Kearifan Lokal Basis Kelola Karst
Pengalaman Masyarakat Panduan Pengelolaan Lingkungan Lestari

Yogyakarta, Kompas - Kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat untuk
menjaga kelestarian karst dijadikan salah satu basis pengelolaan kawasan
karst Gunung Sewu. Praktik konservasi tradisional akan disandingkan dengan
pengelolaan lingkungan karst melalui kegiatan pendidikan dan perekonomian.

Panduan aksi pengelolaan kawasan karst Gunung Sewu itu dibahas oleh Tim
Kementerian Lingkungan Hidup dan Forum Karst Goenoeng Sewoe (FKGS) di
Yogyakarta, Kamis (21/8). Panduan itu diharapkan bisa dilaksanakan mulai
akhir 2009 di seluruh kawasan karst yang membentang dari DI Yogyakarta
hingga Jawa Timur.

Eko Haryono, pakar karst pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada,
menjelaskan kearifan lokal merupakan salah satu kekuatan penyelamatan
lingkungan yang efektif. Masyarakat memiliki berbagai cara untuk menjaga
kelestarian alam yang sudah dipraktikkan ratusan tahun. Cara-cara
tradisional itu akan diinventarisasi dan dihidupkan kembali melalui
kelompok-kelompok konservasi.

Salah satu kelompok yang aktif menyelamatkan lingkungan karst adalah
Perkumpulan Masyarakat Wediombo Lestari (Permasi) di Gunung Kidul. Kelompok
ini bergerak pada penyelamatan sumber daya air karst, tanaman penahan abrasi
pantai, dan terumbu karang. Masyarakat biasanya mengembangkan aturan menanam
10 pohon jika menebang satu pohon. Pengalaman masyarakat melestarikan
lingkungan itu akan disusun menjadi panduan pengelolaan lingkungan lestari,
ujar Eko.

Persebaran goa

Forum Karst Goenoeng Sewoe juga membahas tiga kelompok panduan pengelolaan
karst, yaitu pembuatan kriteria kawasan karst, penyusunan panduan
pemanfaatan goa, dan identifikasi tingkat kerusakan karst. Kriteria kawasan
karst perlu ditentukan secepatnya untuk merespons dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Kriteria kawasan karst harus dijabarkan secara jelas karena ditetapkan masuk
kawasan lindung. Berdasarkan PP itu tidak ada lagi klasifikasi karst kelas
I, II, dan III, yang selama ini memicu kontroversi karena ada peluang untuk
penambangan, ucap Eko. Persebaran goa di kawasan karst juga akan
dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi. Goa bisa dikelola menjadi obyek
ekowisata dan pendidikan. Penyusunan panduan pengelolaan goa ini digarap
oleh Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta dan Himpunan
Kegiatan Speleologi Indonesia (Hikespi). Bagus Yulianto, anggota ASC,
menilai wisata penelusuran goa semakin banyak diminati. Akan tetapi, wisata
goa sering tidak melibatkan masyarakat sekitar. ASC merintis wisata goa di
Dusun Blimbing, Umbulrejo, Ponjong, Gunung Kidul, dengan menjadikan
masyarakat sebagai pelaku. (ANG)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/22/11074438/kearifan.lokal.basis.kelola.karst
.

Kirim email ke