Anda terdaftar dengan alamat: arch...@mail-archive.com

e-JEMMi -- Kesatuan Tubuh Kristus (II)
No. 06, Vol. 17, Juni 2014

Shalom,

Kesatuan orang-orang percaya dalam Tubuh Kristus seringkali tidak terjadi dalam 
situasi yang aman dan tenang, melainkan di bawah tekanan kekerasan dan ancaman 
penganiayaan. Dalam banyak catatan sejarah kekristenan, penganiayaan yang hebat 
justru menjadi wadah pembentuk kesatuan yang sejati. Sama seperti emas yang 
dimurnikan oleh tungku yang amat panas, demikianlah kesatuan yang sejati muncul 
setelah orang-orang percaya menyadari bahwa hal terpenting yang menyatukan 
mereka adalah iman yang sama kepada Kristus, bukan tradisi, kebiasaan, atau 
budaya gerejawi mereka.

Pada edisi ini, kami ingin mengajak Pembaca untuk mengenal seorang pemikir 
Kristen yang mematangkan pemikirannya mengenai gerakan kesatuan umat Kristen 
justru di bawah tekanan yang amat keras dari pemerintahan Nazi di Jerman. Dalam 
kolom Profil Bangsa kali ini, kami juga rindu mengajak Pembaca sekalian untuk 
berdoa syafaat bagi sebuah suku yang berdiam di Mali dan Burkina Faso. Kiranya 
apa yang kami sajikan ini dapat terus mengobarkan hati Pembaca sekalian untuk 
mengerjakan Amanat Agung Tuhan kita. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati!

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://misi.sabda.org/ >


TOKOH MISI: BIOGRAPHY EDMUND SCHLINK (1903-1984)

Edmund Schlink adalah putra dari professor Wilhelm Schlink dan istrinya, Ella 
Schlink. Edmund dilahirkan pada 6 Maret 1903 di kota Darmstadt. Saudari Edmund, 
Klara Schlink (1904-2001) yang juga dikenal sebagai "Suster Basilea", adalah 
pendiri dari Masyarakat Biarawati Maria. Pada tahun 1922, Edmund Schlink mulai 
mempelajari beberapa disiplin ilmu, dan -- setelah melewati sebuah krisis dalam 
hidupnya dengan berpegang pada iman Kristen -- ia juga memutuskan untuk 
mempelajari teologi. Edmund Schlink menyelesaikan studi psikologi-filosofi dan 
teologinya pada tahun 1927, dan menyelesaikan studi doktoralnya di kedua bidang 
ilmu tersebut pada tahun 1930 dengan menitikberatkan penelitiannya pada 
perubahan psikologis ketika seseorang mengalami pertobatan, depresi, dan ketika 
menghadapi permasalahan dalam agamanya.

Setelah ujian teologinya dan menjalani tugasnya sebagai vikaris di Hessen, 
Schlink menjadi asisten universitas di Gießen. Pada tahun 1932, ia menikahi 
Elisabeth Winkelmannm, dan setelah istrinya meninggal, Schlink menikahi seorang 
perempuan berkebangsaan Swiss bernama Irmgard Oswald pada tahun 1938. Dari 
kedua pernikahannya itu, Schlink memiliki empat orang anak.

Schlink menyelesaikan uji kompetensi mengajarnya di Gießen dengan menulis 
sebuah disertasi antropologi berjudul "Man in the Promulgation of the Church" 
dan diizinkan mengajar di universitas tersebut. Namun hal itu tak berlangsung 
lama, izin mengajar itu kemudian dicabut karena keterlibatannya dalam 
Confessional Church (aliran kekristenan yang muncul untuk melawan kekristenan 
yang telah disusupi doktrin Nazi, --red.). Karena itulah, pada tahun 1935 
Edmund menyetujui tawaran untuk mengajar di sebuah sekolah teologia yang 
didirikan oleh Confessional Church di Bethel (Bielefeld). Akan tetapi, sekolah 
tinggi itu pun ditutup paksa oleh polisi rahasia Jerman pada tahun 1939. 
Setelah peristiwa itu, Schlink menjadi kurator di Bethel dan mengemban beberapa 
jabatan pelayanan di Dortmund dan Bielefeld sampai berakhirnya Perang Dunia II. 
Selama di Bethel itulah tulisan-tulisan Schlink mengenai gerakan Teologi 
Lutheran Confessional muncul, dan karena tulisan-tulisan tersebut ia mendapat 
pengakuan internasional sebagai seorang pemikir aliran Lutheran pasca PD II.

Tak lama setelah Perang Dunia II berakhir, Schlink dicalonkan untuk menjadi 
pemimpin Gereja Westphalian dan memimpin seminar para pendeta di keuskupan, 
serta mengajar di sekolah teologi di Bethel. Bersama beberapa orang lainnya, 
Schlink mempersiapkan Konferensi Pemimpin Gereja di Treysa dan terus memberikan 
dorongan bagi Gereja Oikumene di Jerman dan orientasi gandanya, yaitu 
Confessional sekaligus Oikumene.

Pada awal tahun 1946, Schlink juga dicalonkan untuk memimpin Fakultas Teologi 
Sistematika di Heidelberg University. Perjuangan gereja-gereja dari berbagai 
denominasi selama perang serta pengalaman pribadinya, mendorong Schlink untuk 
mengarahkan pengajarannya-pengajarannya pada tugas-tugas oikumenis.

Pada tahun 1953-1954, Schlink menjabat sebagai rektor di Heidelberg University, 
dan dengan segera bekerja sama dengan dua panel oikumene, yaitu Ecumenical 
Study-Group of Catholic and Evangelical Theologians, dan Theological Commission 
for the Sacramental-Discussion of the Evangelical Church in Germany.

Sebagai pendiri dan penerbit, Schlink juga membentuk dua jurnal yaitu 
"Ökumenische Rundshau" dan "Kerygma und Dogma". Karena jasanya di bidang 
teologia dan bagi gereja, ia menerima gelar doktor kehormatan dari University 
of Mainz dan Edinburgh University pada tahun 1947 dan 1953, begitu pula dari 
Saint-Serge Institute of Orthodox Theology (Paris) pada tahun 1962.

Di level internasional, Schlink adalah anggota dari Study-Group of the 
Ecumenical Council of Churches dan Commission for Belief and 
Church-Constitution of the World Council of Churches (WCC). Sebagai pembicara 
dan anggota dari dewan pengurus lembaga tersebut dari tahun 1954-1975, ia 
bekerja pada Fakultas Pasca-sarjana di Bossey Ecumenical Institute di Céligny. 
Sementara itu, ia juga mengambil bagian sebagai anggota Senat Akademik dalam 
bidang penelitian teologia di Ecumenical Institute for Advanced Theological 
Studies di Tantur/Yerusalem selama tahun 1971-1980.

Pada tahun 1948, Schlink diutus sebagai delegasi untuk mengikuti Rapat 
Paripurna Dewan Oikumene Gereja-Gereja pertama yang diadakan di Amsterdam. Ia 
juga menjadi anggota komite penyusun panitia pertama dan juga panitia 
pelaksanaan Rapat Paripurna berikutnya. Ia juga memainkan bagiannya dalam rapat 
tersebut melalui presentasinya di Rapat Paripurna Gerakan Keyakinan dan 
Konstitusi Gereja ketiga yang dilaksanakan di Lund pada tahun 1952. 
Presentasinya yang berjudul "The Significance of the Eastern and Western 
Traditions for Christianity" (Signifikansi Tradisi Gereja Timur dan Barat bagi 
Kekristenan) mendapat penerimaan yang baik dari gereja-gereja Timur di 
Pertemuan Komite Inti WCC di Rhodes pada tahun 1959. Pada tahun yang sama, 
Schlink juga terlibat dalam diskusi resmi antara Gereja Injili Jerman dengan 
Gereja Orthodox Rusia.

Rapat Paripurna WCC yang ketiga pada tahun 1961 dilangsungkan di bawah 
bayang-bayang Konsili Vatikan yang kedua, yang berlangsung sejak tahun 1962. 
Pada musim gugur 1961, Schlink mengunjungi Secretary for the Promotion of Unity 
of Christians (Sekretaris bagi Kemajuan Kesatuan Umat Kristen) di Roma atas 
nama Gereja Injili Jerman dan mengambil bagian dalam konsili sebagai pengamat 
dan melaporkan jalannya konsili tersebut kepada dewan Gereja Injili Jerman. Ia 
menerbitkan laporannya pada tahun 1966 dalam buku berjudul "After the Council". 
Pada tahun 1968, Schlink mengikuti Rapat Paripurna WCC di Uppsala dan 
menerbitkan bukunya yang berjudul "Doctrine of Baptism" pada tahun 1969 yang 
muncul sebagai edisi terpanjang dalam kolom baptisan di Liturgy Compendium 
teologi praktika dan diterbitkan di dalam beberapa edisi yang terpisah.

Pada tahun 1971, Schlink menerima status emeritus dan kegiatan mengajarnya 
semakin dipersulit oleh dewan mahasiswa yang dipolitisir. Kemudian, pada tahun 
1975, sepuluh tahun setelah Konsili Vatikan yang kedua, ia menerbitkan fiksi 
berjudul "The vision of the Pope" menggunakan nama pena "Sebastian Knecht". 
Melalui novelnya ini, Schlink berusaha menggambarkan upaya gerakan oikumene.

Pada masa pensiunnya, Schlink bekerja lebih jauh lagi dalam membuat formulasi 
dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai proyek oikumene. Ia juga 
mengambil bagian dalam Working-Group for Ecumenical University Institutes dan 
meneliti signifikansi oikumenis dari Ausberg-Confession (Pengakuan Iman 
Ausburg) menjelang perayaan peringatan pengakuan tersebut pada tahun 1980. 
Kelompok kerja tersebut kemudian menerbitkan beberapa seri dialog antargereja 
pada tahun 1982, dan pada saat itulah Schlink menerbitkan dua volume tulisannya 
yang membahas doktrin eklesiologi dan sakramen bersama dengan Karl Lehmann. 
Selain aktivitas administratifnya, Schlink juga menulis karya terakhirnya yang 
berjudul "The Fundaments of Ecumenical Dogmatics" (Dasar-Dasar Dogmatika 
Oikumenis"). Sebenarnya, sejak di Bethel, Schlink sudah mengumumkan bahwa ia 
akan menyelesaikan dogmatika teologi dari aliran Lutheran Confessional, tetapi 
edisi pertama tulisannya tersebut baru dapat diterbitkan pada tahun 1983. 
Penundaan tersebut sebagian besar dikarenakan aktivitas mengajarnya, 
keikutsertaannya dalam Konsili Vatikan yang Kedua, dan konferensi-konferensi 
lainnya.

Edmund Schlink meninggal pada tanggal 20 Mei 1984. Orasi pemakamannya 
disampaikan oleh menantunya, Klaus Engelhardt, yang juga mantan uskup di Baden. 
Pada saat pidato memorialnya di Universitas Heidelberg (5 Desember 1984), dekan 
dari fakultas teologia, Gerhardt Rau, dan pengganti Schlink, Dietrich Ritschl, 
memberikan pengormatan atas jasa Edmund Schlink; tak hanya atas 
terjemahan-terjemahan karya beliau, tetapi juga atas hasil 
perundingan-perundingan yang pernah dilakukan beliau yang memiliki dampak 
internasional. Pada peringatan hari jadinya yang ke-100, pada 13 Februari 2003, 
ketua Ecumenical Institute pada saat itu, Christoph Schwöbel, kembali memberi 
penghargaan atas karya Schlink yang paling berpengaruh, "Ecumenical Dogmatics". 
Irmgard, istri Schlink, meninggal pada tanggal 6 Maret 2006. (t/Yudo)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Uni-Heidelberg.de
URL situs: 
http://www.uni-heidelberg.de/fakultaeten/theologie/oek/personen/schlink_en.html
Judul asli artikel: Biography of Edmund Schlink
Penulis:  Dr. Jochen Eber
Tanggal akses: 27 Februari 2014


PROFIL BANGSA: SAMOGHO DI MALI

Pendahuluan/Sejarah

Suku Samogho hidup di wilayah Mali, sebuah negara di Afrika, di dekat 
perbatasan Burkina Faso. Iklim di wilayah ini panas dan kering. Temperatur 
udara di sini dapat mencapai lebih dari 37 derajat Celcius. Suku-suku Samogho 
yang tinggal di Burkina Faso tersebar di hutan-hutan yang menyediakan tempat 
tinggal bagi mereka. Di hutan-hutan ini juga hidup satwa-satwa seperti kuda 
nil, kera, berbagai jenis serangga, dan burung.

Suku Samogho cenderung tinggal di dekat sungai karena tanaman di tepian sungai 
lebih lebat dan di sana tidak terlalu panas. Namun demikian, tepi sungai adalah 
habitat bagi lalat tsetse (yang menularkan penyakit tidur) dan lalat simulium 
(yang membawa penyakit kebutaan). Serangga-serangga ini membuat daerah di tepi 
sungai menjadi tidak layak huni dan membuat banyak orang Samogho menderita 
penyakit-penyakit tersebut.

Seperti Apa Kehidupan Mereka?

Bagi orang Samogho, rumah tangga mereka adalah unit ekonomi yang paling dasar. 
Desa mereka besar dan padat penduduk. Rumah-rumah mereka berbentuk segi empat 
dengan atap yang rata, hampir mirip dengan rumah-rumah suku tetangga mereka. 
Akan tetapi, suku Samogho memiliki lumbung berbentuk kubah yang lebih tinggi 
dari pagar desa mereka. Setiap desa Samogho memiliki setidaknya 100 lumbung 
seperti ini. Setiap desa orang Samogho dipimpin oleh seorang kepala desa; 
uniknya, otoritas sang kepala desa adalah atas klan atau keluarga-keluarga 
besar, bukan atas masing-masing rumah tangga dalam desanya.

Masyarakat Samogho berstruktur patrilineal, artinya garis keturunan setiap 
orang ditarik dari garis keturunan ayah mereka. Rumah mereka akan diwariskan 
kepada anak tertua dalam keluarga, sedangkan perabot rumah akan diwariskan 
kepada adik dari ayah. Struktur rumah tangga dari setiap anak laki-laki akan 
dimasukkan ke dalam rumah tangga ayah mereka.

Berbeda dari suku-suku di Afrika Barat lainnya, ketika seorang gadis Samogho 
menikah, keluarganya tidak mengharapkan "mas kawin". Sebaliknya, sang calon 
suami harus memberikan hadiah berupa hewan ternak seperti ayam atau kambing 
jauh sebelum hari pernikahan mereka. Dalam masyarakat Samogho juga dikenal 
sistem poligami.

Di Burkina Faso, suku Samogho hidup bertetangga dengan suku Mossi dan kedua 
suku ini sering terlibat perseteruan sehingga penyerangan dan serangan balasan 
sering terjadi di daerah mereka. Suku Mossi sering kali menjadi pihak yang 
menyerang terlebih dahulu, sedangkan suku Samogho sering menjadi pihak yang 
mengusahakan jalan damai.

Apa Kepercayaan Mereka?

Mayoritas orang Samogho mempraktikkan berbagai agama suku, sedangkan sisanya 
memeluk agama Islam. Seperti banyak suku di Afrika Barat, suku ini juga 
menyembah leluhur mereka. Mereka juga percaya adanya "dewa tertinggi" yang 
terlalu jauh dan tidak dapat disembah secara langsung. Karena itu, satu-satunya 
cara untuk menyembah dan melayani dewa tertinggi tersebut adalah dengan 
menyembah roh-roh. Itulah sebabnya orang Samogho terus-menerus menyembah 
patung-patung atau berbagai benda lainnya yang dipercaya sebagai rumah dari 
roh-roh tersebut. Mereka percaya bahwa pada gilirannya, roh-roh tersebut akan 
menyampaikan penyembahan mereka kepada sang dewa tertinggi atas nama suku 
mereka.

Apa Kebutuhan Mereka?

Ada beberapa upaya penginjilan yang dilakukan di tengah-tengah suku ini, tetapi 
baru ada sedikit orang Samogho asli yang menjadi Kristen. Mereka sangat 
membutuhkan doa dan penginjilan yang lebih lanjut supaya mereka dapat mengenal 
kasih Allah secara nyata.

Pokok-Pokok Doa:

1. Mintalah kepada Allah agar Ia mengirimkan para pekerja-Nya ke Mali untuk 
membagikan kasih Kristus kepada orang-orang Samogho.
2. Berdoalah agar Roh Kudus menganugerahkan hikmat dan pertolongan kepada 
berbagai badan misi yang sedang melayani di tengah-tengah suku Samogho.
3. Doakanlah orang-orang Samogho yang telah percaya supaya mereka dapat 
membagikan kasih Kristus kepada suku mereka dengan penuh keberanian.
4. Mintalah kepada Allah supaya Ia membangkitkan kelompok-kelompok doa yang 
akan membuka jalan melalui doa-doa syafaat yang dinaikkan demi suku ini.
5. Berdoalah agar muncul jemaat Samogho yang berkemenangan demi nama-Nya!
6. Doakanlah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa utama suku ini yang sedang 
berjalan.
7. Doakanlah usaha-usaha untuk mengenalkan Kristus kepada suku ini melalui film 
dan bahan-bahan audio. (t/Yudo)

Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: JoshuaProject.net
URL situs: http://www.joshuaproject.net/people-profile.php?rog3=ML&peo3=14677
Judul asli: Samogho in Mali
Penulis: tidak dicantumkan
Tanggal akses: 25 Februari 2014


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

Kirim email ke