Thks Bung Edo Disimak ....Ulasan yg menarik ..
Salam Sejati do2 --- On Mon, 9/2/09, si Brewok [0_-] <red_conju...@yahoo.com> wrote: From: si Brewok [0_-] <red_conju...@yahoo.com> Subject: [HU] Fwd: Sains dalam Perspektif Agama To: spiritual-indone...@yahoogroups.com, harmonisasi-universal@googlegroups.com Date: Monday, 9 February, 2009, 10:42 PM --- In mayapadapr...@yahoogroups.com, "si Brewok [0_-]" wrote: Sains dalam Perspektif Agama Today at 12:49pm oleh Roy B. Efferin *) Selama dua ribu tahun agama Kristen menganut paham monoteisme. Monoteisme artinya hanya ada satu Tuhan. Seluruh semesta dan isinya diciptakan oleh Tuhan. Sehingga ada perbedaan antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Pandangan ini tidak hanya dianut oleh agama Kristen, tetapi juga oleh agama besar lain, seperti agama Islam dan Yahudi. Ketiga agama Semitis/Samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) sering juga disebut agama langit, karena Tuhan dianggap memberikan wahyu dari langit melalui para utusan atau nabi-Nya kepada umat-Nya. Sementara agama-agama bumi, kebalikan dari agama langit, sering juga disebut sebagai "Kepercayaan", seperti agama Hindu, Buddha, dan Tao menganut paham monoisme. Paham monoisme mengatakan bahwa seluruh alam semesta saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan. Batasan antara Tuhan dan ciptaan-Nya atau batasan antara "yang tidak berwujud" dan "yang berwujud" susah sekali dibedakan. Dalam agama-agama monoisme, wujud sang nabi bukanlah suatu sosok eksternal, tetapi lebih merupakan Kesadaran Tertinggi yang berada di dalam diri setiap makhluk, baik berwujud maupun tidak berwujud. Dengan kata lain, semua – baik Pencipta maupun ciptaan – adalah Satu. Ciptaan adalah wujud yang sedang merealisasikan keberadaan Sang Pencipta. Karena semua adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan alam semesta ini sedang berkembang, salah satu konsekuensi dari paham monoisme adalah Tuhan pun dianggap sedang berkembang. Hal ini merupakan salah satu hal yang tidak bisa diterima oleh paham monoteisme. Tuhan menurut monoteisme adalah absolut, dalam bahasa fisika disebut konstan dan sempurna, sehingga tidak ada ruang lagi untuk berkembang. Seperti sebuah ungkapan Zen yang terkenal dengan istilah Wu-Wei, yang artinya upaya tanpa berupaya atau kerja tanpa bekerja, maka Fisika Modern memberikan jawaban alternatif tanpa berusaha untuk menjawab perdebatan ini. Jika energi tidak bisa musnah dan hanya berubah bentuk menjadi materi dan materi menjadi energi, dan jika jumlah energi serta materi tetap sama sepanjang masa, jelaslah bahwa di tengah ekspansi alam semesta yang sedang terjadi, energi dan materi adalah absolut atau konstan. Demikian juga jika ditilik dari sudut waktu, yang sebetulnya adalah ruang-waktu, maka alam semesta sebagai perwujudan Tuhan bisa berkembang dan tidak berkembang tergantung dari sudut pandang kita terhadap waktu. Jika waktu dipandang sebagai rel kereta api yang berjalan dari masa lalu ke masa depan, maka alam semesta akan terlihat berekspansi. Tetapi, jika dilihat dari depan kereta api, maka waktu tidak mengalami perubahan. Artinya, waktu yang ada merupakan satu moment dan statis (absolut). Fisika Kuantum membuktikan bahwa alam semesta ini adalah absolut meski sedang mengalami ekspansi. Luar biasa! Bagaikan dualitas cahaya, alam semesta pun merangkul paham monoteisme dan monoisme tanpa menjatuhkan salah satunya. Mungkin perbedaan terbesar antara monoisme dan monoteisme adalah masalah tanggung jawab. Dalam monoteisme, jika seseorang mengalami "kesialan", maka ia dapat melemparkan penyebab kesialannya itu kepada "nasib", atau "cobaan dari Tuhan", atau perbuatan orang lain atau apa pun kambing hitamnya. Ia akan menunjuk ke semua arah kecuali dirinya sendiri. Dirinya adalah korban. Terciptalah secara psikologis hubungan victim and villain, korban dan penjahat. Pandangan ini meringankan manusia, karena ia sudah tidak perlu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menimpa dirinya. Sementara itu, monoisme melemparkan tanggung jawab kembali kepada kita semua. Jika semua adalah satu, saling terhubung dan tidak ada keterpisahan, maka apa pun yang menimpa kita adalah karena tingkah laku kita sendiri. Tidak ada kambing hitam, tidak ada kemudahan untuk melemparkan kesalahan selain kepada diri sendiri. Yang luar biasa dari Fisika Modern adalah semua fenomena kuantum yang terjadi memaksa kita untuk menyadari bahwa kambing hitam tidak pernah ada. Segala keadaan yang dialami oleh seseorang adalah hasil dari perbuatannya sendiri, seperti hukum fisika yang mengatakan "setiap aksi akan menghasilkan reaksi". Tentu saja banyak orang akan tidak setuju dengan pendekatan Sains ini. Mereka akan mengatakan bahwa keyakinan tidak bisa dicampuradukkan dengan ilmu pengetahuan. Tuhan tidak bisa dinalarkan. Memang benar bahwa Tuhan tidak bisa dinalarkan. Sayangnya, banyak dari pemuka agama justru berusaha menalarkan Tuhan. Bahwa sosok Tuhan digambarkan sebagai seorang raja yang tengah duduk di singgasana dan mengawasi seluruh daerah kekuasaannya (alam semesta) adalah juga bentuk penalaran tentang Tuhan. Sebagai contoh, seorang pendeta di Amerika mengatakan bahwa (menurut) Injil peradaban manusia baru berusia 6000 tahun. Manusia pertama, Adam dan Hawa, muncul 4000 tahun sebelum Masehi. Sedangkan seluruh penemuan Sains tentang usia manusia modern menyatakan bahwa manusia telah berusia minimal 150.000 tahun. Bahkan ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sejak 5000 tahun SM manusia telah memiliki peradaban. Namun, sang pendeta itu tidak menerima semua pendapat Sains dan bukti-buktinya itu. Ia menganggap semua itu hanyalah sekedar cobaan dari Tuhan untuk menguji iman-iman para penyembah-Nya. Ia juga menyatakan bahwa jika mereka percaya pada Tuhan, maka mereka akan menyadari bahwa semua penemuan itu adalah palsu. Dan jika mereka lebih percaya pada penemuan-penemuan sains, maka hal itu berarti – masih menurut "nalar" pendeta tadi – mereka telah terjebak untuk tidak mempercayai Injil sebagai sebuah kitab absolut yang datang langsung dari Tuhan. Tentu saja sang pendeta berusaha "menalarkan" apa yang terjadi. Pada kenyataannya, perkembangan Sains tidak menyangkal keberadaan Tuhan. Apa yang dibuktikan salah, bukanlah keberadaan Tuhan, tetapi konsep kita tentang Tuhan dan Ketuhanan. Selama ribuan tahun, paling tidak di belahan Barat, manusia mempunyai kepercayaan bahwa Tuhan dan malaikat-malaikatnya selalu berwarna putih. Warna putih menjadi simbol kesucian. Warna yang tidak tercela. Bahkan disebut sebagai the absence of colour. Dengan alasan ini, manusia keturunan Kaukasia menganggap dirinya sebagai bangsa terpilih dan mengganggap ras lain dengan kulit "berwarna", terutama bangsa berkulit hitam atau gelap sebagai subhuman, alias belum manusia dan masih setengah binatang. Di lain pihak, setan, lawan dari Tuhan, selalu digambarkan berada di kegelapan, tidak ada cahaya. Namun, lebih parah lagi, "nalar" ini dijadikan alasan bagi mereka untuk melakukan penindasan. Fisika Modern mematahkan pandangan-pandangan sempit seperti ini. Apa yang menjadi tujuan dari setiap agama untuk mempersatukan umat, selama ribuan tahun justru menjadi sumber perpecahan. Dengan segala kelemahan dan ketidakpastiannya, Fisika Kuantum mampu meruntuhkan sekat-sekat pemisah. Cahaya warna putih sebenarnya adalah gabungan dari seluruh spektrum warna. Putih bukanlah kekosongan seperti yang didengungkan selama berabad-abad. Warna hitam adalah warna kekosongan. Ternyata suatu penelitian menunjukkan bahwa pemisahan terang dan gelap tidaklah sejelas kertas hitam dan putih. Suatu eksperimen, yang dapat anda lakukan sendiri di rumah, membuktikan bahwa cahaya tidak seperti yang kita duga sebelumnya. Ambillah sebuah kotak panjang yang tertutup. Lalu di ujung kirinya diberi sumber cahaya (lampu senter) yang mengarah ke arah ujung kanan. Di ujung kanan kotak diberi kaca sehingga sinar lampu senter dapat keluar dari kotak tersebut. Di atas kotak dibuat lubang intip. Percobaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap. Hasilnya cahaya lampu senter keluar dari ujung kanan melalui kaca dan menerangi sisi kanan kotak. Tetapi, melalui lubang intip di atas kotak, tidak terlihat cahaya apa pun. Yang terlihat hanyalah kegelapan. Kesimpulannya, cahaya tidak terlihat dan hanya bisa dilihat ketika cahaya – yang merupakan partikel – bertumpukan dengan suatu materi. Manusia dapat melihat cahaya matahari berwarna terang karena ada partikel/materi debu yang melingkupi seluruh muka bumi. Sementara di luar angkasa, cahaya matahari tidak menerangi seluruh tata surya, tetapi hanya heavenly bodies, benda-benda angkasa yang terlihat. Pada mulanya yang ada hanyalah kegelapan abadi. Ketika, menurut agama-agama, Tuhan belum menciptakan apa pun, Tuhan pun berada dalam kegelapan. Karena Tuhan meliputi segala sesuatu, maka Tuhan adalah kegelapan. Pada saat tercipta alam semesta yang disebabkan dentuman besar, maka energi berubah menjadi materi, dan muncullah partikel cahaya yang disebut photon. Photon ini tidak kelihatan dan ketika bertumbukan dengan materi lain, maka materi tersebut berpendar dan cahaya pun terlihat. Dapat disimpulkan bahwa cahaya lahir dari kegelapan karena cahaya sebenarnya adalah ilusi mata. Dengan sekian banyak penemuan-penemuan yang terjadi semakin kelihatan bahwa Sains mulai menuju kepada the inner working of the universe. Sains tidak berpretensi untuk mengetahui dan memahami jalan pikiran Tuhan, karena otak manusia memang tidak akan mampu mencerna Keberadaan Tuhan. Patut diingat bahwa Sains melalui Fisika Kuantum mempelajari fakta-fakta melalui probabilitas peristiwa, bukan mengejar kebenaran. Jika kebenaran yang dikejar, maka yang dipakai adalah pendekatan filsafat. Tetapi, di tengah kedua hal ini, ada jembatan yang disebut meditasi atau Chan dalam bahasa Cina atau Zen dalam bahasa Jepang atau Dhyana dalam bahasa Sansekerta atau Dien dalam bahasa Arab. Meditasi adalah State of Being. Suatu kondisi untuk memilih "Jalan" secara sadar dan aktif dari sekian banyak probabilitas yang diberikan oleh alam semesta sehingga dapat bertemu "secara langsung" dengan Sang Keberadaan itu sendiri, dengan Tuhan. *) Tulisan ini diunggah dari buku berjudul "Sains dan Spiritualitas", terbitan PT One Earth Media, 2006, karya Roy B. Efferin -- seorang yang menekuni dunia Sains, Spiritualitas, dan Aikido. Untuk berkenalan lebih jauh dengan penulis dapat melihatnya di: http://www.facebook.com/profile.php?id=800333097 <http://www.facebook.com/profile.php?id=800333097> --- End forwarded message --- Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Quote: ** In this age of Aquarius, science will become religious, and religion will become scientific. Disagreements between science and religion will come to an end, and people will begin to comprehend that both spirit and matter are derived from the same source, and are only modifications of the One Universal Energy ** Milis HU Internasional: http://health.groups.yahoo.com/group/harmonization-universal -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---