RENUNGAN IDA ARIMURTI JUM’AT 26 AGUSTUS 2005 : Macet di Pinggir Sawah

Pikirkan segala sesuatu dari kebalikannya! Ini nasihat, bukan datang dari
orang bijak, tapi dari tetangga saya, sopir bus kota. Artinya, tak butuh
menjadi orang bijak untuk boleh memberi nasihat. Artinya lagi, tak perlu
menunggu orang bijak untuk menunggu nasihat yang jitu. Nasihat yang karena
cuma datang dari tetangga, dan sopir bus kota pula, maka saya lupa
menggubrisnya. Sebuah tindakan yang keliru dan segera mendatangkan karma.

Pagi itu, kami demikian gembiranya karena hendak berlibur bersama keluarga.
Anak-anak demikian gaduh, sibuk berbenah, memasukkan apa saja, selain bekal
juga bantal dan boneka mereka. Tindakan yang terpuji jika tidak diikuti oleh
ketercelaan sebagai penutupnya: anak-anak kami itu juga pamer kepada
teman-teman kampungnya. Bahwa ia akan pergi ke desa, ketemu saudara, akan
mampir sini-mampir situ, membeli ini membeli itu, nanti melihat ini melihat
itu, asyik deh pokoknya. Sebuah pameran yang disambut sorot mata takjub
anak-anak tetangga, yang masih terlalu murni untuk bisa menyembunyikan rasa
irinya, termasuk anak sopir bus kota yang pernah menasihati saya.

Tapi sudahlah, namanya juga anak-anak. Yang sedang iri maupun yang sedang
menyulut rasa iri, harus sama-sama disayangi. Singkat cerita, berangkatlah
kami dengan gembira di sekujur suasana. Anak-anak bercanda dan bernyanyi,
sementara orang tuanya telah membuat desain, betapa senang perjalanan nanti,
betapa heboh setelah sampai di rumah saudara, karena lama ia merindukan
kami. Sebagai obat rindu, mereka pasti akan memanjakan kami sekeluarga.
Memasak apa saja yang kami minta, meluangkan waktu untuk mengantar ke mana
saja kami pergi, dan pasti telah menyiapkan semua jenis kebutuhan yang
membuat kami bahagia.

Jika Anda penyuka sambal, pasti akan sangat memahami kegembiraan kami ini,
karena sambal bikinan saudara saya itu enaknya setengah mati. Ia juga
pembuat sayur terong yang dahsyat. Sayur dengan santan tebal, dengan taburan
cabe sebesar-besar jempol yang dibiarkan utuh bercampur di sekujurnya,
ditambah dengan irisan tempe busuk, tempe *expired date*, tapi jika yang
busuk adalah tempe, ternyata malah membawa keajaiban baru. Sebuah kebusukan
yang mendatangkan candu! Saking busuk dan pedasnya, tapi karena saking
lezatnya sayur ini, maka kami menyebutnya sebagai sayur iblis! Di seluruh
dunia, hanya saudara saya ini yang sanggup membuat sayur iblis sejahat dan
selezat itu!

Tapi semua imajinasi ini pelan-pelan meleleh ketika kami mulai lepas ke luar
kota. Jalan raya ternyata padat sekali. Sudah padat, ada perbaikan jalan
lagi. Sudah ada perbaikan yang membuat kami harus antre, ada tabrakan lagi.
Macet total! Di menit-menit pertama kami cuma bertanya-tanya ada apa.
Menginjak jam pertama kami mulai gundah dan jam-jam berikutnya cuma berisi
derita. Anak-anak telah lama kehilangan senda gurau mereka. *Make up* istri
telah menjadi begitu kacaunya dan saya sendiri telah menjadi orang frutrasi.
Sedikit saja muncul gara-gara, terbakar rasanya seluruh kepala.

Sebuah kemacetan yang luar biasa. Suara klakson tak berarti lagi, dan yang
bisa kami lakukan adalah putus asa dan berdiam diri. Padahal panas sedang
terik-teriknya. Keringat berleleran di mana-mana tak peduli sedingin apapun
AC mereka. Saking putus asanya kami yang sedang dipanggang terik dan
kemarahan ini sampai melupakan bahwa kami macet di pinggir sawah, dengan
parit kecil berair begitu jernihnya. Dan di samping parit ini, seorang
petani tua tengah bersandar di gubuk kecilnya. Sesekali ia, matanya
memandang jauh ke hamparan sawah-sawah yang hijau merata. Sesekali ia
memandangi kami, orang-orang celaka ini dengan sorot mata iba.


Begitu dekat jarak kami, tapi betapa jauh bedanya keadaan kami. Di jalan
ini, orang-orang sedang berjejal dan terpanggang derita seperti dalam
neraka, tapi cuma sejengkal di sisi kami, ada hamparan yang begitu
kosongnya, dengan petani kecil ditelan sawah begitu luasnya. Sebuah keluasan
yang segera mencibir kami, orang-orang kota, karena kamilah, yang dalam
sehari-hari menggusuri petani ini. Menciptakan kesempitan bagi hidup mereka
dengan mencaploki sawah-sawahnya untuk kami bikin vila-vila, untuk memakai
daerah-daerah resapan menjadi tempat peristirahatan pribadi. Kamilah pihak
yang bergaya hidup bak pembawa wabah sampar yang menular, yang membuat
generasi baru enggan lagi menjadi petani karena kemiskinan yang melilit
mereka, kemiskinan dengan kami sebagai pendukung prosesnya. Sekarang, di
tengah kemacaten ini, kami sedang menikmati karma kami sendiri. Kamilah
pembuat kepadatan ini, dan kami pula yang harus menjadi penghuni, dengan
petani tua itu sebagai saksi.


Oleh: Prie GS

 



=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================




SPONSORED LINKS
Fm radio Station 2 base radio station way
Business plan radio station Cb radio base station Radio station advertising


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke