Banjir Surut Bukan Berarti Masalah Selesai Sebagian wilayah Jakarta yang sejak Kamis (1/2) lalu tergenang banjir, sudah mulai surut. Jalan-jalan yang terputus akibat tingginya air sehingga tidak bisa dilalui kendaraan pun mulai bisa dilewati. Begitu pun di beberapa perumahan yang tadinya terendam hingga 6 meter, kini sudah kering dan menyisakan lumpur. Namun surutnya banjir bukan berarti masalah selesai, sebab justru masalah baru bermunculan. Sekadar mengingatkan, bahwa masalah yang terjadi di Ibukota negeri ini masih sangatlah panjang meski banjir sudah surut. Memang betul, sebagian masyarakat sudah bisa kembali ke rumah-rumah mereka dan mulai membersikan rumah serta perabot yang masih bisa diselamatkan. Hal ini saja sudah merupakan masalah baru bagi masyarakat, belum lagi masalah-masalah lain yang bermunculan paska banjir seperti penyakit. Ada dua jenis penyakit yang dipastikan muncul paska banjir besar di Jakarta dan sekitarnya, yakni penyakit medis dan penyakit sosial. Jangan dianggap enteng, penyakit paska banjir bukan cuma seputar gatal-gatal, diare dan demam. Yang lebih parah dari itu, bisa diprediksi demam berdarah akan semakin menjangkit paska banjir ini. Padahal DBD sudah menjadi momok bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya, dan kini diprediksi penyakit mematikan itu akan semakin mewabah dengan menggunungnya tumpukan sampah serta banyaknya genangan air sisa-sisa banjir. Ini harus segera diantisipasi, jika tidak akan menjadi masalah yang sangat serius bagi kebanyakan warga Jakarta, terutama mereka yang tinggal di daerah-daerah kumuh dan daerah rawan banjir. Sebab bisa dipastikan, rumah-rumah mereka yang lebab dan berlumpur serta dipenuhi sampah akan secara cepat menjadi sarang bertelurnya nyamuk penyebab DBD. Itu baru penyakit yang berhubungan dengan urusan medis. Masalah yang tidak kalah besarnya adalah gejolak sosial paska banjir. Rumah-rumah yang hancur akibat diterjang banjir tentu saja menambah daftar panjang keluarga-keluarga yang tidak memiliki rumah. Beruntung bagi mereka yang punya cukup uang untuk memperbaiki rumah, bagaimana dengan kalangan menengah ke bawah? butuh waktu berapa lama bagi mereka untuk kembali memiliki rumah? tidakkah ini akan menimbulkan gejolak sosial? Belum lagi soal usaha-usaha kecil. Tidak terhitung berapa jumlah pengusaha kecil seperti pedagang dan lain-lain yang harus gulung tikar lantaran toko, barang dagangan, dan aset-aset usaha mereka hilang dan rusak akibat banjir. Berapa banyak jumlah pengangguran akan bertambah di Ibukota? berapa banyak keluarga-keluarga miskin baru bermunculan? berapa banyak anggota keluarga yang akan kelaparan akibat perekonomian keluarga yang carut marut? dan pada ujungnya gelombang kemiskinan akan mewarnai kota Metropolitan ini. Kuncinya adalah tanggung jawab serta tingginya kepedulian berbagai pihak negeri ini. Siapa pun, pejabat atau bukan, perorangan atau kelompok masyarakat, perusahaan kecil maupun besar, punya tanggungjawab yang sama menyelesaikan masalah paska banjir ini. Sebab, jika terjadi gejolak sosial di masyarakat akibat lambatnya kita merespon permasalahan ini, boleh jadi kita jugalah yang akan menuai akibatnya. Sesungguhnya, masalah banjir di Ibukota negeri ini bukan hanya milik mereka yang rumah-rumahnya terendam, bukan pula milik mereka yang usahanya gulung tikar akibat banjir. Ini adalah masalah kita bersama, dan jika kita bersama pula mengulurkan tangan, tentu akan ringan terasa semua beban. Tidak adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan, pasti!. (Gaw)
*** Pesan ini disampaikan oleh: ACT - Aksi Cepat Tanggap Komplek Perkantoran Ciputat Indah Permai Jl. Ir.H. Juanda No. 50 Blok B-8 Ciputat 15419 www.aksicepattanggap.com [EMAIL PROTECTED] --------------------------------- Cheap Talk? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates. [Non-text portions of this message have been removed]