Kalau tidak salah pada  awal awal  tahun 80 - 85  an pernah dilakukan study
di selat Sunda ini untuk pembangunan Jembatan selat sunda yang menghubungkan
Sumatra - Jawa ini, ada dua alternatif yaitu bikin jembatan atau bikin
terowongan ,kemudian diikuti beberapa studi selanjutnya.
Kalau dilihat letusan besar Krakatau 1883 dan sebelumnya juga pernah terjadi
ratusan tahun sebelumnnya (Th. 500 an  AD ) , maka  kalau kita ambil
misalnya pereode 300 tahunan, maka kemungkinan letusan besar baru akan
terjadi thn  2183 atau 175 an tahun lagi. Nah apakah kira kira masih aman
apabila jadi dibikin jembatan tsb ,( paling tidak bisa dipakai 150 tahun)
Disamping itu daerah ini kan termasuk "rawan" thd Gempa, dari sejarah
gempanya didaerah ini,  Mana yang paling berpotensi bahaya  thd bangunan
jembatan tsb apakah dari bahaya Krakatau atau Gempanya. Mungkin kalau
terhadap gempa bisa diantisipasi dg teknologi tahan gempa barangkali.


ISM



----- Original Message ----- 
From: "Awang Harun Satyana" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Friday, June 23, 2006 10:56 AM
Subject: [iagi-net-l] Krakatau Purba 535 AD : "a Super Colossal Eruption"


Senin 27 Agustus 1883 pukul 10.00 WIB adalah saat terakhir penduduk di
sekitar Selat Sunda melihat Matahari tengah naik ke puncaknya. Setengah jam
kemudian, mereka meregang nyawa diseret gelombang laut setinggi sampai 40
meter…Jumlah seluruhnya 36.417 orang berasal dari 295 kampung di kawasan
pantai Banten dan Lampung. Keesokan harinya dan keesokan harinya lagi,
penduduk sejauh sampai Jakarta dan Lampung tak melihat lagi Matahari – gelap
gulita. Apa yang terjadi di hari yang seperti kiamat itu adalah letusan
Gunung Krakatau di Selat Sunda. Suara letusannya terdengar sampai sejauh
4600 km dan di dengar di kawasan seluas 1/8 permukaan Bumi. Telah banyak
tulisan dan film di seluruh dunia dibuat tentang kedahsyatan letusan
Krakatau ini. University of North Dakota Volcanic Explosivity Index (VEI)
mencantumkan dua gunungapi di seluruh dunia yang letusannya paling hebat
dalam sejarah moderen : Krakatau 1883 (VEI : 6) dan Tambora 1815 (VEI : 7).
Dua-duanya ada di Indonesia, tak jauh dari kita. Semoga kita, bangsa
Indonesia – terlebih yang menamakan dirinya geologist, mengenal dengan baik
dua gunungapi ini.

Tetapi, banyak dokumen menunjukkan bahwa Krakatau 1883 bukanlah satu-satunya
letusan dahsyatnya. Sebelumnya, masih di Krakatau juga, ada letusannya yang
kelihatannya jauh lebih dahsyat lagi daripada letusan 1883, yang terjadi
pada masa sejarah, pada masa kerajaan-kerajaan Hindu pertama di Indonesia
tahun 400-an atau 500-an AD (Anno Domini, Masehi). Tentu saja letusan ini
tak banyak ditulis apalagi difilmkan sebab pengetahuan kita tentangnya masih
samar-samar, walaupun nyata. Adalah B.G. Escher (1919, 1948) yang
berdasarkan penyelidikannya dan penyelidikan Verbeek (1885) – dua-duanya
adalah ahli geologi Belanda yang lama bekerja di Indonesia – yang menyusun
sejarah letusan Krakatau sejak zaman sejarah – moderen.

Saat ini, di Selat Sunda ada Gunung Anak Krakatau (lahir Desember 1927,  44
tahun setelah letusan Krakatau 1883 terjadi), yang dikelilingi tiga pulau :
Sertung (Verlaten Eiland, Escher 1919), Rakata Kecil (Lang Eiland, Escher,
1919) dan Rakata. Berdasarkan penelitian geologi, ketiga pulau ini adalah
tepi-tepi kawah/kaldera hasil letusan Gunung Krakatau (Purba, 400-an/500-an
AD). Escher kemudian melakukan rekonstruksi berdasarkan penelitian geologi
batuan2 di ketiga pulau itu dan  karakteristik letusan Krakatau 1883, maka
keluarlah evolusi erupsi Krakatau yang menakjubkan (skema evolusi Krakatau
dari Escher ini bisa dilihat di buku van Bemmelen, 1949, 1972, atau di semua
buku moderen tentang Krakatau).

B.G. Escher berkisah, dulu ada sebuah gunungapi besar di tengah Selat Sunda,
kita namakan saja KRAKATAU PURBA yang disusun oleh batuan andesitik. Lalu,
gunungapi ini meletus hebat (kapan ? ada dokumen2 sejarah tentang ini,
ditulis di bawah) dan membuat kawah yang besar di Selat Sunda yang
tepi-tepinya menjadi pulau Sertung, Rakata Kecil dan Rakata. Lalu sebuah
kerucut gunungapi tumbuh berasal dari pinggir kawah dari pulau Rakata, sebut
saja gunungapi Rakata, terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunungapi
muncul di tengah kawah, bernama gunungapi Danan dan gunungapi Perbuwatan.
Kedua gunungapi ini kemudian menyatu dengan gunungapi di Rakata yang muncul
terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunungapi inilah yang disebut KRAKATAU.
Tahun 1680, gunung Krakatau meletus menghasilkan lava andesitik asam.
Tanggal 20 Mei 1883, setelah 200 tahun tertidur, sebuah erupsi besar
terjadi, dan terus-menerus sampai puncak erupsi terjadi antara 26-28 Agustus
1883 (Inilah letusan Krakatau 1883 yang terkenal itu). Erupsi ini telah
melemparkan 18 km3 batuapung dan abu volkanik. Gunungapi Danan dan
Perbuwatan hilang karena erupsi dan runtuh, dan setengah kerucut gunungapi
Rakata hilang karena runtuh, membuat cekungan kaldera selebar 7 km sedalam
250 meter. Desember 1927, ANAK KRAKATAU muncul di tengah-tengah kaldera.

Seberapa besar dan kapan erupsi KRAKATAU PURBA terjadi ? Inilah tujuan utama
tulisan saya kali ini. Tulisan2 yang berhasil dikumpulkan (buku2 dan paper2
lepas) menunjuk ke dua angka tahun : 416 AD atau 535 AD. Angka 416 AD adalah
berasal dari sebuah teks Jawa kuno berjudul ”Pustaka Raja Purwa” yang bila
diterjemahkan bertuliskan : ”Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari
Gunung Batuwara. Ada goncangan Bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir
dan kilat. Lalu datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh
badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung
Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air
menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau
Sumatra” . Di tempat lain, seorang bishop Siria, John dari Efesus, menulis
sebuah chronicle di antara tahun 535 – 536 AD, “ Ada tanda-tanda dari
Matahari, tanda-tanda yang belum pernah dilihat atau dilaporkan sebelumnya.
Matahari menjadi gelap, dan kegelapannya berlangsung sampai 18 bulan. Setiap
harinya hanya terlihat selama empat jam, itu pun samar-samar. Setiap orang
mengatakan bahwa Matahari tak akan pernah mendapatkan terangnya lagi” .
Dokumen di Dinasti Cina mencatat : ”suara guntur yang sangat keras terdengar
ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. (Semua kutipan diambil dari buku
Keys, 1999 : Catastrophe : A Quest for the Origins of the Modern Worls,
Ballentine Books, New York).

Itu catatan2 dokumen sejarah yang bisa benar atau diragukan. Tetapi,
penelitian selanjutnya menemukan banyak jejak-jejak ion belerang yang
berasal dari asam belerang volkanik di temukan di contoh-contoh batuan inti
(core) di lapisan es Antarktika dan Greenland, ketika ditera umurnya :
535-540 AD. Jejak2 belerang volkanik tersebar ke kedua belahan Bumi :
selatan dan utara.  Dari mana lagi kalau bukan berasal dari sebuah gunungapi
di wilayah Equator ? Kumpul-kumpul data, sana-sini, maka semua data menunjuk
ke satu titik di Selat Sunda : Krakatau ! Adalah letusan KRAKATAU PURBA
penyebab semua itu.

Letusan KRAKATAU PURBA begitu dahsyat, sehingga dituduh sebagai penyebab
semua abad kegelapan di dunia. Penyakit sampar Bubonic (Bubonic plague)
terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan telah
mengurangi jumlah penduduk di seluruh dunia. Kota-kota super dunia segera
berakhir, abad kejayaan Persia purba berakhir, transmutasi Kerajaan Romawi
ke Kerajaan Bizantium terjadi, peradaban South Arabian selesai, berakhirnya
rival Katolik terbesar (Arian Crhistianity), runtuhnya peradaban2 purba di
Dunia baru – berakhirnya negara metropolis Teotihuacan, punahnya kota besar
Maya Tikal, dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh
teka-teki. Kata Keys (1999), semua peristiwa abad kegelapan dunia ini
terjadi karena bencana alam yang mahabesar, yang sangat mengurangi cahaya
dan panas Matahari selama 18 bulan, menyebabkan iklim global mendingin.

K. Wohletz, seorang ahli volkanologi di Los Alamos National Laboratory,
mendukung penelitian David Keys, melalui serangkaian simulasi erupsi
KRAKATAU PURBA yang terjadi pada abad keenam Masehi tersebut. Artikelnya
(Wohletz, 2000 : Were the Dark Ages Triggered by Volcano-Related Climate
Changes in the Sixth Century ? – If So, Was Krakatau Volcano the Culprit ?
EOS Trans American Geophys Union 48/81, F1305) menunjukkan simulasi betapa
dahsyatnya erupsi ini. Inilah beberapa petikannya. Erupsi sebesar itu telah
melontarkan 200 km3 magma (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang 18 km3),
membuat kawah 40-60 km, letusan hebat terjadi selama 34 jam, tetapi terus
terjadi selama 10 hari dengan mass discharge 1 miliar kg/detik. Eruption
plume telah membentuk perisai di atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan
temperatur 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Begitulah, Escher dan Verbeek menyelidiki ada erupsi Krakatau Purba;
dokumen2 sejarah dari Indonesia (Pustaka Raja), Siria, dan Cina mencatat
sebuah bencana yang sangat dahsyat terjadi di abad 5 atau 6 Masehi; ice
cores di Antarktika dan Greenland mencatat jejak2 ion sulfate volkanik
dengan umur 535-540 AD, peristiwa2 Abad Kegelapan d seluruh dunia terjadi
pada abad ke-6, dan simulasi volkanologi erupsi Krakatau Purba : semuanya
kelihatannya bisa saling mendukung untuk a Super Collosal Eruption of
proto-Krakatau 535 AD.

Kalau benar, gunungapi itu hanya di Selat Sunda, tak jauh dari kita, semoga
kita mengenalnya dengan lebih baik, dan makin banyak ahli2 Indonesia yang
meneliti serta menuliskannya (sebab kini sedikit sekali bilangan ahli kita
yang mempelajari dan menuliskannya – cukup dihitung dengan jari-jari di satu
tangan !).

Salam,
awang


-- 
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.394 / Virus Database: 268.9.2/372 - Release Date: 6/21/2006



---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
-----  Call For Papers until 26 May 2006             
-----  Submit to: [EMAIL PROTECTED]    
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke