ass,
urun rembug nih...
mbak Ida&Mas Krisna saya dapet kabar ternyata sebagian anggota 
komunitas EDEN pernah mengunjungi ustadz Roy di Malang yang sholatnya 
pake dua bahasa, sewaktu dia ada di tahanan, para anggoota tersebut 
berpakaian ihram lengkap plus surban di kepala, tapi anehnya mereka 
juga memakai kalung salib yang merupakan simbol bagi agama nasrani, 
ini sudah kelewatan, mereka mencampur-adukkan semua agama yang ada. 
sungguh sebuah kebodohan yang amat sangat bodoh. mereka juga pernah 
di beritakan pernah datang ke laut selatan untuk mengusir NYAI RORO 
KIDUL. bagaimana mungkin mengusir orang yang tidak ada juntrungannya. 

terakhir ada kabar katanya komunitas mereka memang sengaja di-danai 
oleh pihak2 tertentu untuk mengacau di negeri kita.
keberadaan mereka memang sungguh sudah kelewatan, keterlaluan dan 
patut di berikan "tindakan".
saya berharap temen2 semua jangan sampe terpengaruh oleh mereka.
mereka itu sesat-sesesat-sesatnya,
yang beragama Islam mari kita jalankan sesuai agama Islam
yang beragama Nasrani pun sama, begitu juga bagi agama lainnya. 
tidak perlu kita bikin "agama gado-gado" yang sudah pasti tidak 
nikmat rasanya, 

sekian kabar dari malang
wassalamu'alaikum.



--- In idakrisnashow@yahoogroups.com, "Ida arimurti" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Imam Mahdi Penuh Kejutan
>  
> SELALU penuh kejutan demi kejutan. Begitulah
> keberadaan dan aktivitas Salamullah pimpinan Lia
> Aminuddin. Jika diibaratkan film, Lia dan jamaahnya
> senantiasa menyajikan sekuel-sekuel tak terduga yang
> menyentak. Kisahnya pun lain seperti keluar dari
> pakem.
>  
> Simak saja. Mula-mula, pada 1997, Lia mengaku mendapat
> wahyu dari malaikat Jibril. Kemudian, pada 18 Agustus
> 1998, ia memaklumatkan diri dibaiat Jibril sebagai
> Imam Mahdi. Diumumkannya pula bahwa anaknya, Ahmad
> Mukti, dibaiat sebagai Nabi Isa. Umat beragama mana
> yang tak terkaget-kaget dibuatnya?
>  
> Pengakuan Lia yang kontroversial itu dituangkannya
> dalam buku Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir
> (selanjutnya disingkat PAMST). Kontan saja para ulama
> heboh. Hujatan pun bermunculan. Tapi, Lia dan jamaah
> setianya, waktu itu sekitar 100 orang, tenang-tenang
> saja.
>  
> Lia berseru bahwa ia datang bukan hanya untuk
> menyelamatkan bangsa Indonesia yang bergelimang dosa,
> melainkan juga menyelamatkan dunia. "Maka, percayalah
> pada pesan-pesan yang kusampaikan," begitu Lia
> menyerukan.
>  
> Belum genap tiga tahun berselang, April 2001, Lia dan
> Salamullah kembali bikin heboh besar. Mereka
> mengadakan ritual penyucian diri melalui api. Kepada
> pengikut setianya, ia mengeluarkan maklumat yang
> terdengar aneh: "Syekh menyampaikan perintah Allah
> untuk menggunduli rambut dan membakar sekujur tubuh
> kita." Syekh adalah sebutan untuk malaikat Jibril yang
> diyakini Lia. Ritual penyucian api itu berlangsung 22
> April 2001, di Vila Bukit Zaitun, Megamendung, Puncak,
> Jawa Barat, tempat aktivitas jamaah kala itu
> dipusatkan.
>  
> Kejutan berikutnya, sebagian jamaah Salamullah tak
> lagi menjalankan syariat Islam, meski tetap
> mengedepankan zikir dan kebaikan universal. Sikap itu
> mereka percayai sebagai pelaksanaan petunjuk Jibril
> yang membawa pesan Allah. "Salah satu yang
> diperingatkan Allah kepada manusia saat ini adalah
> cara beragama. Umat beragama rajin beribadah ritual,
> tapi itu tak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.
> Salat jalan, korupsi terus," begitu penjelasan
> Sumardiono, satu di antara jamaah setia Salamullah,
> kepada GATRA.
>  
> Seandainya argumen tadi disampaikan Lia Aminuddin,
> boleh jadi penjelasannya akan lebih panjang. Lia
> memang dikenal hangat dan amat bersemangat menerangkan
> seputar petunjuk-petunjuk Syekh. Semua itu selalu
> disampaikan Lia dengan rangkaian bahasa indah nan
> memikat.
>  
> Namun, kini belum waktunya bagi Lia untuk
> bercuap-cuap. Pasalnya, sang pemimpin belum lama usai
> menjalani khawlat-nya selama tiga tahun. "Sampai hari
> ini, Bunda belum diperbolehkan bertemu orang selain
> anggota jamaah," kata Abdul Rachman kepada Astari
> Yanuarti dari GATRA, Oktober silam. Selama Lia menyepi
> itu, Rachman, 33 tahun, dipercaya menjadi Imam Besar
> Salamullah.
>  
> Kata Rachman, masa pengasingan bagi Bunda --sebutan
> bagi Lia oleh jamaahnya-- adalah hukuman Allah atas
> dosanya di masa lalu. "Dulu Bunda seorang muslim yang
> suka menjegal kegiatan orang Kristen. Dulu Bunda sama
> dengan kita, menganggap jalan selamat hanya lewat
> Islam. Karena itulah, ia dipenjara tiga tahun oleh
> Allah," Rachman menjelaskan.
>  
> Bagaimana Lia Aminuddin sampai "bertemu dengan
> Jibril", dan akhirnya menghimpun Salamullah? Syahdan,
> semua itu dimulai dari sebuah benda bercahaya kuning
> yang, kata Lia, muncul, berputar, lalu lenyap persis
> di atas kepalanya. Itu terjadi di suatu malam, tahun
> 1974. Di malam sepi itu, Lia sedang duduk santai
> bersama Dokter Rosmini, adik iparnya, di rumahnya di
> Jalan Mahoni 30, Jakarta Pusat. Kala itu, Lia seorang
> ibu rumah tangga biasa, tak begitu memedulikan selain
> merasa takjub.
>  
> Lia mulanya memang perempuan biasa. Tak ada keajaiban
> pada dirinya. Ibu empat anak ini lahir 21 Agustus 1947
> di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia anak kedua dari enam
> bersaudara pasangan Abdul Ghaffar Gustaman dan Zainab.
> Sang ayah berlatar belakang Muhammadiyah, dikenal
> sebagai pedagang sekaligus penceramah. Tapi, Lia tak
> pandai mengaji. Perempuan tamatan SMU ini mengaku
> terus terang bahwa pengetahuan agamanya tak lengkap.
> Pada usia 19 tahun, Juni 1966, Lia disunting Ir.
> Aminuddin Day, MSc, belakangan dosen Fakultas Teknik
> Universitas Indonesia. Pasangan ini dikaruniai empat
> anak. Sebagai ibu rumah tangga modern, Lia banyak
> beraktivitas di luar rumah sebagai perangkai bunga
> kering. Ia kerap tampil di televisi memperagakan
> kemahirannya itu, sehingga namanya dikenal masyarakat.
> 
> Perubahan luar biasa terjadi pada 27 Oktober 1995.
> Ketika salat tahajud, tiba-tiba sekujur tubuh Lia
> menggigil keras. Ia merasa ada yang menemani. Ia
> ketakutan, mengira makhluk yang menemaninya adalah jin
> atau iblis. Tapi, rasa ketakutannya segera lenyap.
> Soalnya, "Makhluk itu memberinya nasihat-nasihat yang
> baik," ujar Lia, mengenang.
>  
> Belakangan, menurut Lia, sang pendamping itu mengaku
> bernama Habib al-Huda, bermakna pemberi petunjuk yang
> dicintai Allah. Dan, dua tahun setelah "pertemuan"
> itu, 28 Juli 1997, barulah Habib mengaku bahwa dirinya
> adalah malaikat Jibril. Mulanya Jibril memperkenalkan
> diri sebagai Habib al-Huda, tulis Lia dalam PAMST,
> adalah, "Demi menimbang-nimbang seandainya dia
> langsung menyebut dirinya sebagai Jibril Alaihissalam
> tentulah aku tak akan percaya."
>  
> Setelah pertemuan gaib dengan Habib al-Huda, Lia
> mendadak memperoleh banyak kemahiran menakjubkan.
> Mulai menulis sampai mengobati orang. Semua masalah
> diuraikannya dengan apik dalam bentuk tulisan, puisi,
> bahkan lagu. Dalam delapan bulan saja, tercatat 30
> lagu diciptakan. Dari yang syahdu sampai kocak, dari
> keroncong hingga semidangdut. Adapun irama lagunya
> diciptakan Lia bersama dua jamaah, Yanthi S.
> Sulistiono dan Mira Julia.
>  
> Malah, percaya nggak percaya, buku PAMST setebal 232
> halaman itu dituntaskannya dalam tempo cuma 29 hari!
> Buku itu dibagikan gratis, sepekan sebelum Lia
> mengumumkan dibaiat Jibril. Di situ dikisahkan tentang
> pengembaraan Lia bersama Jibril --plus kesaksian
> pengikutnya--lengkap dengan seluk-beluk radiasi
> nuklir, ozon, satelit, dan galaksi. Kata Lia,
> penulisan buku itu bisa cepat dan terarah atas
> tuntunan Jibril.
>  
> Dipaparkan pula dalam buku itu, sosok Lia punya
> multifungsi. Ia tak hanya sebagai Imam Mahdi, juga
> sebagai sosok Maryam yang melahirkan Nabi Isa. Jasad
> Lia dijadikan media tempat Jibril memberi ilmu dan
> berbagai petunjuk mengenai dunia-akhirat. Nah, menurut
> Lia, ketika Jibril berbicara melalui jasadnya, dia
> dalam keadaan sadar. "Jadi, bukan kesurupan," tutur
> Lia, berusaha menepis keraguan umat.
>  
> Roh Jibril yang diyakini Lia merasuki tubuhnya itu,
> antara lain, mengabarkan bahwa bangsa Indonesia bakal
> mengalami penderitaan berat. Penjelasan Jibril tadi
> membuat Lia merinding. Apalagi, ia memang tahu,
> Indonesia sedang diterpa krisis ekonomi. Ia pun berdoa
> kepada Allah agar berkenan memberinya cara menolong
> umat. Lia bersyukur, karena doanya itu terkabul.
> Petunjuk-Nya, menurut Lia, disampaikan Jibril pada 1
> Oktober 1997 pukul 15.00.
>  
> Obat itu tak lain adalah sumber mata air di Jalan
> Mahoni, tempat pertama kali Lia melihat cahaya dari
> langit, pada 1974 --belakangan menurut Lia, benda
> bercahaya itu tak lain adalah Jibril. Sumber mata air
> yang menyembuhkan berbagai penyakit itu tak dalam,
> cuma 5-6 meter. Penggaliannya, masih kata Lia, juga
> atas tuntunan Jibril.
>  
> Tempat bertuah itu kemudian diberi nama Salamullah.
> Nama ini pula yang menjadi nama resmi jamaah Lia.
> Akhirnya, pada 18 Agustus 1998, Lia memproklamasikan
> diri sebagai Imam Mahdi yang dibaiat Jibril. Lia
> mengaku, langkah itu diambil karena sudah ditegur
> Jibril lantaran belum juga mengumumkan "kabar penting
> bagi umat" tersebut.
>  
> Kelebihan Lia yang nyata adalah kemampuannya mengobati
> penyakit. Ilmu ini sering dipraktekkannya. Lia cukup
> memijat pasien sembari membaca doa-doa pendek seperti
> Alif-lam-mim atau Al-Fatihah. Pasien yang dipijat
> umumnya sembuh. Dramawan dan penyair W.S. Rendra
> adalah seorang pasien Lia yang tersembuhkan, setelah
> lima kali berobat.
>  
> "Si burung merak" itu, menurut Lia, mengidap banyak
> penyakit: ginjal, lever, dan bengkak-bengkak seluruh
> tubuh. Rendra juga sempat kehilangan rasa keindahan,
> dan bisa pulih lagi. "Semua ini adalah karunia Allah,"
> ujar Lia. Uniknya pula, semua jamaah Salamullah punya
> keampuhan mengobati setara dengan keampuhan Lia.
> Kehebatan Lia mengobati --termasuk menularkan ilmu
> pada jamaah-- juga kelihaiannya berdiskusi soal Islam
> dan penjelasan mengenai "takdirnya sebagai Imam
> Mahdi", membuat banyak orang tertarik mengikuti
> aktivitasnya. Awalnya ada 100-an jamaah Salamullah,
> kini menciut menjadi 70-an orang.
>  
> Mereka datang dari berbagai kalangan. Ada budayawan
> seperti Danarto, ada pula insinyur lulusan ITB seperti
> Landung Wahana. Yang mahasiswa tak sedikit. Landung
> bergabung dengan Salamullah pada November 1997. "Saya
> tertarik karena bahasa yang dipakai Ibu Lia sangat
> indah," begitu alasan Landung ketika itu.
>  
> Tutur kata "sang Imam Mahdi" memang amat memikat.
> Lembut namun kalimat per kalimatnya nyata berisi dan
> terangkai indah. Sikapnya pun hangat dan "alakadarnya"
> layaknya manusia biasa. Jauh dari kesan sok "jawa" dan
> "jaim" alias sok jaga wibawa dan jaga image.
> Seorang pengikut setia Lia, Sumardiono, awalnya sempat
> kaget dan kecewa berat. Ia tak menyangka, Lia yang
> dikagumi jauh dari kesan sebagai pemimpin. Waktu itu,
> untuk pertama kalinya, Sumardiono bertemu Lia di
> pengajian. Pria kelahiran Mei 1969 ini melihat Lia
> usai pengajian tergopoh-gopoh ke ruang makan dan
> segera menyantap makanan ringan bersama jamaah lain.
> Lia pun tak canggung bercengkerama dan tertawa
> berderai bersama jamaah.
> "Secara tidak sadar, aku kecewa karena figur itu
> sangat berbeda dengan apa yang ada dalam bayanganku
> sebelumnya," tutur Sumardiono, seperti dituangkannya
> dalam buku Loving You karangannya sendiri, terbitan
> Februari 2003. Buku setebal 204 halaman itu, antara
> lain, berkisah mengapa ia memilih bergabung dengan
> Salamullah dan meninggalkan kariernya di Badan
> Penyehatan Perbankan Nasional.
>  
> Beberapa bulan setelah pertemuan dengan Lia,
> Sumardiono bisa memaklumi dan balik menghormati Lia.
> Soalnya, lulusan Teknik Informatika ITB ini menemukan
> pemahamannya tentang dekonstruksi terhadap pengultusan
> gambaran tentang kesalehan. "Tuhan menampilkan sosok
> pilihan-Nya yang berbeda dengan kriteria kesalehan
> yang dibuat para ulama," ujarnya.
>  
> Dalam pemahaman Sumardiono, di saat para ulama
> bersikukuh mengajarkan keutamaan laki-laki, Tuhan
> memilih perempuan Lia Aminuddin --dengan segala
> kepolosannya-- menjadi utusan. Sumardiono pun ikhlas
> menjadi jamaah setia Salamullah sejak 1997 sampai
> sekarang.
>  
> Berbeda dengan sikap jamaah Salamullah, reaksi
> masyarakat muslim --khususnya kalangan ulama-- justru
> kontra-Lia. Sejak Lia mengaku mendapat wahyu dari
> Jibril pada 1997, serangkaian reaksi keras pun
> menerpanya. "Tak mungkin Lia bertemu Jibril, apalagi
> menerima pesan-pesannya," kata Kiai Haji Ali Yafie,
> salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), kala
> itu.
>  
> Pada 22 Desember 1997, MUI kemudian menerbitkan fatwa
> yang mengecam pengakuan Lia bahwa itu bertentangan
> dengan Al-Quran. Dalam Kitab Suci disebutkan, setelah
> Nabi Muhammad, tak akan ada nabi lain. Bahwa tugas
> Jibril menyampaikan wahyu, itu hanya kepada para
> rasul, yang berakhir pada Nabi Muhammad. "Pengakuan
> (Lia) tersebut dipandang sesat dan menyesatkan,"
> demikian fatwa itu.
>  
> Surutkah Lia dan jamaahnya? Sama sekali tidak. Malah,
> seperti telah disebutkan, pada 18 Agustus 1998 Lia
> justru memproklamasikan diri sebagai Imam Mahdi yang
> dibaiat Jibril. Reaksi pun kian keras menghantam Lia.
> Tapi, Lia dan pengikutnya bergeming. Pada 9 Juli 1999,
> ia balik mengeluarkan fatwa bahwa fatwa MUI itu justru
> yang sesat, karena telah mengadili kebenaran.
> "Terkutuklah orang yang mengadili kebenaran dengan
> cara tidak adil dan sewenang-wenang," begitulah "fatwa
> Jibril".
>  
> Setelah itu, Lia aktif melakukan berbagai manuver. Ia
> mengobarkan perang terhadap Dajal di Tanah Air. Pada
> 22 Agustus 1999, misalnya, ia dan jamaahnya menyatakan
> perang terhadap ratu lelembut Nyi Roro Kidul, di
> Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Para
> dukun dan tukang santet juga diperangi karena dianggap
> musyrik.
>  
> Akibatnya, menurut Sumardiono, Lia kerap terkena
> serangan santet. Untuk mengatasinya, seluruh tubuh Lia
> terpaksa ditarik banyak jamaahnya secara serentak,
> sehingga badannya melayang di udara.
>  
> Lia juga memusnahkan aneka benda sakti yang dianggap
> syirik. Yaitu tongkat --termasuk "tongkat Bung
> Karno"-- keris, jimat, batu cincin, sesajen, serta
> buku dan majalah "sesat". Buntutnya, Lia sempat
> berurusan dengan pengadilan lantaran pemilik "tongkat
> Soekarno" tak bisa menerima perbuatannya. Lia tak
> gentar. "Jibril yang minta tongkat itu dimusnahkan,"
> kata Lia kepada GATRA, kala itu.
>  
> Pada 24 Juni 2000, Lia menyatakan Salamullah sebagai
> agama baru. Ajaran pokoknya tetap meyakini Nabi
> Muhammad sebagai nabi terakhir. Tak ada nabi baru
> setelah Muhammad. Menurut ajaran itu, yang ada adalah
> kebangkitan kembali Nabi Isa, Imam Mahdi, dan roh
> orang-orang suci. Adapun kitab sucinya, yang masih
> terus disempurnakan, adalah Al-Hira. Tapi, sejauh itu,
> para jamaah Salamullah masih menjalankan salat
> sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad.
>  
> Tentu agama baru tadi sempat membuat masyarakat,
> utamanya muslim, terkejut. Tapi, kejutan lebih besar
> menggema manakala Lia menggelar ritual penyucian api,
> 22 April 2001, di Vila Bukit Zaitun, Puncak. Lia dan
> jamaahnya bertelanjang bulat menembus kobaran api,
> setelah seluruh bulu dan rambut di tubuh mereka
> digunduli. Mereka yakin, ritual itu merupakan "hisab"
> (perhitungan Allah) untuk membersihkan diri dari
> segala dosa.
>  
> Lia meyakinkan pada jamaahnya bahwa setelah itu mereka
> seakan terlahir kembali bak bayi tanpa dosa. Toh, ada
> dua jamaah yang tak diikutsertakan dalam ritual,
> sesuai dengan petunjuk Jibril. Soalnya, demikian
> menurut Jibril seperti disampaikan Lia, kedua orang
> itu masih berlumur dosa sehingga dikhawatirkan api
> akan menggosongkan tubuhnya.
>  
> Kali itu, Salamullah bukan cuma menuai hujatan, juga
> tindakan anarkis. Vila Bukit Zaitun, tempat ritual
> bakar-bakaran itu berlangsung, dirusak warga sekitar.
> Warga tak terima kehadiran Salamullah yang dinilai
> sesat oleh warga --meski Salamullah menegaskan sama
> sekali tak menyebarkan ajarannya pada penduduk selain
> jamaahnya. Beruntung, sebelum perusakan itu, sebagian
> besar jamaah Salamullah "turun ke kota", kembali ke
> Jakarta. Tak ada korban jiwa dalam anarki tersebut.
>  
> Lagi-lagi Salamullah melaju terus, juga dengan
> kejutan-kejutannya. Apalagi, pihak MUI sepertinya "tak
> terlalu bereaksi lagi". Soalnya, MUI memegang pakem:
> takkan pernah mengeluarkan fatwa dua kali untuk hal
> yang sama. Setelah menganut spiritual perenial,
> Salamullah melakukan Lawatan Tauhid selama 34 hari, 27
> Juli-awal September lalu, ke tempat-tempat kemusyrikan
> di Jawa dan Bali. Perjalanan ini terkait dengan inti
> ajaran Salamullah, yaitu ketauhidan. Tidak musyrik dan
> menyekutukan-Nya.
>  
> Sebanyak 34 jamaah berkonvoi dengan mobil, mendatangi
> makam Wali Songo dan tempat pertapaan Parangkusumo di
> Yogya, Kesultanan Yogya dan Solo, makam Bung Karno,
> serta pertapaan Gunung Kawi, Jawa Timur. Pesantren pun
> tak luput dikunjungi. Mereka punya alasan khusus
> mendatangi tempat-tempat tersebut. Semua itu, kata
> Rachman, atas petunjuk Syekh.
>  
> Untuk makam Wali Songo, misalnya, Allah memerintahkan
> mereka mengingatkan manusia betapa menderitanya para
> wali atas pengultusan diri mereka. Alasan senada
> berlaku untuk makam keramat lain. Keraton juga dinilai
> sebagai tempat yang telah terkontaminasi kemusyrikan.
> Begitu pun pesantren tertentu yang dinilai suka
> bermain dengan jin.
>  
> Rombongan Salamullah ini tak sepenuhnya bisa
> menyampaikan pesan secara langsung. Tidak setiap
> sumber mau menemui mereka. Kalaupun mau, ujar Rachman,
> para sumber pasti punya alasan yang menyatakan mereka
> tidak musyrik. "Mereka bilang, kami tetap percaya satu
> Tuhan, dan kami tidak minta pada kuburan. Itu hanya
> salah satu cara untuk makin dekat dengan Tuhan,"
> Rachman menuturkan.
>  
> Sebelum Lawatan Tauhid ini, jamaah Salamullah
> mengunjungi 100 kedutaan besar dan 130 gereja di
> Jakarta. Itu dilakukan sejak empat bulan menjelang
> invasi Amerika dan sekutunya ke Irak, Maret silam.
> Pesan yang disampaikan: perdamaian! Ke depan, menurut
> Rachman, agenda Salamullah yang sudah diberitahu Syekh
> adalah mengajak para dukun kembali ke jalan lurus. Kapan "safari"
> semacam ini berakhir? Rachman belum bisa memastikan. Sebab, katanya,
> semua tergantung petunjuk Syekh.
>  
> Tentang tudingan bahwa Salamullah sesat, Rachman bilang, "Bila ini
> kebenaran dari Allah, niscaya akan abadi. Bila sebaliknya, niscaya 
akan
> hilang ditelan zaman." Artinya, kata Rachman pula, waktulah yang 
akan
> membuktikan.
>  
> Taufik Alwie
> Laporan Khusus, GATRA, Edisi 2 Senin 17 November 2003
>







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Create your own customized LAUNCHcast Internet Radio station. 
Rate your favorite Artists, Albums, and Songs. Skip songs. Click here!
http://us.click.yahoo.com/r4oloD/xA5HAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke