Sebaiknya hasil geolistrik itu ditampilkan disini, beserta peta topografi 
detail serta lintasan dari survey geolistrik itu, lengkap dengan peta index 
atau koordinatnya.
Sulit membayangkan apa yang dibahas  Laporan Tim Katastropik Purba. "A picture 
is worth a thousand words"
RPK
  ----- Original Message ----- 
  From: bosman batubara 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Friday, February 17, 2012 8:31 PM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba


  Ah... tampilan laporan lengkapnya enggak menarik. Tadinya aku pikir 
attachment PDF yang dilay-out bagus, ada ilustrasi, foto2 dan caption yang 
menarik, ternyata cuma body text yang benar2 bikin malas baca. Kok tim yang 
bekerja di bawah koordinasi Stap Khusus Presiden "Laporan Lengkap"-nya enggak 
menarik ya? 


  tabik
  bosman batubara 



------------------------------------------------------------------------------
  From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
  To: IAGI <iagi-net@iagi.or.id>; geologi...@googlegroups.com 
  Sent: Friday, February 17, 2012 1:09 AM
  Subject: [iagi-net-l] Fwd: Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba



  FYI


  ---------- Forwarded message ----------
  From: e_ridzky <e_rid...@yahoo.com>
  Date: 2012/2/16
  Subject: Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba
  To: Ketua IAGI - Rovicky <rovi...@gmail.com>



  *Tujuan tim tidak mencari piramid*


  Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba

  Bermula meneliti data kebencanaan di masa silam, Tim Katastropik Purba 
menguak peradaban di masa silam yang musnah.

  Tim Katastropik Purba bentukan Staf Khusus Presiden telah merampungkan riset 
awal. Tim ini meneliti apakah ada keterkaitan antara kejadian bencana di masa 
silam dengan peradaban masa lalu untuk dibandingkan di masa kini. Tim ini 
terdiri dari DR. Danny Hilman, DR. Andang Bachtiar, DR. Budianto 'Didit' 
Oentowirjo, DR. Wahyu Triyoso, DR. Irwan Meilano, DR. Hamzah Latief, Ir. Wisnu 
Ariestika dan Ir. Juniardi. 

  Pada awalnya tim ini menjadikan objek utama riset melalui data kebencanaan 
dan anomali Gunung Sadahurip dan beberapa situs yang terkubur karena diduga 
kuat karena bencana. Dengan segala kehati-hatian, serta pengujian 
alat/teknologi yang digunakan, maka tim juga mengembangkan riset di beberapa 
tempat lain seperti Banda Aceh, Trowulan dan situs megalitikum Gunung Padang.

  Karena di Gunung Padang hasil uji teknologi menunjukkan kemiripan dengan 
Gunung Sadahurip, maka tim memutuskan untuk terlebih dahulu melakukan tahap 
pengeboran untuk membuktikan uji teknologi. Hasilnya ternyata membuktikan bahwa 
ada kesesuaian antara uji teknologi dan hasil pengeboran. 

  Di Gunung Padang tim menemukan bangunan yang terpendam berupa man made 
structures. Hasil yang didapat di Gunung Padang sekaligus mengalibrasi obyek 
riset utama yaitu Gunung Sadahurip yang direncanakan pengeborannya dilakukan 
pada bulan Maret ini. 

  Laporan Riset Gunung Padang

  1. Dari analisis morfologi Gunung Padang jelas memperlihatkan Gunung Padang 
seperti sebuah gundukan besar di kaki sebuah punggungan dari Gunung Karuhun 
(perbukitan tinggi di selatan Gunung Padang). Artinya, interpretasi geologi 
yang paling mungkin adalah gunung api purba atau intrusi batuan beku. Tapi 
apakah demikian? Dari hasil survei lintasan Geolistrik (memakai SuperSting R8) 
tidak mendukung interpretasi geologi ini. 

  Ada beberapa lintasan geolistrik yang dibuat: Dua lintasan dengan spasing 
elektroda 3m dan 8m untuk penampang Utara-Selatan, tiga lintasan dengan spasing 
elektroda 1m, 4m, 10m untuk penampang Barat-Timur (catatan: spasing elektroda 
3m dengan jumlah electrode 112 depth of penetrationnya ~ 60m, yang 8m sampai 
200 m-an). Singkatnya, data geolistrik tidak memperlihatkan struktur intrusi 
magma, volcanic plug ataupun gunung purba, melainkan satu geometri yang sangat 
unik dan sepertinya tidak alamiah. Inti gambaran subsurface Gunung Padang. Dari 
atas 0 - ~20m adalah lapisan horizontal dengan resistivity ratusan Ohm-meters.

  Di bawah itu ada lapisan dengan resistivity ribuan Ohm-meters (warna merah) 
dengan tebal sekitar 20-30meter, miring ke Utara tapi anehnya bagian atas 
lapisan miring ini seperti "terpancung rata" (di kedalaman 20 meteran itu) dan 
membaji pas di ujung selatan Situs. Ini mengindikasikan bahwa dari depth 20 
meter ke atas adalah man-made structures. Lapisan merah diduga adalah batuan 
keras massif - batuan andesit-basalt. Di bawah lapisan merah adalah lapisan 
batuan yang low-resistivity - kemungkinan berpori dan ber-air. 

  Tapi yang unik adalah adanya bentukan biru besar membulat di bawah situs yang 
sangat rendah resistivitasnya (mendekati 1 atau true conductor). Keunikan tidak 
berhenti di situ, di bawah si biru bulat itu ada lapisan dengan resistivitas 
tinggi (merah) - batuan keras yang berbentuk seperti cekungan atau "cawan 
raksasa" yang posisinya kira-kira sekitar 100 meter dari puncak atau sedikit di 
bawah level tempat parkir di permulaan tangga untuk naik ke situs. Penampakan 
cawan ini sangat konsisten terlihat di lintasan Utara-Selatan dan Barat-Timur. 
Sama sekali tidak terlihat ada indikasi "feeding dukes" atau leher intrusi di 
Penampang geolistrik.

  Dugaan lapisan 20 meter ke bawah dari atas situs adalah man-made structures 
ditunjang oleh survei GPR di atas Situs. survei GPR dilakukan berbagai lintasan 
di semua Teras 1-5 dengan memakai antenna MLF 40 MHz dari SIR-20 GSSI yang 
dapat menembus kedalaman sampai sekitar 25-30 meteran. Dari survei GPR terlihat 
ada bidang very high reflector di kedalaman sekitar 3-5 meter dari permukaan di 
semua teras. Bidang ini sangat horizontal dan juga membentuk undak-undak 
seperti situs di atasnya. Di bawah bidang ini struktur lapisan tidak kalah 
unik. Ada lapisan melintang yang memotong lapisan-lapisan horizontal -tidak 
mungkin ada struktur geologi seperti ini apalagi di bukit 'vulkanik'. 
Singkatnya, penampang georadar sangat mendukung interpretasi struktur bangunan 
sampai kedalaman 20 m.

  Struktur di bawah situs ini berundak juga mengikuti struktur teras situs yang 
terlihat di permukaan. Dari berbagai lintasan geolistrik 2D sangat mungkin 
bahwa sampai ke kedalaman sekitar 100 meter, yaitu sampai ke struktur batuan 
keras berbentuk Cawan adalah bangunan atau paling tidak tubuh batuan alamiah 
yang sudah dipermak manusia. Hasil survei geolistrik 3-D pada situs di atas 
puncak yang dimaksudkan untuk mendapatkan sub-surface structure yang lebih 
detil. Survei 3-D ini mencakup hampir seluruh luas situs (memakai spacing 5m 
dibuat 4 lines Utara Selatan dengan electrode 112 buah - atau setiap line ada 
28 electroda). Depth of dari survei 3-D ini mencapai kedalaman 25 meteran. 
Hasil 3-D dapat meng-iluminasi struktur di bawah situs dengan baik. Yang 
membuat terkesima adalah kenampakan tiga tubuh very-high resistivity (lebih 
dari 50.000 ohm.m) di bawah Teras 1, 2, dan 5.

  Dengan nilai resistivitas setinggi ini kemungkinannya ada dua: tubuh sangat 
solid/pejal atau merupakan ruang ("CHAMBER"). Yang paling mungkin adalah Ruang 
hampa udara ("The Chamber of secret"). Dimensi chamber tersebut kelihatannya 
sangat besar. Hasil survei geomagnet yang dilakukan dengan peralatan GEM 
Overhauser yang sangat sensitive yang biasa dipakai untuk survei arkeologi. 

  2. Hasil pemboran di Gunung Padang. Ada dua titik yang di pilih: Bor satu di 
ujung Selatan Teras 3, Bor ke dua di samping Selatan Teras 5. Sebenarnya dua 
lokasi bor yang dipilih bukan titik "Jack-pot" yang seharusnya di-bor, misalnya 
persis di atas Chamber atau anomaly high magnetic-nya. Hal ini dikarenakan 
lokasi-lokasi ini di atasnya dipenuhi tumpukan kolom andesit situs yang "tidak 
boleh dipindahkan". Kami mendapat ijin bor dari pihak berwenang tapi belum 
diperbolehkan untuk memindahkan bebatuan situs. Walaupun demikian, hasil 
pemboran sudah cukup untuk membuktikan dugaan struktur bangunan dan juga sukses 
dalam mengkalibrasi hasil survei georadar dan geolistrik. 

  Pada Lubang Bor 1: dari permukaan sampai kedalaman kira-kira 3 meter terdapat 
perlapisan susunan kolom andesit 10-40 cm (yang dibaringkan) diselingi lapisan 
tanah. Setiap kolom andesit ini dilumuri oleh semacam semen (sama seperti yang 
ditemukan waktu trenching dinas kepurbakalaan tahun 2000 sampai kedalaman 1.8 
meter). Sewaktu menembus 3m kami mendapat surprise karena tiba-tiba drilling 
loss circulation dan bor terjepit. Yang dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal 
sungai (epiklastik) yang berbutir very well rounded setebal 1 meteran (Note: 
Rupanya bidang tegas yang terlihat pada GPR itu di kedalaman 3-5 meter di semua 
Teras adalah batas dengan permukaan hamparan pasir ini). Dari sudut teknik 
sipil, diperkirakan hamparan pasir ini dimaksudkan sebagai peredam guncangan 
gempa. 

  Bagian di bawah kedalaman 4m yang ditembus bor ditemukan berupa selang seling 
antara lapisan kolom andesit yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Lapisan kolom 
andesit yang ditata itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi miring 
(catatan: ini sesuai dengan survei GPR yang memperlihatkan bahwa perlapisan ada 
yang horizontal dan ada yang miring). Baru dikedalaman sekitar 19 meter bor 
menembus tubuh andesit yang kelihatannya massif tapi penuh dengan fractures 
sampai kedalaman sekitar 25 meter (note: sesuai dengan penampang geolistrik 
bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang terpancung itu). 
Banyak ditemukan serpihan karbon, diantaranya ditemukan di kedalaman sekitar 
18m yang lebih menguatkan bahwa lapisan batuan dan tanah yang ditembus bukan
  endapan gunung api alamiah tapi struktur bangunan. 

  Bor ke-dua yang dilakukan persis di sebelah selatan Teras 5 menembus tanah 
(yang seperti tanah urugan sampai kedalaman sekitar 7 meter. Kemudian ketemu 
batuan andesit keras. Di kedalaman 8 m terjadi hal mengejutkan - Total Loss, 
40% air di drum langsung tersedot habis. Hal ini berlangsung sampai kedalaman 
10 m. Inilah target utama-nya - tubuh very high resistivity yang terlihat jelas 
di Geolistrik 3-D. Mata bor menembus rongga yang diisi pasir (kering) yang 
luarbiasa keseragamannya seperti hasil ayakan manusia. Di bawahnya ketemu lagi 
dua rongga yang juga terisi pasir 'ayakan' itu diselingi oleh 'tembok' andesit 
yang sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman 15m.

  Hasil preliminary dari analisis carbon radiometric dating dari banyak 
serpihan arang yang ditemukan dikedalaman sekitar 3.5m. menunjukkan umur Carbon 
Dating sekitar 5500 tahun yang kalau dikonversikan ke umur kalender adalah 
sekitar 6700 tahun BP atau sekitar 4700 SM, jauh lebih tua dari umur Pyramid 
Giza yangsekitar 2800 SM. Masih banyak analisis yang sedang dilakukan untuk 
mencapai hasil yang lebih solid lagi, termasuk penentuan umur carbon dating 
dibeberapa horizon stratigrafi.

  SINOPSIS BOR: Berhasil melakukan kalibrasi survei Georadar dan Geolistrik. 
Satu diantaranya yang penting bahwa tubuh high resistivity yang terlihat di 
geolistrik adalah rongga yang di lokasi Bor-2 rongga ini sebagian terisi oleh 
pasir 'ayakan' yang sangat kering. 

  3. Konstruksi tumpukan batu Gunung Padang bukan pekerjaan sembarangan tapi 
hasil olah arsitektur yang luar biasa. Setelah dilakukan studi banding ke 
Michu-Pichu (bangunan Piramid Maya di Peru) seorang arsitek yang meriset di 
Gunung Padang Pon Purajatnika (mantan ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jabar) 
berkesimpulan bahwa arsitektur G.Padang persis sama dengan Michu Pichu. Beliau 
juga sudah membuat rekonstruksi Situs Gunung Padang di atas bukit. Sketsa 
imajiner arsitektur G.Padang dari puncak sampai dasar
  Sungai Cimanggu ~200m - Yaitu sebuah Piramid - ala Maya - yang sangat besar.

  Laporan Riset Gunung Sadahurip 

  Gunung Sadahurip kini menjadi pembicaraan dimana-mana. Eksplorasi lebih 
lanjut, termasuk pengujian/kalibrasi dengan (coring) sumur bor tahap yang masih 
diperlukan untuk memastikan Gunung Sadahurip sebagai man made structures secara 
scientific, meskipun hasil uji teknologi yang ada, terlihat kemiripan hasilnya 
dengan gunung padang. Tim mendahulukan Gunung padang karena salah satu 
pertimbangannya sebagai pengujian kalibrasi disamping alasan teknis lainnya di 
gunung padang tidak menyedot perhatian. Direncanakan pada bulan maret nanti 
tahap pengeboran dilakukan

  Laporan Riset Trowulan

  Untuk survei di Trowulan, memperlihatkan bahwa dari hasil survei Georadar dan 
pemboran tangan dangkal juga analisa carbon dating ditemukan bahwa (jejak) 
kanal besar yang disimpulkan oleh para arkeolog dibuat pada Jaman Majapahit 
ternyata posisinya ada di bawah "ketidakselarasan" struktur batamerah Majapahit 
di (dekat) permukaan, atau dengan kata lain kanal itu dibuat oleh peradaban 
sebelum Majapahit. Hasil carbon dating menunjukan bahwa umur dari lapisan 
peradaban di bawah Majapahit itu sekitar 600 SM. Dari berbagai singkapan karena 
penggalian tanah yang diambil untuk industri pembuatan bata ditemukan banyak 
struktur sisa bangunan dari batamerah di bawah lapisan Majapahit yang tertimbun 
oleh endapan lumpur mirip Lumpur Sidoarjo / Lumpur Lapindo. Di singkapan lain 
ada juga reruntuhan batamerah (pra-Majapahit) yang tertimbun endapan seperti 
lahar.

  Konferensi Internasional 
  Tim diundang oleh panitia Konferensi Internasional di Bali yang 
diselenggarakan Fakultas Kebudayaan UI untuk menjadi pembicara mendampingi Prof 
Sthephen Oppenheimer pada Konferensi Internasional Kebudayaan di Sanur Bali 
yang dihadiri oleh banyak kalangan dan ahli diberbagai bidang termasuk 
arkeologi dari dalam negeri dan manca Negara. Setelah Oppenheimer memberikan 
Keynote Speaker-nya, Tim yang diwakili DR Danny Hilman dan DR Andang Bachtiar 
memberikan presentasi tentang hasil-hasil penelitian Tim Studi Bencana 
Katastropik Purba dengan materi yang sama seperti di tgl 7 (Sarasehan ekspose 
publik dari riset yg dilakukan, ada 200 lebih ilmuwan yang hadir dari 500 
undangan yang datang).

  Pada Paparan di Bali dimoderatori arkeolog kondang Dr. Agus Arismunandar. 
Hadir juga Dr. Ali Akbar, ahli arkeologi yang spesialis Jaman Pra Sejarah. Tim 
mendapat dukungan dan banyak masukan berharga dari kedua arkeolog ini. 
Sambutannya hadirin luarbiasa. Di akhir presentasi Dekan Fak Kebudayaan UI 
menyatakan kegembiraannya bahwa katanya penemuan-penemuan ini,khususnya di 
Gunung Padang, adalah sangat fenomenal. Diharapkan hal ini akan menjadi pemicu 
untuk studi-studi baru menguak masa silam Indonesia. Secara spontan, dekan UI 
mengatakan idenya untuk mengembangkan Program Pasca dan Lab Arkeologi dengan 
tambahan metoda Arkeo-geologi seperti yang diterapkan oleh Tim Katastropik. 
Rencana ini langsung mendapat sambutan positif dari Rektor UI, yang juga hadir 
mengikuti seminar dengan antusias.

  Prof Oppenheimer yang diminta komentarnya oleh moderator menyatakan kagum dan 
sangat menikmati presentasi hasil penelitian Gunung Padang. Beliau bilang: " I 
am really impressed that you have done all the geological-geophysical surveis 
so thouroughly and carefully with an amazing result. I would love to hear the 
next progress In my next visit to Indonesia, I would certainly will come to 
visit Gunung Padang." Cerminan kerendahan hati seorang ilmuwan, setelah 
sebelumnya di Jakarta beliau menyatakan "skeptical" tentang penemuan ini kalau 
belum melihat data dan analisanya.

  Semoga bermanfaat.

  Wass,
  ER

  

------------------------------------------------------------------------------

  From: "e_ridzky" <e_rid...@yahoo.com> 
  Date: Thu, 16 Feb 2012 15:33:54 +0000
  To: Ketua IAGI - Rovicky<rovi...@gmail.com>; IAGI<iagi-net@iagi.or.id>
  ReplyTo: e_rid...@yahoo.com 
  Cc: refere...@yahoogroups.com<refere...@yahoogroups.com>; 
alumni_gamais_...@yahoogroups.com<alumni_gamais_...@yahoogroups.com>
  Subject: Re: Tulisan menarik peneliti Budaya UI




  Setuju mas. 
  Memang budaya sains, dan mengembangkan masyarakat 'ilmiah' tidak semudah 
membalik tangan rupanya. Apalagi tentang sebuah penemuan yg 'baru' atau masih 
berupa hipotesis. Tentu kalangan sainstis tidak boleh taklid 'buta', dan baik 
skeptis seperti sikap mas Prof. Oppenheimer ketika ditanya wartawan ttg 
Sadahurip. Beliau menjawab, belum pasti karena belum melihat kesana (meneliti 
Sadahurip).

  Selain itu, tentu kita pun tetap pada 'rel' bidang keahlian yg diemban saat 
ini, kebumian. Tidak memberikan luang tarik-menarik dunia gemerlap politisi 
sbgmn kita lihat pada akhir-akhir ini di berbagai media. Kondisi spt ini, 
terlihat betapa para saintis dan kalangan ilmuwan kita, belum menjadi menara 
api bagi pengambil kebijakan, terutama bagi masyarakat awam, khalayak.

  Dunia sainstis kita masih menjadi menara gading yg tinggi, tak terjangkau 
oleh kalangan awam. Ia tersandera oleh kemegahan dan kenyamanannya sendiri. 
  Wass,
  ER

  

------------------------------------------------------------------------------

  From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> 
  Date: Thu, 16 Feb 2012 22:14:23 +0700
  To: e_rid...@yahoo.com<e_rid...@yahoo.com>; IAGI<iagi-net@iagi.or.id>
  Cc: refere...@yahoogroups.com<refere...@yahoogroups.com>; 
alumni_gamais_...@yahoogroups.com<alumni_gamais_...@yahoogroups.com>
  Subject: Re: Tulisan menarik peneliti Budaya UI


  Waaa, 
  Kalau skeptis itu memang bawaannya saintist. Sains itu diawali dengan 
keraguan bukan semangat dan keyakinan. Jadi kalau ada yg sekptis pada sesuatu 
penemuan bukan berarti ybs menolak. Secara mudah orang skpetis itu baru akan 
mengikuti atau menyetujui adanya hipotesa baru bila sudah menemukan evidence. 
Tanpa evidence kok sudah meyakini sebauh penemuan karena ditemukan si anu yg 
terkenal berarti itu taklid buta ....  Sains ndak mengenal hal taklid seperti 
itu. Banyak saintis bergelar doktor yg tidak sepaham dengan promotornya .... 
Dan sains itu tidak ada loncatan besar yng datangnya "ujug-ujug mak pluk".
  Mohon maaf saja .... Sains itu jalannya thimik-thimik, bukan berlari kencang. 
Mirip seperti proses evolusi, pelan tapi pasti.

  Nah budaya riset yg menurun itu bukan karena skeptis Tapi mungkin pesimistis 
pada hasil yg akan diperoleh. Saintis murni melakukan penelitian seringkali 
bukan karena tujuan, tapi karena keingintahuan. Ketiadaan rasa ingin tahu bukan 
berarti pesimis atau skeptis loo. Bisa saja tidak menarik karema kemasan atau 
pengungkapan yang rumit. 

  Yang penting menurut saya, seorang peneliti sejati seringkali tidak 
memperdulikan dampak dari temuannya ... Sikapnya adalah "persistent" dalam 
bahasa mudahnya "tekun" dalam melakukan riset. Jangan membayangkan atau 
memikirkan hasilnya akan menggelegar. Kebanyakan penemuan besar didunia tidak 
disadari oleh penemunya. Jadi kalau anda telah menemukan sesuatu, jangan punya 
harapan anda akan mendapatkan hasilnya secara instant. No. No .... Bukan 
seperti itu "reward" atau penghargaan yang diperoleh oleh seorang penemu 
sejati. Ketika nanti manusia menyadari, barulah "nama" anda akan dikenal dan 
"dikenang". Syukur-syukur didoakan, ilmu yg bermanfaat adalah sebuah amal 
jariah.

  Kalau anda menemukan sesuatu ikhlas saja dengan apa yg ditemukan. Memang 
kalau diamati, hanya penemuan yg berlanjut yang bermanfaat. Jadi satu hal lain 
yang penting adalah sikap dari si peneliti ketika menemukan hasil risetnya. 
Sikap "low profile", lembah manah, sopan, membuat orang memberikan apresiasi 
atas penemuan dan kalau diteruskan maka penemuan itu menjadi sebuah ilmu yg 
bermanfaat. Yang seperti ditulis diatas, menjadi amal jariah.

  So,
  Kalau anda merasa menemukan sesuatu, uNgkapkan saja apa adanya sejujurnya. 
Duniapun Sekarang tahu bahwa bukan Darwin yg menemukan teori evolusi, dia 
Hanyalah mengembangkan dan menuliskan, namun saat ini semua tahu bahwa Lamark, 
juga Wallace lebih duluan mengemukakan ide evolusi yang fenomenal ini. Malah 
Darwin yg akhirnya dicaci oleh orang yg "tersinggung" karena penemuan teori 
evolusi. 

  Salam riset

  Rdp

  On Thursday, February 16, 2012, e_ridzky <e_rid...@yahoo.com> wrote:
  >
  > Jangan kapok Jadi Peneliti di Indonesia
  > (Quo Vadis Budaya Riset?)
  >
  > Oleh: Lily Tjahjandari*
  >
  > Berbagai polemik seputar keberadaan piramida di Garut di ruang media massa 
yang padat dengan aksi serang menyerang antar ilmuwan untuk mempertahankan 
logika hasil riset bahwa ada sesuatu yang bermakna di balik gunung Garut patut 
dicermati dengan perasaan prihatin.
  >
  > Pertama, prihatin bahwa masyarakat Indonesia tampaknya memang belum siap 
dengan berbagai hipotesa temuan ilmiah yang dinilai mencengangkan dan berusaha 
secara skeptis menolak, kedua yang sangat memprihatinkan adalah ketika serangan 
datang bukan dari masyarakat awam melainkan dari perwakilan akademisi yang 
terlalu dini untuk mengartikulasikan penolakan bahkan melalui lontaran-lontaran 
pendapat yang bernada sinis.
  >
  > Dunia akademisi selayaknya mengisyaratkan bahwa segala sesuatu yang belum 
diketahui manusia dapat ditelaah secara ilmiah dan membuka ruang kemungkinan 
bahwa suatu hipotesa layak dibuktikan. Manusia diciptakan untuk mencari, hal 
itu yang menjadi dasar bagi Plato melalui perumpamaan Hoehlengleichnis 
(perumpamaan gua). Manusia yang di hidup di gua tidak mampu menangkap hal-hal 
yang berada di luar gua, namun mereka berusaha meraba melalui bayangan-bayangan 
yang tampak yang dipantulkan dari yang masuk ke dalam gua dan mereka berusaha 
menjelaskan tentang keberadaan benda-benda di luar gua.
  >
  > Esensi pencarian kebenaran memang tampaknya tidak selalu berujung 
penerimaan positif masyarakat, bahkan sejak masa Galileo Galilei, Christoporus 
Columbus hingga Charles Darwin, hipotesa ilmiah memng sering berbenturan dengan 
persepsi subyektif. Namun kadang kebenaran tidak bisa terhindarkan bahkan saat 
sang perintis telah lama tiada. Filsafat Aufklaerung mengemuka dengan pemikiran 
Descartes “ Cogito Ergo Sum” mematahkan pandangan kolot masa kegelapan di 
Eropa. Bahwa segala sesuatu tampak mungkin dan memang sah untuk dibuktikan, 
perkembangan pesat Aufklaerung di Eropa didukung oleh kematangan berpikir 
masyarakat dan lebarnya ruang artikulasi ilmiah.
  >
  > Hipotesa ilmiah layak didiskusikan melalui forum-forum pemikiran yang 
matang, dan bukan forum-forum saling mengecam serta merendahkan. Apakah kita 
harus mengulang persitiwa Columbus dan tidak mengambil pelajaran darinya? 
Jutaan cercaan harus dihadapi columbus saat memperjuangkan hipotesa bahwa bumi 
memang bulat.
  >
  > Kita hidup di masa ratusan tahun setelah peristiwa itu dan semestinya ruang 
artikulasi pemikiran sudah melampaui kematangan. Masyarakat Indonesia menunggu 
para pemikir nasional yang mampu melakukan terobosan untuk masa mendatang, dan 
tentu apa yang diungkapkan oleh para peneliti piramida bukan hanya bersandar 
pada kepentingan saat ini, namun juga mewakili visi bangsa ke depan. Usaha 
untuk mengupas identitas dan mencari kemungkinan kehidupan di masa lampau 
selayaknya dihargai dan diberukan ruang untuk mengartikulasikan pemikiran. Hal 
ini tentu sungguh bertolak belakang dengan apa yang terjadi di luar Indonesia, 
konkritnya mungkin bagaimana masyarakat barat tidak serta merta memandang 
skeptis fenomena extraterrestrial. Bahkan mereka mencoba mendekati berbagai 
temuan dan mendirikan berbagai pusat riset untuk menjawab 
kemungkinan-kemungkinan tersebut, seperti UFO Studies Center yang menjamur di 
Amerika dan Eropa. Melihat kenyataan tersebut, tampaknya kita perlu 
merenungkan, apakah kita akan terus bertikai di dalam perjalanan mencari 
identitas kita sendiri, seperti kasus penemuan piramida di Garut dan juga 
hipotesa tentang gunung Padang? Dan bukan melalui ruang-ruang diskusi yang 
hangat dan membuka celah-celah pemikiran baru yang mendukung kemajuan bangsa. 
Entah kapan budaya riset yang sinergis menjadi budaya di kalangan masyarakat 
Indonesia khususnya ilmuwan.
  >
  > *Penulis adalah peneliti dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI
  > 

  -- 
  "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"




  -- 
  "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"






  __________ NOD32 5559 (20101024) Information __________

  This message was checked by NOD32 antivirus system.
  http://www.eset.com

Kirim email ke