimbrung dalam diskusi tentang tahlilan ini sama dengan yang 
>lainnya, tidak bermaksud mengajak berdebat, tapi menyampaikan sedikit dalil 
>dari apa yang saya yakini. Pembahasan tentang masalah tahlilan, apalagi 
>tentang masalah bid'ah dan ada tidaknya klasifikasi bid'ah bukan hal baru 
>dalam kajian keislaman. Sulit mengatakan bahwa satu pendapat lebih kuat dari 
>yang lain, sebab masing-masing kelompok didukung oleh dalil dan tokoh ulama 
>yang tidak sedikit. Dan karya-karya para ulama yang pernah mendiskusikan hal 
>ini sangat banyak dan mudah kita temui.
>
>Tentang perbedaan pendapat antara imam Syafii dan Imam2 madzhab lainnya 
>seperti Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Qudamah, Imam Ibnu Farhun dari 
>Malikiyah serta tokoh-tokoh sentral dalam madzhab Syafii seperti Imam
> Suyuthi, Syaikhul
> Islam Imam Zakaria Al Anshary, dkk. bisa langsung merujuk pada kitab2 tafsir 
> ayat hukum, misalnya yang saya baca Tafsir Qurthubi jilid 9 tentang ayat ke 
> 28-29 Surat An Najm, juga kitab syarah2 hadits terkait misalnya dalam 
> Tuhfatul Ahwadzi; penjelasan Sunan Turmudzi, dan kitab Al Mughni karya Ibnu 
> Qudamah, atau langsung dari literatur klasik fikih yang primer dari setiap 
> madzhab.
>
>Untuk menilai mana yang paling kuat dari banyaknya pendapat para ulama itu 
>terserah masing-masing pribadi. Atau para aktivis milis jebolan kuliah Hukum 
>dan perbandingan Madzhab Al Azhar seperti Ust. Umar dan Ustat Mansur bisa 
>memberikan penilaian? :D
>
>Salam dari Negeri Firaun
>
>--- On Sun, 5/2/10, Suwito Pomalingo <suwito...@gmail. com> wrote:
>
>
>>From: Suwito Pomalingo <suwito...@gmail. com>
>>Subject: Re: [GM2020] W A F A T
>>To:
>> gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
>>Date: Sunday, May 2, 2010, 1:09 AM
>>
>>
>>>>
>>
>>
>>
>>  >>
>>
>> 
>>>>      
>> 
>>wuih.. jadi panjang juw... kong tidak tau kinapa tiba2 threat ini masuk ke 
>>SPAM saya. Ana kira tidak lanjut ini diskusi. Pas mo bahapus SPAM2, tiba2 
>>threat ini saya lihat dan kaget ternyata panjang juga pembahasannya.
>>
>>please scroll down... :D
>>
>>
>>2010/5/1 Luqman Elhakim <aku_ck...@yahoo. com>
>>
>>>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>
>>>  >>>
>>>
>>>>>>
>>> 
>>>>>>      
>>> 
>>>>>>Saya turut memberikan komentar, maaf jika kepanjangan dan tidak berkenan.
>>> 
>>
>>Ustad Luqman yshs.
>>>>Sebelumnya saya minta maaf karena mengomentari ini. Hal ini bukan
>>karena saya ingin mendebat orang2 yg memiliki kebiasaan
>>menyelenggarakan upacara kematian atau tahlilan atau aruwah. Tapi
>>karena saya menginginkan kebenaran.
>> 
>>
>>>1. Yang saya tahu, penentuan hari ke 7,40 dst. dibuat dan dibiasakan oleh 
>>>orang2 tua kita agar ada keseragaman. Biar tanpa diundangpun 
>>>orang sudah tahu pada hari-hari tersebut akan dilakukan 
>>>pembacaaan doa bersama untuk almarhum. Sepanjang itu disepakati, tidak 
>>>menyulitkan keluarga yang meninggal dan tidak dianggap sebagai sebuah 
>>>kewajiban yang harus dipenuhi, saya pikir tidak ada masalah. Islam juga 
>>>mengakui tentang berlakunya hukum 'urf (adat) sepanjang tidak 
>>>bertentangan dengan syariat. 
>>> 
>>
>>Dari sini sudah jelas bahwa ternyata acara kematian itu bukan merupakan 
>>tuntunan dari Rasulullah. Oleh karena itu kita kembali pada hadits tentang 
>>bid'ah yakni setiap bid'ah itu adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu 
>>tempatnya di neraka.
>>>> 
>>
>>>2. Imam Syafii mengatakan bahwa bacaan alquran yang diperuntukkan bagi mayat 
>>>tidak akan sampai kepada mayat tersebut. Tetapi imam madzhab lainnya 
>>>mengatakan sebaliknya. Bahkan dalam ulama dalam madzhab Syafii sendiri 
>>>banyak yang tidak mendukung pendapat imam syafii. Jika ada yang berminat, 
>>>saya akan menuliskan dalil yang digunakan Imam Syafii dan bantahan2 imam2 
>>>lainnya terhadap Beliau.
>>> 
>>
>>Saya baru tau akan hal ini. mohon kiranya dituliskan dalilnya.
>> 
>>
>>>3. Keputusan Muktamar NU no: 18 / 
>>>13 Rabiut Tsani1345 H / 21 Oktober 1926: Menyediakan makanan pada hari wafat 
>>>atau hari ketiga atau hari ketujuh 
>>>itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama 
>>>dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut TIDAK 
>>>menghilangkan pahala itu. 
>>> 
>>
>>Saya pikir keputusan Muktamar NU tidak bisa dijadikan sandaran hukum dalam 
>>Islam. wallahu'alam.
>>>> 
>>
>>>4. Tahlilan, dengan susunan yang kita kenal boleh dikata memang hanya ada 
>>>di Indonesia. Tapi bahan baku yang menjadi isi dari tahlilan itu 
>>>sendiri adalah zikir-zikir yang diajarkan oleh Rasulullah. Menurut saya, 
>>>mengumpulkan beberapa lafadz dzikir kemudian meramunya menjadi sebuah 
>>>dzikir panjang yang paten dengan maksud agar mudah diingat, dihafal dan
>>> dibaca bukan merupakan masalah. Terserah siapapun yang meramunya. Allah
>>> menyuruh kita dalam banyak ayat Al quran untuk berdzikir
>>> sebanyak-banyaknya. Adapun tentang masalah apakah dzikir2 itu berguna 
>>>bagi mayyit, jawaban Imam Syauqani ra. sangat menentramkan hati saya. Beliau 
>>>berpendapat bahwa bukan hanya dzikir atau bacaan Al Quran, bahkan semua 
>>>ibadah yang dihadiahkan pahalanya untuk mayyit pasti akan sampai. 
>>> 
>>
>>Benar skali Ustad, saya sepakat dengan Anda bahwa mengumpulkan beberapa 
>>lafadz dzikir yang asalnya dari Rasulullah itu bukan sebuah masalah. Akan 
>>tetapi ketika dzikir2 itu kita ucapkan secara berjama'ah, atau pada waktu2 
>>tertentu seperti tahlilan, maka hal ini yang tidak ada sama sekali 
>>tuntunannya dalam AlQuran maupun Sunnah.
>>>> 
>>
>>>-Doa
>>> akan sampai, dalilnya antara lain ayat ke 10 surat Al Hasyr dan hadits 
>>> tentang doa 
>>>anak kepada orang tua. 
>>>-Bacaan istigfar sampai karena ada perintah hadits ketika ada sahabat yang 
>>>wafat: "Berisitighfarlah untuk saudaramu, karena saat ini ia sedang di 
>>>tanyai malaikat"
>>>- Bacaan alquran sampai 
>>>karena ada banyak hadits sahih yang disepakati tentang itu
>>>- Sedekah sampai 
>>>karena ada beberapa hadits shahih yang disepakati menyebutkan secara 
>>>langsung, seperti hadits riwayat aisyah tentang Saad bin ubadah al 
>>>anshari
>>>- Sholat dan puasa juga sampai sebagaimana hadits Daruqutni 
>>>dan hadits Ibnu Abbas yang dishahihkan Bukhari Muslim
>>>- Membebaskan budak sampai
>>> karena ada hadits Saad yang diriwayatkan Bukhari
>>>
>>> 
>>
>>Dalil ini benar sekali, tetapi bukan untuk membenarkan upacara kematian. 
>>Perhatikan.. . apakah ada diantara yang Ustad sebutkan bahwa doa, dzikir, 
>>bacaan AlQur'an itu dibaca pada saat Tahlilan? atau apakah membaca AlQur’an, 
>>dzikir, dan doa diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu 
>>dan jumlah tertentu tanpa merujuk praktek dari Rasulullah dan para sahabatnya 
>>bisa dibenarakan?
>>>> 
>>Intinya, bagi saya pribadi, peringatan 7, 40 hari, tahlilan bahkan memberi 
>>makan bukan 
>>>budaya yang bertentangan, karena merupakan qiyas (analogi) dari ritual 
>>>ibadah yang 
>>>sudah ada sejak zaman Rasul.
>>> 
>>
>>Ini bertentangan dengan ijma' para sahabat. Dari Jarir bin Abdullah Al 
>>Bajaliy, ia berkata : "Kami (yakni para shahabat semuanya) 
>>memandang/mengangga p (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa 
>>berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah 
>>dikuburnya mayit termasuk dari bagian meratap". Hadits ini dikeluarkan oleh 
>>Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad. Hal ini menerangkan bahwa berkumpul2 di 
>>tempat ahli mayit dan makan2 di situ termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). 
>>Dan akan bertambah lagi bid’ahnya (kemunkarannya) apabila diadakan tahlilan 
>>pada hari2 tertentu seperti hari ke-7, 40, 100 dan seterusnya. Dan mengenai 
>>makanan, apabila makanan tersebut disajikan oleh keluarga
>>yang berduka atau keluarga yang meninggal baik untuk sajian tamu
>>undangan tahlilan ataupun yang lainnya. Maka hal ini termasuk perbuatan
>>yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah karena 
>>termasuk dari bagian meratap. 
>>
>>Dan yang seharusnya dilakukan adalah disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit 
>>untuk menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, hal ini untuk meringankan 
>>beban yang mereka. Nah, kalau ini ada bimbingannya dari Rasulullah, 
>>"hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, karena telah datang perkara 
>>(kematian) yang menyibukkan mereka"
>>
>>Kesimpulan dari saya bahwa tidak ada satupun dalil yang membolehkan adanya 
>>tahlilan. Semoga diskusi ini bisa memberikan pencerahan bagi kita semua yang 
>>menginginkan kebenaran. 
>> 
>>
>>
>>>Salam
>>>Luqman
>>>
>>> 
>>-- 
>>
>>Salam,
>>Suwito.
>>http://suwito. pomalingo. com
>> 
> 

 

Kirim email ke