Assalamualaikum...
Buat teman-teman semua.....
saat aku baca cerita di bawah ini aku gak tau bahwa cerita ini 
berhubungan dengan salah seorang sepupuku.
Memang waktu baca ceriita ini pengarangnya Helvy, saya langsung 
ingat sama seorang teman dekatnya yang telah menjadi kakak sepupuku, 
tapi saya tidak pernah punya fikiran bahwa cerita ini adalah cerita 
tentang keluarga mereka.
Ternyata beberapa hari kemudian, suamiku yang satu kantor 
dengan "suami" dalam cerita ini datang dengan berita yang menjadi 
petir di siang hari, bahwa mereka sudah berpisah!

Buat teman-teman, memang cerita ini dilihat dari sisi wanita, tapi 
memang kesalahan akan dilakukan oleh kedua belah pihak, baik suami 
atau istri.

Tadi sang suami datang untuk bercerita panjang lebar, dan bagi kami, 
bukan artinya "sebuah pembenaran" adanya WIL, tapi memang semua 
adalah akumulasi dari ketidakharmonisan hubungan suami istri dalam 
hal ini mungkin faktor komunikasi yang sudah tidak sehat lagi, 
ditambah dominasi sang istri yang tidak cuma pendidikan dan 
penghasilan yang jauh lebih tinggi, tapi juga karena ada rambu-rambu 
yang telah dilanggar sehingga harga diri laki-laki menjadi jauh 
lebih rendah di bawahnya. Untuk direnungkan oleh para istri!

Yah buat teman-teman, cerita di bawah ini hanyalah sebuah ceriita 
saja, tapi ada baiknya kita mendalami agar tidak terjadi pada 
keluarga kita semua....Amien....

PS : Tanggal 13 Maret, telah habis masa iddah sang istri, karena 
tidak ada kata rujuk, otomatis akan jatuh talak 2.


>         Saat Dia Berpaling                
>             (by: helvytr)
> 
> 
> Betapa perihnya. Perempuan itu menggigit bibirnya yang tiba-tiba 
asin darah. Sejak pagi hingga malam menyergap, ia masih 
menangis. "Tak mungkin," desisnya, tetapi itu nyata. Ia sendiri yang 
membaca semua sms mesra itu. Suaminya telah berpaling. Sandaran 
hidup, pria terbaik di dunia itu, ayah anaknya, berkhianat! Sejauh 
apakah? Ia gelisah. Ia tatap potret perkawinan di dinding kamar 
mereka. Tiba tiba tangannya sudah bergerak meraih potret itu namun 
urung membantingnya. Gumpalan-gumpalan benci semakin membesar. Lalu 
ia pun tersungkur begitu saja di sudut kamar. Lelaki. Apa mereka 
semua sama? 
>   
> Perlahan ia raih lagi ponsel suaminya yang tertinggal hari itu. 
Nyeri sekali. Perempuan yang entah siapa, hanya berinisial S menyapa 
suaminya melalui sms dengan "cinta", "say", "kiss u", dan 
semacamnya. Beberapa saat lalu ia hanya cengengesan membacanya. 
Mungkin teman yang iseng. Tapi ia terhenyak dan tiba-tiba merasa 
terbanting. Pada bagian sent, ia melihat balasan sms suaminya! Kata-
kata "say" dan "kiss u" juga ada di sana! Airmatanya semakin 
berderai-derai dan beliung-beliung dari berbagai penjuru menikam 
batinnya.
> 
> Belasan tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal suaminya. 
Tapi hari itu ia merasa suaminya tak lebih dari orang asing. Sangat 
asing.
> 
> Ia telepon suaminya sambil menangis. "Apakah abang baik-baik 
saja?" isaknya. Suara sang suami datar menjawab bahwa ia baik-baik 
saja dan menanyakan kabar istrinya. Perempuan itu tak sanggup. Ia 
putuskan telepon. Ia sms suaminya dengan satu kata: S.
> 
> Dengan bercanda suaminya membalas sms. S? Bukan siapa-siapa. Hanya 
teman virtual. Bisa jadi siapa saja. Mungkin nenek-nenek atau lelaki.
> 
> Tapi perempuan itu telah membaca gelagat. Ia menangkap aroma 
kebohongan itu.
> 
> Dengan sekuat hati mencoba menjaga emosi, ia pergi menuju wartel 
terdekat. Ia telpon perempuan misterius itu. Ia berpura-pura 
mengetahui nomor itu dari seseorang dan akan mengabarkan tentang 
seseorang lainnya yang sakit parah. Suara di ujung telepon menjawab 
sekadarnya: "Salah sambung!"
> 
> "Boleh saya tahu ini siapa?"
> 
> "Saya Lina."
> 
> Dengan sebukit ingin tahu yang kian meninggi, perempuan itu 
menekan nomor hp "S" kembali. "Mohon maaf ya, tapi saya diberikan 
nomor ini. Apa betul ini Mbak N?"
> 
> "Nama saya Shinta! Saya di bandung bukan di Menteng. Saya lagi 
puasa! Salah sambung!" ketusnya. 
> 
> Tapi tadi Lina, sekarang Shinta?
> 
> Perempuan itu kembali ke rumah dengan langkah yang semakin gontai 
dan airmata yang terus bercucuran. Ia sms kembali suaminya:
> 
> Siapa dia Bang? Mengapa?
> 
> Bkn siapa-siapa. Hny teman virtual. Aku malah tdk ingin btemu 
dngnnya. Tidak ingin tahu siapa dia. Aku hanya curhat.
> 
> Curhat? Mengapa bkn dengan aku saja, Bang? Maafkan aku, maafkan 
kekuranganku hingga Abang harus bpaling. Aku memang istri yang tidak 
peka dan tidak berguna. Aku merasa….
> 
> Sayang, aku yang minta maaf. Mungkin seumur hidup kamu akan terus 
terluka. Aku menyesal. Apapun kekuranganmu tak boleh membuatku 
berpaling darimu….
> 
> Hening. Airmata.
> 
> Entah bagaimana, tiba-tiba kata maaf dan penyesalan dari suaminya 
bertubi-tubi muncul di ponsel perempuan itu.
> 
> Tolong maafkan aku. Aku yang salah karena meladeninya. Aku mrs 
menemkn sosok ibu rmh tg yg baik pd drnya. Tlg maafkan aku. Jgn hkm 
dirimu krn keslhanku.
> 
> Aku yg slh, bdh, tdk peka. Tidak berguna sbg istri. Setelah ini 
mgkn aku tak sanggup lg mhadapi matahari.
> 
> Perempuan tersebut bersiap siap. Mungkin ia harus pergi. Entah 
untuk sebentar atau selamanya. Entah kemana. Mungkin ke tempat di 
mana matahari dan bulan tak ada. Ia menangis lagi saat menatap wajah 
anaknya.
> 
> "Ada apa, Bu? Mengapa hari ini ibu menangis terus?" Tanya sang 
anak.
> 
> Ia tak sanggup menjawab, hanya memeluk. Lalu pelan ia 
berbisik, "ibu mendapat cerita sedih teman Ibu dari sms. Tolong 
doakan ya semoga semua baik-baik saja."
> 
> "Tapi mengapa mata ibu sembab?"
> 
> Ia paksa membuat lengkung pelangi terbalik di wajahnya. Anaknya 
tersenyum dan bermain kembali. 
> 
> Tolong maafkan aku. Hukum aku. Bencilah aku. Ini akan menjadi 
hukuman seumur hidupku, sms suaminya lagi.
> 
> Perempuan itu menatap cermin buram di kamarnya. Apa yang sudah aku 
lakukan? Apakah aku luput memperhatikan dia? Apa aku terlalu banyak 
di luar? 
> "Kamu sangat dibutuhkan masyarakat," terngiang kata begitu banyak 
orang, juga suaminya. Benarkah? Tapi ia juga dibutuhkan suami dan 
anak-anaknya….
> 
> Sungguh, perempuan itu telah menetapkan rambu-rambu itu untuknya. 
Ia baru akan pergi setelah suami dan anak-anaknya keluar rumah dan 
tiba di rumah sebelum mereka pulang. Ia coba menyempatkan diri 
memasakkan suaminya, membuatkannya segelas susu setiap pagi. Apakah 
suaminya ingin ia juga mencuci dan menyetrika baju lelaki 
tercintanya itu dengan tangannya sendiri? Ia mau sekali. Namun 
cukupkah waktu untuk itu semua? Bukankah dulu suaminya juga yang 
berkata bahwa hal seperti itu bisa dilakukan siapa pun, namun apa 
yang perempuan itu kerjakan, sedikit saja perempuan yang mampu 
melakukannya. 
> 
> Bantal yang menyangga kepala perempuan itu telah basah oleh 
airmata.
> 
> Izinkan aku menjelaskan semua. Tlg maafkan aku. Mohon bukakan 
pintu rmh untukku mlm ini…, jangan pergi….
> 
> Perempuan tersebut tak lagi membalas sms suaminya. Haruskah ia 
pergi malam ini? Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana pernikahan 
mereka? Haruskah berpisah? Ah, ia berharap kini ia tengah tertidur, 
lalu kecupan mesra sang suami membangunkannya dari semua mimpi buruk.
> 
> Perlahan diseretnya kakinya yang seakan-akan melemah, ke kamar 
mandi. Ia siramkan air ke wajahnya. Lalu ia berwudhu. Ia harus 
segera menghadapNya untuk mendapatkan ketenangan. Bernaung dalam 
cintaNya di saat ia tak lagi merasa memiliki cinta sejati di dunia 
ini selain kasih ibu.
> 
> Ia tak tahu sudah berapa lama ia tersungkur di atas sajadah, 
ketika sayup-sayup terdengar langkah suaminya. Hari sudah larut. 
Penghuni rumah yang lain telah lelap. Ia hapus airmata di pipi dan 
bangkit. Ia akan membuka pintu rumah dan menghadapi sendiri seperti 
apa mimik suaminya saat mereka bertatapan pertama kali setelah 
peristiwa itu.
> 
> Tak ada kata kecuali salam yang diucapkan dan dijawab. Perempuan 
itu mencium tangan suaminya dengan kaku. Dan lelaki itu mengecup 
pipi, kening serta bibir sang istri, seperti sebuah ritual yang ia 
lakukan dengan kesadaran penuh 
> 
> Baru beberapa langkah, lelaki itu memegang tangan istrinya dan 
berkata: "Bolehkah aku memelukmu?"
> 
> Perempuan itu hanya diam. Suaminya memeluknya dengan kuat diiringi 
bertubi maaf. Perempuan itu berderai-derai. Apakah ini suamiku? Atau 
entah orang asing mana? Ia merasa dirinyalah yang terasing di antara 
suaminya dan perempuan berinisial S itu.
> 
> Perempuan itu terlalu luka untuk mengumbar amarah. Ia hanya 
terdiam. Menjaga malam dengan matanya yang berembun. Namun suaminya 
tak juga beranjak dari sisinya. 
> 
> Lampu telah mati sejak tadi. Mereka berbaring bersama bersisian. 
Setelah beberapa saat udara hampa kata, dengan suara bergetar lagi-
lagi suaminya meminta maaf. "Aku yang salah. Aku egois. Aku tergoda. 
Meski kami belum pernah bertemu dan hanya berkirim email serta sms, 
aku telah mengkhianatimu." Lelaki itu tak lepas mencium tangan 
istrinya.
> 
> Senyap. Perempuan itu menelan lukanya. "Siapa dia, Bang? Apa dia 
sudah menikah?"
> 
> Suaminya menyebut nama perempuan itu. Janda cerai hidup dengan dua 
anak. Ibu rumah tangga biasa. "Tapi kami belum pernah bertemu."
> 
> Janda? Cerai hidup? Dua anak? Perempuan itu terhenyak. "Belum 
bertemu tapi mengapa begitu akrab? Ia bahkan tahu nama anak-anak dan 
saudara kita?"
> 
> "Karena aku sering bercerita padanya."
> 
> "Dan dia? Tidakkah dia juga sering bercerita?"
> 
> "Ya. Semua terjadi begitu saja. Mengalir begitu saja. Tiba-tiba di 
dunia itu kami menjadi sangat akrab…,maafkan aku…."
> 
> Sembilu memahatkan lagi luka yang nanah di batin istrinya. "Aku 
yang salah," suara istrinya bergetar. "Mungkin terlalu banyak celah 
dalam diriku yang membuat perempuan itu bisa masuk dalam batinmu. 
Akulah pintunya. Mungkin karena aku terlalu sibuk. Mungkin karena 
aku tak pintar mengurus rumah tangga…."
> 
> "Tidak," lelaki itu mengecup kening istrinya. "Itu salahku. Hatiku 
tak bersih. Seharusnya aku tak egois. Kamu istriku, adalah harapan 
banyak orang. Aku yang egois…."
> 
> "Kita sudah sepakat menjaga komunikasi. Aku tak mengerti. Aku 
memang bodoh dan tidak peka," kata perempuan itu lagi.
> 
> Suaminya terus menggenggam jemari istrinya, mengecup dan menaruh 
di dadanya.
> 
> Perempuan itu masih menangis. "Lalu apa, Bang? Apa yang harus 
kulakukan?"
> 
> Suaminya menarik napas panjang sambil membelainya. "Tidak ada. Aku 
yang harus bertobat. Aku malu pada Tuhan, padamu, pada dunia…." 
> 
> Hening. Lalu ia dengar suaminya terisak dengan dada berguncang, 
mendekapnya erat. "Tolong beri aku kesempatan. Aku mohon, jangan 
tinggalkan aku. Aku tak akan pernah lagi berpaling darimu. Tak akan 
pernah meninggalkanmu…." 
> 
> Perempuan itu menatap langit kamar yang kelabu. Belasan tahun 
bersama, berapa banyak kebohongan di antara mereka? Ia merasa 
mengenal suaminya sangat baik. Kalau ada lelaki di zaman ini yang 
tak pernah berbohong, maka ia begitu yakin itu adalah suaminya. Dan 
kini, apa yang tersisa dari keyakinan itu?
> 
> Ia gigit lagi bibir bawahnya dan masih menemukan asin darah yang 
sama. Ah, ia merintih menahan perih itu. Hampir setiap saat ia 
menampung keluh kesah para sahabat dan banyak teman tentang suami-
suami mereka yang berselingkuh. Dan apa yang ia katakan? Kalau 
suamimu selingkuh, introspeksi dirimu. Baca kembali dirimu, mungkin 
ada yang keliru dengan buku hidupmu. Namun bila selingkuh itu telah 
sampai pada kontak fisik, engkau tak salah bila memutuskan pergi 
dari hidupnya. Dan bila itu terjadi padaku—kata perempuan itu---aku 
akan benar-benar pergi! Ah, tapi kan suamiku bukan seperti suami 
perempuan lain…, yakinnya dulu. Ya dulu sampai dengan hari itu.
> 
> Malam semakin larut dan dingin. Perempuan itu menggigil menyadari 
apa yang terjadi. Berapa lama? Tiga bulan, kata suaminya. Perempuan 
itu mengirim email lebih dulu. Suaminya menjawab. Semakin lama email-
email itu kian panjang. Berseliweran setiap hari dan meningkat pada 
sms. Setelah itu? Perempuan tersebut bergidik. "Kami belum pernah 
bertemu…," terngiang lagi kata suaminya. "Aku hanya pernah melihat 
fotonya…."
> 
> Tapi sapa mesra itu?
> 
> "Maafkan aku…,"lirih suaminya. "Maafkan aku…," katanya tak putus 
sambil mendekap istrinya yang kaku.
> 
> Bulan mulai lelah. Sebentar lagi mentari akan menggantikan 
tugasnya menerangi bumi. Namun apakah kata maaf dari suaminya dapat 
menerangi lagi batin perempuan itu?
> 
> Kaku sekali ia beringsut mendekati dengan suaminya. Ia rasakan 
letupan duka itu saat ia mendekap suaminya. "Maafkan aku juga…."
> 
> "Cinta, kamu tak salah, aku yang salah," itu lagi kata suaminya. 
Lelaki itu terisak di dadanya.
> 
> Dengan mata yang terus terjaga perempuan itu berusaha menghentikan 
airmatanya. Ia bersyukur hari itu ia tak emosi, apalagi memaki-maki 
perempuan itu. Ia hanya introspeksi, meminta maaf pada suaminya dan 
mengadu pada Allah….
> 
> "Apakah aku masih diberi kesempatan untuk mendampingi dan 
menjagamu selamanya?" tanya suaminya.
> 
> Mereka bertatapan. 
> 
> Dalam genangan lara perempuan itu mengangguk. Tapi ia sungguh tak 
tahu sampai kapan luka itu sembuh. Dan S? Ah, perempuan seperti apa 
yang tega menggoda dan mencoba merenggut kebahagiaannya? 
> 
> Duka dan maaf berarak dalam kamar yang gelap. Sepasang cinta 
dengan sayap luka berdekapan hingga pagi menyapa. Berharap sabar dan 
sesal dapat melelehkan luka yang batu. 
> 
> (untuk seorang sahabat, dengan empati yang dalam)
> 
>   Berikut link ke sumbernya (plus komentar orang2 yang baca)
> http://helvytr.multiply.com/journal/item/139
> 
> 
>   
> 
> 
>                       
> ---------------------------------
> Yahoo! Photos
>  Ring in the New Year with Photo Calendars. Add photos, events, 
holidays, whatever.
>









------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Over 1 billion served! The most music videos on the web.
Click to Watch now!
http://us.click.yahoo.com/xmKGzA/IARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke