> 
> 
Good discussion 

Si-Abah

_______________________________________________________________> 

Mas Awang. 
> 
> Memang Kerta = di buat ? Kok beda
ya pengertian "kerto" menurut kamusku. 
> 
> 
> Kata "kerto", yang juga "karto, karta", berarti
tenteram, aman. Untuk 
> arti/maksud "membuat/dibuat",
lebih cocok dengan kata "karyo, karya". 
> Ini menurut
kamusku, karya Ronggowarsito (1870'an), yang di cetak ulang 
>
mungkin th 1990'an atau 2000'an. Kapan-kapan saya tuliskan tahun cetak 
> barunya, wong database (eh buku)-nya di rumah. 
> 
> Kemudian Yogyakarta, dari kata: 
> Ayodya (nama negara
terbagus di epos Ramayana, nama rajanya Sri Romo). 
> Mungkin di
ambil dari nama tempat di India. 
> Karta = aman 
> Adi =
bagus 
> Ningrat = darah-biru, priyayi. 
> 
>
Huruf Jawa Ha na ca ra ka, tak kenal A, kecualai harus di tulis Ha. 
> Jadilah Ayodyakarta Adi ningrat, di tulis dan dilapalkan
Ngayojokarto 
> Hadiningra. Ini menjadi Yoja, juga Jogya. 
> 
> Kata "kerto" nempel pada, misal: 
>
Surakarto, Kartosuro, Purwokerto, Purwakarta, Mojokerto, Jayakarta, 
> Kartomarmo. 
> 
> 
> Salam, 
>
Maryanto. 
> Salam Merdeka, 17 Agustus 1945-2007. 
> 
> -----Original Message----- 
> 
From: Awang Harun
Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
> Sent: Thursday, August 16,
2007 9:46 AM 
> To: iagi-net@iagi.or.id 
> Cc:
[EMAIL PROTECTED] 
> Subject: [iagi-net-l]
"Sirna Ilang Kertaning Bumi" - 1400 Caka/1478 
> Masehi

> 
> Berikut adalah ulasan saya menyambung tulisan
terdahulu tentang 
> Sandhyakala ning Majapahit, meramu sejarah
dan geologi. 
> 
> 
> 
> Sepeninggal
Mahapatih Gajah Mada (1364 Masehi/M) dan Raja Hayam Wuruk 
> (1389
M), kerajaan pemersatu Nusantara, Kerajaan Majapahit, pecah 
>
menjadi Kedaton Wetan dan Kedaton Kulon akibat sengketa keluarga yang 
> saling berebut kekuasaan. Pertengkaran keluarga terjadi. 
>
Kelompok-kelompok pendukung dibentuk untuk saling menggalang kekuatan, 
> bersengketa untuk merebut posisi2 kunci kekuasaan. Bau permusuhan
dan 
> saling curiga-mencurigai menebar di mana-mana di seluruh
wilayah 
> Majapahit, negeri tak terurus. 
> 
>

> 
> Akhirnya, bisul ketegangan itu pecah, perang antar
keturunan Hayam 
> Wuruk tak terhindarkan. Perseteruan antara
Wikramawardhana (menantu 
> Hayam Wuruk) dan Wirabbhumi (putra
Hayam wuruk dari seorang selir) 
> menyulut sebuah perang besar
yang sangat merusak sendi-sendi Majapahit : 
> Perang Paregreg
(1401-1406 M). 
> 
> 
> 
> Apa hasil
perang ? Majapahit kian melemah. Para pejabat kerajaan tak 
>
peduli lagi nasib negerinya. Alih-alih, mereka berlomba-lomba ber-aji 
> mumpung. Korupsi merajalela, krisis multidimensi terjadi.
Bertahun-tahun 
> kondisi semacam itu terjadi dan dibiarkan
terjadi. Lalu, beberapa dekade 
> menjelang tahun 1500 M,
Majapahit, kerajaan pemersatu Nusantara, runtuh 
> setelah berada
di bumi Jawa Timur hampir 200 tahun. Babad Tanah Jawi 
> mencatat
tahun keruntuhan Majapahit itu dalam suryasengkala "Sirna Ilang 
> Kertaning Bumi" yaitu 1400 caka atau 1478 M. 
> 
> 
> 
> Penelitian2 kesejarahan dan geologi yang
pernah dilakukan di wilayah 
> Majapahit, delta Brantas,
menyimpulkan bahwa kemunduran Majapahit selain 
> disebabkan
perseteruan keluarga juga dapat dihubungkan dengan mundurnya 
>
fungsi delta Brantas yang didahului oleh rentetan bencana geomorfologis

> yang salah satunya pernah tercatat dalam Babad Pararaton :
bencana 1296 
> Caka (1374 M) "pagunung anyar" yang
pernah saya tafsirkan sebagai erupsi 
> gunung lumpur (argumennya
pernah saya tulis di milis ini beberapa bulan 
> yang lalu,
silakan dicek). Bencana ini terjadi pada tahun-tahun terakhir 
>
pemerintahan Hayam Wuruk. Diduga bahwa bencana serupa terjadi beberapa 
> kali pada periode setelah Hayam Wuruk tiada. Penelitian Nash, ahli

> geohidrologi Belanda, dipublikasi pada tahun 1932 (James Nash
-1932 , 
> "Enige voorlopige opmerkingen omtrent de
hydrogeologie der Brantas 
> vlakte - Handelingen van 6de Ned.
Indische Natuur Wetenschappelijke 
> Congres") bisa menjadi
acuan tentang bagaimana dinamiknya bumi di bawah 
> Majapahit itu.
Rentetan bencana terjadi, sementara negeri tak terurus 
> karena
pejabatnya sibuk berkorupsi, apalagi kalau tak runtuh. 
> 
> 
> 
> Yang ingin saya ulas kali ini adalah soal
suryasengkala "Sirna Ilang 
> Kertaning Bumi" yang dalam
penafsiran saya bisa menunjukkan dan 
> menguatkan cerita bencana
seperti yang tercatat pada Babad Pararaton di 
> atas. 
>

> 
> 
> Menurut ahlinya (Suwito, 2006), sengkala
berasal dari kata "saka kala" 
> (tahun saka) yang
diberi imbuhan - an kemudian menjadi sengkalan. 
> Sengkalan
didefinisikan sebagai angka tahun yang dilambangkan dengan 
>
kalimat, gambar, atau ornamen tertentu. Bangsa barat menyebutnya sebagai

> kronogram. Mengapa untuk menyebut angka tahun digunakan kalimat
? Sebab, 
> para leluhur kita memaksudkannya agar para generasi
penerus mudah 
> mengingat peristiwa yang telah terjadi pada tahun
yang dimaksud. Jadi, 
> sengkalan punya dua maksud : angka tahun,
dan peristiwa apa yang terjadi 
> tahun itu. Saya pikir ini suatu
cara yang sangat cerdas warisan leluhur. 
> Karena tahun
Caka/Syaka/Saka menggunakan garis edar Matahari sebagai 
>
refererensi, maka suka disebut surya sengkala. Kalau tahun Jawa atau 
> tahun Hijriyah, maka suka disebut candrasengkala karena menggunakan

> garis edar Bulan sebagai referensi (candra = Bulan). 
>

> 
> 
> Para leluhur sudah menyusun aturan2
sedemikian rupa untuk menjadi 
> pedoman bagaimana membuat
suryasengkala. Karena sengkalan menggunakan 
> kalimat sebagai
angka, maka kata-kata tertentu punya "watak bilangan" 
>
atau "watak kata-kata" masing2. Berikut adalah aturannya
(diterjemahkan 
> dari bahasa Kawi atau Jawa). Angka 1 : benda
yang jumlahnya hanya satu, 
> benda yang berbentuk bulat, manusia.
Angka 2 : benda yang jumlahnya ada 
> dua, misalnya tangan, mata,
telinga. Angka 3 : api atau benda berapi. 
> Angka 4 : air dan
kata-kata yang artinya "membuat". Angka 5 : angin, 
>
raksasa, panah. Angka 6 : rasa, serangga, kata-kata yang artinya 
> "bergerak". Angka 7 : pendeta, gunung, kuda). Angka 8 :
gajah, binatang 
> melata, brahmana. Angka 9 : dewa, benda yang
berlubang. Angka 0 : 
> hilang, tinggi, langit, kata-kata yang
artinya "tidak ada". Demikian 
> pedoman singkat dari
Suwito (2006). Aturan lainnya adalah bahwa 
> sengkalan punya
sandi, yaitu kata terakhir di kalimat sengkalan menjadi 
> angka
urutan pertama, sedangkan kata pertama di kalimat sengkalan 
>
menjadi angka urutan terakhir pada tahun sengkalan. 
> 
>

> 
> Mari kita analisis "Sirna Ilang Kertaning
Bumi". Bila dilihat watak 
> kata-kata dan watak bilangannya,
maka "sirna" = hilang = angka 0, "ilang 
> =
hilang" angka 0, "kertaning/kerta ning" = dibuat =
pekerjaan membuat = 
> angka 4, "bumi/bhumi" = bumi =
angka 1. Analisis sengkalan ini harus 
> didampingi buku2 kamus
Jawa Kuno (Kawi) susunan Poerwadarminta, 
> Wojowasito, atau
Purwadi. Suryasengkala "Sirna Ilang Kertaning Bumi" = 
>
0041, ingat aturan sandi sengkalan, maka tahun yang dimaksud dengan 
> "Sirna Ilang Kertaning Bumi" adalah 1400 Caka atau 1478
M. Sengkalan 
> "Sirna Ilang Kertaning Bumi" dimaksudkan
pengarang Babad tanah Jawi 
> untuk menggambarkan
runtuhnya/hilangnya Kerajaan Majapahit pada tahun 
> 1400 Caka
atau 1478 M. 
> 
> 
> 
> Ada yang menarik
di sini : "Kertaning Bumi" Kerta/Karta = 
>
dibuat/dijadikan. Misalnya : Jayakarta = dibuat jaya/berhasil, 
>
Yogyakarta = dibuat baik (seyogyanya = sebaiknya). Maka, "kertaning

> Bumi" terbuka untuk ditafsirkan "dibuat (oleh)
Bumi" atau "dibuat (di) 
> Bumi". Kata
"ning" dalam bahasa Kawi bisa banyak punya arti sebagai kata 
> depan atau kata pembuat kata kerja. 
> 
> 
> 
> Apakah "Sirna Ilang Kertaning Bumi" bisa
ditafsirkan "Hilang Musnah 
> Dibuat Bumi" ?
"Dibuat Bumi", kita bisa menduganya : bencana dari Bumi. 
> Kaitkan ke Babad Pararaton, bencana itu adalah Pagunung Anyar alias

> erupsi gununglumpur. Wallahualam Bisawab ! Hanya Tuhan yang
Tahu, tetapi 
> kronik sejarah macam Babad Tanah Jawi, Babad
Pararaton, Kunci sandi 
> Sengkalan, dan geologi Delta Brantas
kini dan dulu cukup kuat menunjuk 
> bahwa bencana alam adalah
faktor penting yang harus ditelusuri dalam 
> Sandhyakala ning
Majapahit - Senja Kala di Majapahit. 
> 
> 
> 
> Salam Merah Putih (salam Gula Kelapa dalam terminologi Majapahit,
gula 
> merah = merah, kelapa=putih, lihat buku Moh. Yamin: 6000
Tahun Merah 
> Putih) ! 
> 
> 
> 
> awang 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>
----------------------------------------------------------------------------

> Hot News!!! 
> EXTENDED ABSTRACT OR FULL PAPER
SUBMISSION: 
> 228 papers have been accepted to be presented; 
> send the extended-abstract or full paper 
> by 16 August
2007 to [EMAIL PROTECTED] 
> Joint Convention Bali 2007 
> The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention
and 
> Exhibition, 
> Bali Convention Center, 13-16
November 2007 
>
----------------------------------------------------------------------------

> To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id 
> To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id 
> Visit IAGI Website:
http://iagi.or.id 
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: 
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta 
> No. Rek: 123
0085005314 
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) 
> Bank BCA KCP. Manara Mulia 
> No. Rekening: 255-1088580 
> A/n: Shinta Damayanti 
> IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ 
> IAGI-net
Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi 
>
--------------------------------------------------------------------- 
> 
> 

Kirim email ke