Title: Message
Betul Pak....
 
saya aja memutuskan pulang ke indonesia dari inggris, meskipun premiere league-nya sangat memikat hati, tapi saya nggak bisa nemu pecel yang enak di sana.......
bagaimanapun masih lebih enak di negeri sendiri, tapi saya juga paling sebel sama orang-orang yang pernah mencicipi pendidikan dan cara hidup di luar negri tapi salah meng-arsob cara hidup disana, jadinya pulang kesini yg dibawa gaya hidup diluar negri....padahal hidup disana itu berat lho...serba DIY. Tapi anehnya, DIY tadi nggak banyak kebawa pulang ke indo, tapi yang dibawa adalah gaya modis, gaya hedonis-nya...dll..dll....memang, nggak semua begitu. Dan, saya juga nggak nyalahin orang-orang indonesia yang sangat pintar-pintar yang hidup diluar negri dan bekerja disana. Bukannya mereka nggak mau pulang,orang-orag pinta ini, terutama dari lingkungan akademik, sangat perhatian denga tanah airnya. Tapi, penghargaan dari pemerintah kita untuk orag-orang pintar yang bisa memajukan indonesia ini adalah nol besar.....wajar saja kalau mereka tetap disana, mengasah oak disana, karena disana mereka bisa mendapatkan resource dan akses untuk penelitian dan karya-karya mereka.....
 
salam,
doni
-----Original Message-----
From: idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of Sugiarto
Sent: Tuesday, November 15, 2005 7:54 AM
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Subject: RE: [Ida-Krisna Show] Hidup di Luar Negeri ga seindah yg banyak orang kira -- Hidup di Eropa juga Muahaaal........

Mbak Ida,
 
Terima kasih sharing infonya, meski mau bangkrut mendingan tetap tinggal di Indonesia........ Info tambahan dari saya harga bensin (premium) di Norwegia atau Denmark adalah Rp 20,000,- per liter, bayar tol untuk jembatan terpanjang di dunia yang menghubungkan kota Odense - Copenhagen Rp 350,000,- sekali lewat, belum lagi yang lebih dahsyat adalah pajak penghasilan di Denmark: 67,5%, artinya kalau anda punya salary U$D 10,000, maka gaji real yang dibawa pulang hanya U$D 3,250 saja, memang untuk biaya sekolah dari SD sampai universitas free of charge, tetapi harga textbook mahal-mahal, juga biaya untuk kost rumah sangat mahal.
 
Wass,
Sugiarto
-----Original Message-----
From: idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Ida arimurti
Sent: Monday, November 14, 2005 8:02 PM
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Ida-Krisna Show] Hidup di Luar Negeri ga seindah yg banyak orang kira

Hidup di Luar Negeri ga seindah yg banyak orang kira

 

PIKIR-PIKIR KALAU MAU HIDUP DI LUAR NEGERI (FAJRI-AMERIKA)

"Halo pembaca KCM,
Melihat banyaknya pembaca di Indonesia yang mendambakan hidup di luar
negri, Saya mau berkomentar mengenai hidup/bekerja di luar negri versi
saya di Amerika. Kebanyakan para pembaca mendambakan hidup di luar
negri dikarenakan ukuran finansial dan gengsi. Dibawah ini adalah
pandangan dan cerita saya dari Amerika buat para pembaca:

Saya ini bekerja di Amerika Serikat pada sebuah perusahaan investment
terbesar di dunia. Saya sekarang menjabat sebagai Corporate Accountant
di perusahaan ini. Setelah merasa mapan, saya menikahi gadis Amerika
berdarah Swedia yang juga seorang Akuntan. Dihitung dari jumlah
penghasilan, hidup kami sangatlah sejahtera. Dengan penghasilan 6
figure per tahun ini, saya telah melewati gaji rata-rata di Amerika.
Karena saya masih muda (29th) begitu pula istri saya (25th), kami
tidak berencana untuk memiliki anak dulu, melainkan kami berencana
untuk terus mengejar karir.

Orang tua saya di Indonesia sangat bangga dengan kesuksesan saya,
apalagi pada saat mereka terima kiriman uang dari kami. Cerita ini
memang terdengar sangat manis padahal dibalik cerita madu ini ada
banyak tantangan dan kebahagiaan milik orang itu ternyata berbeda.

Setelah lulus SMA, saya berkesempatan kuliah di Melbourne, Australia.
Ini terjadi karena orang tua saya mendapat uang gusuran tanah.
Kebanyakan teman di kampung saya, menggunakan uang hasil gusuran ini
untuk dibelikan motor atau mobil. Karena dana kuliah saya sangat
terbatas, saya bersedia bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah
café dari jam 5PM hingga jam 1AM setiap hari walaupun kuliah saya
mulai dari jam 8AM hingga jam 2PM. Saya bekerja 28 jam lebih dari izin
kerja yang tertulis di Visa student.

Selama kuliah, saya tidak pernah punya dana untuk pulang kampung. Uang
hasil kerja, selalu saya bayarkan untuk sewa apartement, listrik, gas,
pangan, buku dll. Hampir 5 tahun, saya menderita lahir dan batin; saya
selalu kurang tidur, takut dideportasi karena kelebihan jam kerja,
kurang makan, kurang hiburan, rindu dengan keluarga, dan saya tidak
sempat melihat uyut, aki dan mamang saya sewaktu mereka meninggal.
Hanya saja saya tidak pernah patah hati; melainkan sebaliknya, saya
mendapatkan gelar sarjana with honor. Saya sedikit pun tidak pernah
berpikir bahwa Indonesia itu miskin, sudah bangkrut, kacau, kotor,
atau corupt. Oleh karenanya, saya yakin bahwa dengan gelar sarjana ini
saya bisa mendapatkan pekerjaan yang baik di Jakarta.

Sayangnya dua hari sebelum lulus universitas, saya mendapatkan surat
dari sebuah perusahaan Investment Amerika untuk bergabung dengan
perusahaan ini. Saya berpikir, bila bekerja dengan perusahaan ini,
saya mampu mengganti uang gusuran
keluarga saya itu lebih awal dari yang saya rencanakan. Setelah
menyelesaikan 3 tahap interview, saya dikirim ke New York untuk
training yang kemudian bergabung dengan kantor pusat. Setelah 7 tahun
bekerja di perusahaan investment ini, saya sekarang menjabat di posisi
yang
cukup tinggi. Sayangnya, semakin tinggi jabatanmu semakin panjang
jam kerjamu.

Saya keluar dari rumah jam 7AM dan kembali jam 8PM. Saya tidak dapat
over time karena gaji saya itu non-exempt. Walaupun anda mendapat 3-4
minggu cuti setahun, libur cuti pun tidak bisa lama-lama karena
perusahaan tergantung dengan para pekerjanya.

Setiap weekend, saya dan istri bekerja di sekitar rumah: bersih-bersih
dapur, kamar mandi, kolam renang, cuci baju, motong rumput atau snow
blowing. Walaupun berpenghasilan tinggi, saya dan istri masih belum
bisa memiliki pembantu, tukang kebun, supir, satpam atau nanny tidak
seperti kebanyakan anda (para pembaca) di Indonesia.

Kalau kita sewa pekerja untuk membenahi rumah tangga kami, saya harus
mengorbankan kiriman uang untuk sanak saudara saya dan saya sangat
tidak setuju. Tetapi saya juga kurang setuju dengan cara hidup seperti
ini karena kami masih tidak bisa menikmati hidup dengan penghasilan
bersih yang hampir $8,000 sebulan ini.

Hidup di Amerika itu, semakin tinggi penghasilannya semakin banyak
kerjaannya. Semakin besar rumahnya, semakin banyak urusannya, semakin
mewah mobilnya semakin mahal biayanya, dst. Kalo anda cuma ingin
bekerja (apapun) di Amerika, penghasilan anda itu tidak akan pernah
men
cukupi keluarga apalagi untuk kirim uang ke orang tua.

Jika anda berpenghasilan $36,000 setahun, anda cuma dapat bersih
$2,000 sebulan (setelah pajak, health insurance dan 401K). Bayar sewa
atau mortgage $1,000, bayar utilities dan telpon $200, bayar asuransi
mobil dan rumah $200, bensin/transportasi $100, makan $400, pakaian
dan hiburan $100. Total sudah $2,000, bagaimana kalo jendela rumah
rusak? Ini bisa $1,000 biayanya, kalau mobil rusak? Ini bisa $300an.
Mau sekolah lagi? Minimal $7,000 setahun. Anda punya anak? Child care
bisa $1,000 sebulan.

Anda akan sadar betapa susahnya hidup di Amerika bahkan banyak
penduduk Amerika sendiri yang kesulitan untuk survive, mereka biasanya
bekerja di 2-3 tempat. Menurut saya hidup di Indonesia itu lebih
nyaman, banyak yang bantu berbeda dengan hidup di Amerika. Mungkin
anda hanya melihat nikmatnya kehidupan para selebritis Amerika tapi
apakah anda melihat kehidupan orang biasa di Amerika?

Sebenarnya hidup dimana pun jika tidak berprestasi anda tidak akan
sukses. Menurut saya bersyukurlah dengan apa yang telah didapatkan.
Bila anda diberi kesempatan untuk berprestasi maka manfaatkanlah
dengan sebaiknya dan menjadilah orang yang berprestasi. Menurut saya
dan istri, tinggal di Indonesia itu lebih enak dan bahagia. Setiap
kami pergi ke Eropa, kami selalu bertemu dengan orang yang
anti-Amerika. Sepertinya orang di seluruh dunia benci dengan Amerika.
Istri saya yang bule ini malah menganjurkan untuk menjual rumah kami,
pindah ke Indo, dan buka usaha seperti bubur ayam atau sate kambing.

Kamipun berencana (bila punya anak) untuk menyekolahkan anak kami di
SDN yang saya bersekolah dulu. Pokoknya hidup di dunia ini seperti
fatamorgana, kalau anda selalu melihat dari segi materi, apapun
hasilnya anda tidak akan puas. Anda mungkin ingin hidup seperti saya,
tinggal di Amerika, punya pekerjaan bagus, gaji besar, punya rumah,
mobil mercy, sering jalan-jalan ke Eropa atau Bahamas dll. Tetapi
setelah anda mendapatkannya, anda akan bermimpi hidup seperti Paris
Hilton atau Donald
Trump.

Bila anda mengerti perilaku ekonomi maka anda akan mengerti bahwa
hidup ini penuh dengan impian. Oleh karenanya, saya dan istri
memutuskan bahwa kami ini harus terus bersyukur. Masih banyak orang di
dunia ini yang lebih susah dari kami maupun anda. Saya dan istri lebih
senang berkumpul dengan keluarga saya di Indo walaupun istri saya
sedikit kesal dengan perlakuan istimewa yang selalu diberikan oleh
keluarga saya.

Di atas adalah cerita dan pandangan saya dan pasti sangat berbeda
dengan pandangan anda (para pembaca), tetapi saya berharap bahwa anda
pikirkan segalanya matang-matang sebelum bertindak.

*****

HIDUP DI INDONESIA ATAU NEGARA ASING, SAMA SAJA(AK-Amerika)
Dear Zeverina,

Saya belum lama ikut membaca rubrik anda dan sangat menikmati beragam
pendapat dan cerita dari pembaca lain.

Saya menikah dengan seorang WNA Amerika setelah kami bekerja di
perusahaan telekomunikasi di Indonesia selama 2 tahun. Pada saat kami
baru bertemu, dia sebetulnya sudah menikah dengan orang Indonesia dan
punya satu anak. Tapi perkawinan mereka tidak berjalan baik meskipun
mereka sudah kembali ke Amerika dan mencoba hidup disana, dia tetap
menelpon saya tiap hari dan mengunjungi saya di Indonesia. Akhirnya
setelah 2 tahun berhubungan jarak jauh dan bermacam masalah yang
timbul karena istrinya yang orang Indonesia tidak mau diceraikan dan
keluarganya juga tidak mendukung perceraian, mereka akhirnya bercerai
pada awal 2001 dan kami menikah pada akhir 2001 di Indonesia.

Sesudah menikah saya pergi ke Amerika mengikuti dia dengan visa turis
(kebetulan visa ini saya dapat sebelum kejadian September 11 yang
menimpa Twin Towers, sehingga tidak ada masalah). Di Amerika kami
tinggal di kota kecil di Indiana. Saya lansgung mendaftar utk mendapat
Social Security dan Work Permit sambil mengurus Green Card. Sambil
menunggu Work Permit saya bekerja sebagai waitress di restoran Jepang
sambil mencoba mencari koneksi kerja karena saya juga bisa berbahasa
Jepang.

Hanya sekitar 3 bulan kerja di restoran sambil mengirimkan resume ke
macam-macam perusahaan, saya kemudian diterima sebagai staff
Marketing/PR di sebuah perusahaan asuransi kesehatan lokal. Padahal
saya tidak punya pengalaman kerja di Amerika. Saya ikut sedih
mendengar cerita rekan-rekan yang mengalami banyak kesulitan utk
mendapatkan pekerjaan yang memadai di negara lain apalagi hanya karena
masalah teknis. Kalau kita punya latar belakang pendidikan yang
memadai dan bisa berbicara bahasa setempat, seharusnya kita bisa
mendapat kesempatan yang sama dengan orang lokal.

Selama saya bekerja US, saya hampir tidak pernah mengalami perlakuan
rasis dari teman kerja atau orang-orang setempat. Saya tidak tahu
apakah karena ini kota kecil dan bukan New York atau LA, sehingga
masyarakatnya lebih bersahabat dengan pendatang seperti saya? Saya
bahkan mendapat promosi lebih cepat dibanding teman kerja lain yang
orang Amerika karena mereka melihat kinerja dan semangat saya utk
selalu belajar dan mau maju.

Kadang saya pun merasa rindu ingin mengunjungi keluarga di Indonesia,
saya hanya pulang satu kali sejak tahun 2001 karena sulit utk mendapat
cuti selama 3 minggu buat pulang ke Indonesia dan juga ongkosnya yang
tidak sedikit. Tapi, saya bersyukur karena dengan saya tinggal dan
bekerja disini saya bisa mengirimkan uang utk orangtua saya yang sudah
pensiun dan bisa menyekolahkan adik ke universitas.

Suami saya tetap membayar uang child support utk anaknya setiap bulan.
Bekas istrinya yang orang Indonesia bahkan sudah menikah lagi dengan
orang Amerika yang dia kenal lewat internet sejak tahun 2002 dan anak
suami saya tinggal bersama mereka. Meskipun hidup tidak selalu mudah,
masalah keuangan selalu ada dan saya juga kesal setiap bertemu dengan
ex-wife nya yang selalu datang ke acara keluarga suami saya utk
mengantar anaknya (karena masa lalu perceraiannya dan hubungan saya
dengan suaminya yang pahit, kami tidak pernah bertegur sapa).

Saya kira hidup akan sama saja di Indonesia atau di negara asing. Gaji
disini lebih besar tapi pengeluaran pajak, beragam asuransi
(kesehatan, mobil, tanah, rumah, asuransi jiwa) yang menghabiskan
hampir separuh pendapatan kami, ujung-ujungnya sama saja. Waktu saya
bekerja di Indonesia, dengan gaji 3 juta setengah, saya bisa menabung
dan membeli rumah KPR di Depok.

Di Amerika, mau membangun atau membeli rumah sulit sekali. Saya dan
suami berencana mau punya bayi tahun depan, berpikirnya seribu kali.
Siapa yang akan menjaga karena saya dan suami sama-sama kerja
full-time dan kalau tidak begitu tidak akan
cukup utk hidup disini?
Keluarga suami tinggalnya jauh sekali dan saya tidak punya keluarga
disini. Biaya penitipan anak juga mahalnya amat sangat. Kalau
memikirkan ini, saya ingin sekali tinggal di Indonesia, ibu saya bisa
membantu menjaga, atau bisa punya pembantu. Saya jadi sedih karena
saya sudah siap utk punya anak tapi keadaan hidup sepertinya sangat
tidak mendukung. Saya tidak bisa berpikir, punya anak saja dulu urusan
lainnya gimana nanti saja. Nanti bagaimana?

Jadi, sekadar pendapat saya utk pembaca lain, hidup dimanapun selalu
ada tantangan. Kalau susah cari kerjaan di Indonesia, disini juga
susah. Sabar dan tawakal, hidup apa adanya, jalan keluar selalu ada,
tinggal kitanya apakah mau melihat jalan keluar yang berliku-liku itu
atau menunggu jalan keluar yang mulus yang barangkali tak akan pernah
muncul.

Terimakasih dan good luck utk semuanya.



=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke