Kata kuncinya:  "Kini mereka mampu menginformasikan gempa ke masyarakat
hingga 5-20 detik sebelum gempa melanda suatu wilayah".  Artinya bukan
meramal gempa yang akan terjadi tapi membuat sistem yang dapat
memberitahukan masyarakat secara instan SETELAH terjadi gempa, tapi sebelum
gelombang gempanya sampai ke lokasi.

Masa iya di Padang sistem seperti sudah dipasang sih? Belum dengar tuh.
Mungkin prinsipnya kalo kita punya alat seperti acceloerometer yang di-set
kalau ada getaran melebihi treshold tertentu langsung kirim infonya ke
sistem (jadi tidak melewati proses penentuan episenter gempa, magnitude
gempa dsb)

DHN

 

From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Wednesday, March 09, 2011 11:31 PM
To: IAGI; Forum HAGI; geologi...@googlegroups.com
Subject: [iagi-net-l] Deteksi Dini Gempa di Jakarta

 

Ada yg tahu tehnis deteksi ini menggunakan alat apa ya ?

RDP

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem deteksi dini gempa yang dibangun di Sumatera
Barat rencananya juga akan dibangun di Jakarta. Sistem yang diadopsi dari
Jepang itu diharapkan mampu menginformasikan gempa sebelum tiba. Namun,
lebih penting dari itu adalah menyiapkan masyarakat siaga bencana.

Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Prih Harjadi menyampaikan hal itu saat bertemu dengan peneliti Asian
Disaster Reduction Center (ADRC), Takako Chinoi, dan perwakilan Pemerintah
Jepang, Kayashima Kiyoshi, di Jakarta, Selasa (8/3).

"Setelah sistem deteksi dini gempa (early earthquake warning/EEW) selesai
dibangun di Sumbar, tahun berikutnya akan dibangun di Jakarta," katanya.

Jakarta memiliki riwayat gempa besar dan tsunami saat letusan Gunung
Krakatau tahun 1883. "Ancaman Krakatau mungkin masih ratusan tahun lagi,
tetapi kita juga perlu waspada terhadap ancaman gempa dari patahan tektonik
sekitar Jakarta," katanya.

Sebagaimana disampaikan pejabat senior Japan Meteorological Agency (JMA),
Takeshi Koizumi, Jepang sukses membangun sistem EEW itu sejak 2007. Kini
mereka mampu menginformasikan gempa ke masyarakat hingga 5-20 detik sebelum
gempa melanda suatu wilayah.

Kesiapsiagaan masyarakat

Sistem deteksi dini gempa dan tsunami sangat dibutuhkan, tetapi tidak akan
berfungsi optimal tanpa ada kesiapsiagaan warga menghadapi bencana.

"Informasi beberapa detik itu tidak akan berguna jika masyarakat tidak
siap," kata Bambang Rudyanto, penasihat senior ADRC. Oleh karena itu, kata
dia, pendidikan soal bencana harus menjadi prioritas dalam upaya mitigasi
bencana di Indonesia, selain peningkatan infrastruktur.

Bambang mengatakan, di Jepang pendidikan bencana telah dimasukkan dalam
kurikulum pendidikan untuk siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Masyarakat Jepang pun sangat siap begitu peringatan bencana disampaikan.

"Misalnya untuk anak setingkat sekolah dasar, ada buku yang menceritakan
tentang bencana- bencana di Jepang pada masa lalu. Tujuannya untuk
mengingatkan agar mereka terus waspada karena bencana itu bisa terjadi
lagi," katanya.

Selain itu, setiap murid sekolah juga diajarkan tentang bagaimana jika
bencana terjadi, misalnya ketika terjadi gempa harus berlindung di bawah
meja. "Minimal satu tahun sekali ada simulasi bencana di sekolah-sekolah,"
katanya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Sutopo Purwonugroho mengatakan, sistem peringatan gempa dan tsunami
di Jepang bisa berjalan dengan baik karena tingginya kesiapsiagaan
masyarakat. "Selain bagusnya jaringan infrastruktur dan informasi, budaya
masyarakat menjadi faktor penting. Masyarakat Jepang lebih taat hukum dan
disiplin," katanya.

Sutopo membandingkan dengan sistem peringatan dini tsunami yang disampaikan
BMKG saat gempa melanda Mentawai tahun lalu yang tidak sampai ke masyarakat.
BMKG sudah mengirimkan peringatan potensi tsunami 4 menit lebih 46 detik
setelah gempa Mentawai. Namun, hal itu tidak banyak bermanfaat karena
tsunami bisa datang nyaris bersamaan dengan informasi itu.

"Tsunami di Indonesia banyak yang sumbernya lokal. Misalnya di Mentawai yang
datang hanya 5-10 menit setelah gempa," katanya.

Pada situasi itu, kata Sutopo, kuncinya masyarakat harus segera lari agar
selamat. Begitu ada gempa yang cukup kuat dirasakan, mereka segera menjauh
dari laut seperti dilakukan masyarakat Simeulue, Aceh, dengan smong-nya. Di
sana sistem deteksi dini gempa dan tsunami menjadi bagian budaya masyarakat
lokal.

Masukkan kurikulum

Sutopo menambahkan, salah satu yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat adalah memasukkan pendidikan bencana dalam
kurikulum sekolah. Kementerian Pendidikan Nasional sudah menyiapkan
kurikulum soal bencana dan direncanakan selesai tahun 2011. Namun, BNPB
belum banyak dilibatkan.

"Saya menemukan beberapa literatur untuk anak-anak sekolah belum
komprehensif menyampaikan soal bencana. Selain itu, pengetahuan guru soal
bencana juga masih harus ditingkatkan lagi," katanya.(AIK) 


http://sains.kompas.com/read/2011/03/09/16372223/Deteksi.Dini.Gempa.di.Jakar
ta

-- 
"Success is a mind set, not just an achievement"



Kirim email ke