Satu lagi ulah oknum TNI….. Jadi jangan
sebut institusinya ya, atau TNI-nya tapi oknum TNI, setiap ada kasus yang
melibatkan TNI pasti disebutnya oknum, mungkin sudah ada 90%oknum TNI yang berprilaku
tidak wajar jadi TNInya tinggal 10%
dong…….. auh ahh gelap…….!!!
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=5622
Kolonel Bunuh Hakim saat Sidang
Juga Bunuh
Mantan Istri, karena Kalah Gugatan Gono-gini
SIDOARJO - Ruang sidang PA (Pengadilan Agama) Sidoarjo
kemarin siang berdarah-darah. Kolonel Laut M. Irfan
yang tidak dapat menerima putusan hakim tiba-tiba mengamuk. Dia menusuk
Eka Suhartini, mantan istrinya yang baru dia cerai, dan Ahmad Taufik, hakim
anggota, dengan pisau komandonya hingga tewas.
Peristiwa mengerikan itu terjadi pukul 13.30 WIB di ruang
sidang 2. Saat itu, majelis hakim yang terdiri atas
tiga orang baru saja membacakan putusan atas gugatan Irfan terhadap Eka.
Guru militer (gumil) di Kodikal Morokrembangan
Surabaya itu menuntut separo dari harta milik bersama mereka.
Gono-gini yang digugat tentara berusia 50 tahun itu adalah
rumah dan tiga mobil. Rumah seluas 390 m2 beserta
isinya bernilai Rp 1 miliar lebih tersebut terletak di Jl Taman Asri Utara Blok
D2-60, Perumahan Pondok Candra Indah, Waru, Sidoarjo. Mobilnya
adalah Toyota Kijang, Honda Accord, dan Suzuki Escudo yang ditaksir bernilai Rp
240 juta. "Ini sidang ke-18 dengan acara
pembacaan amar putusan," kata M. Muhyidin, panitera pengganti pada sidang
tersebut.
Awalnya, sidang lancar. Irfan dan
Eka duduk satu bangku. Perempuan berumur 43 tahun itu
duduk di sebelah kiri Irfan di barisan kedua. Mereka menyimak dengan tekun ketika hakim di depannya
mulai membacakan putusan. Majelis hakim terdiri atas hakim ketua Basuni serta
dua hakim anggota Taufik dan M. Thoha. Bangku barisan terdepan diduduki Endang,
kerabat Eka, dan Ahmad Rifai, pengacara Irfan.
"Majelis hakim tidak mengabulkan gugatan klien saya yang menuntut separo
dari nilai rumah," ujar Rifai. "Harta
gono-gini berupa mobil tidak dituntut karena sudah habis selama masa
perkawinan," sambungnya. Menurut sumber di
PA Sidoarjo, hakim tidak mengabulkan gugatan Irfan karena harta tersebut memang
tidak seluruhnya harta bersama. "Sebagian adalah
harta bawaan Eka yang diperoleh dari warisan orang tuanya yang kaya,"
ungkap sumber itu.
Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim menanyakan
tanggapan penggugat. Pertanyaan disampaikan secara
langsung kepada Irfan maupun lewat pengacaranya. Irfan
menjawab belum memahami diktum-diktum dalam amar putusan yang dibacakan majelis
hakim.
Demi memenuhi permintaan penggugat, majelis hakim kembali
membacakan amar putusan yang isinya dianggap tidak menguntungkan Irfan
tersebut. Saat majelis hakim membacakan amar putusan
yang kedua itu, Irfan mendadak bangkit dari tempat duduknya, lalu mendekati
Eka. Kemudian, sambil mengomel, dia mencabut pisau
komando yang terselip di pinggangnya. "Kami
sebelumnya nggak tahu penggugat (Irfan) bawa pisau," ujar Muhyidin.
Tanpa sempat dicegah, Irfan menghunjamkan pisau komandonya ke
dada Eka. Ibu dua anak itu berhasil mengelak. Namun, perempuan cantik beranak dua itu tak berhasil menghindari
serangan lanjutan. Eka yang bertubuh kecil itu jatuh
karena didorong mantan suaminya yang bertubuh tinggi besar tersebut. Sehingga, Irfan leluasa menusukkan pisaunya beberapa kali ke tubuh
putri mantan Wagub AAL Laksamana Pertama TNI R. Soetoro itu. Tiga tusukan melukai Eka. Yaitu, di pundak, punggung, dan
pinggang sebelah kanan.
Perbuatan sadis Irfan tersebut menakutkan semua orang
yang hadir di ruang sidang. Mereka
berhamburan keluar berusaha menyelamatkan diri dari amukan Irfan. Tak terkecuali majelis hakim. "Saya
dan Pak Thoha lari lewat pintu belakang ruang sidang," ungkap Basuni.
Namun, Taufik justru mendekat dan berusaha melerai. "Sebelumnya saya berusaha menolong Bu Eka. Tapi, saya terpelanting karena kibasan tangan Pak Irfan," kata
Endang. Saat Taufik menelungkupkan diri untuk
melindungi tubuh Eka, Irfan melancarkan serangannya. Satu
tusukan pisau mendarat telak di pinggang kanannya. Darah
berceceran di lantai ruang sidang tersebut.
Setelah menumpahkan amarahnya, Irfan berupaya melarikan diri.
Dia buru-buru menuju Toyota Kijang kapsul miliknya.
Mobil cokelat susu nopol L 2217 H tersebut diparkir di
halaman kantor PA. Tapi, dia tertangkap massa yang berdatangan
setelah mendengar kegaduhan tersebut. Perwira menengah TNI-AL itu tak luput
dari amuk massa sebelum
diamankan petugas. Seluruh wajahnya bengkak. "Dia sudah akan naik mobil. Tapi,
orang-orang berteriak agar mencegahnya," ujar seorang pegawai PA.
Kapolres Sidoarjo AKBP Unggung Cahyono menjelaskan, kasus
pembunuhan hakim itu langsung ditangani Pomal karena tersangkanya adalah
seorang anggota TNI-AL aktif. "Kami dari
kepolisian cukup membantu pengamanan TKP, barang bukti, maupun memintai
keterangan saksi-saksi," ungkapnya.
Beberapa hakim langsung melarikan
Taufik dan Eka ke RSUD Sidoarjo. Tapi, karena luka-lukanya sangat parah,
keduanya akhirnya meninggal. Taufik mengembuskan napas terakhir saat perjalanan
ke rumah sakit. Eka meninggal beberapa saat setelah di rumah sakit.
Tak Puas, Ada Upaya Hukum Lain
Pembunuhan terhadap hakim di PA Sidoarjo itu disesalkan aparat penegak hukum di
Jakarta. Jajaran pejabat MA (Mahkamah Agung) mendengar informasi tersebut
ketika rapat kerja nasional (rakernas) di Denpasar kemarin. "Seluruh korps
kehakiman dan jajaran MA tentu menyesalkan sekaligus memprihatinkan peristiwa
tersebut. Kita tahu berita duka itu dari rapat pleno tadi sore (kemarin),"
tutur Direktur Hukum dan Peradilan MA Suparno saat dihubungi Jawa Pos dari
Jakarta kemarin. Ketua MA Bagir Manan, semua ketua muda (tuada), hakim agung,
dan perwakilan pimpinan ketua pengadilan ikut hadir dalam rakernas tersebut.
MA langsung merespons tindakan main hakim sendiri tersebut. Yakni, dengan
menginstruksikan Ketua PT (Pengadilan Tinggi) Jawa Timur untuk menyusun laporan
kronologis. "Kita juga menyerahkan pengusutan kasus tersebut kepada pihak
kepolisian. Saya secara pribadi berharap pelakunya diproses sesuai hukum yang
berlaku," jelas Suparno.
Dia menegaskan, peristiwa itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, dalam
setiap proses peradilan dimungkinkan berbagai upaya hukum yang bersifat
perlawanan jika sebuah putusan dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Apalagi, sidang pembacaan putusan berlangsung terbuka untuk umum
sehingga jauh dari kesan tidak transparan.
"Jangan main hakim seperti itu. Kalau yang kecewa melakukan kekerasan, tentu kita tidak punya lagi
mekanisme untuk memperoleh keadilan," tegas Suparno dengan nada tinggi.
Apakah kurangnya pengamanan juga menjadi pemicu insiden
tersebut? Suparno membantah.
Menurut dia, tidak semua proses persidangan harus mendapatkan pengawalan ketat
pihak kepolisian. "Ini perkara perdata, apalagi sidang
di PA yang membahas perceraian dan pembagian harta gono-gini. Sesuai prosedur memang tidak ada pengamanan. Ya, seperti umumnya persidangan perdata," jelas Suparno.
Persidangan yang mutlak diamankan adalah kasus pidana seperti terorisme,
pembunuhan, perkara nonpidana menyangkut pilkada, dan perkara lain yang
dikhawatirkan mengganggu jalannya persidangan.
Lebih jauh Suparno menyatakan, MA mempertimbangkan kemungkinan memberikan
pengamanan khusus terhadap proses persidangan tertentu yang dinilai rawan
gangguan keamanan, khususnya dari kasus perdata. Hakim kelak
bisa meminta bantuan kepolisian untuk mem-back-up jalannya persidangan.
(sat/wko/agm)