Anak Lebak Wangi Mimpi Ke Monas
http://gawtama.multiply.com

Ada yang pernah mendengar Kampung Lebak Wangi? Wajar jika Anda belum pernah 
mendengarnya. Mungkin nama tersebut tidak tertulis di peta Jawa Barat, dan ini 
bukan daerah bernama Lebak di Banten yang sudah kadung kesohor lantaran satu 
wilayah dengan kawasan baduy. Bukan, sekali lagi bukan. Sebab daerah kecil ini 
hanya berjarak tempuh kurang lebih setengah jam dari Jakarta Selatan, atau 
setengah jam dari Kota Bogor. 

Kampung Lebak Wangi, sebuah kampung di wilayah Parung, Bogor, Jawa Barat. Jika 
berkesempatan melintasi daerah tersebut, singgahlah di Jl. Kamboja, RT. 001 RW. 
01 Kampung Lebak Wangi, Desa Pemagarsari, Kecamatan Parung. Ada sebuah rumah 
yang dijadikan Taman Baca, bernama WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi). Kiswanti, 
seorang ibu rumah tangga yang gundah melihat anak-anak kampung yang lebih gemar 
bermain playstation atau menonton tayangan-tayangan televisi dan film yang 
tidak mendidik, tergerak untuk merogoh kocek pribadinya untuk membeli buku. 
Tentu saja, cita-citanya hanya satu, agar anak-anak kampung Lebak Wangi gemar 
membaca. "Bagaimana kampung ini bisa maju, jika anak-anak kami tidak cerdas?" 
resah Kiswanti. 

Kiswanti bukanlah orang berada, ia bukan sosok yang memiliki banyak harta 
sehingga berani mengeluarkan sejumlah uang untuk membuat taman bacaan di 
rumahnya. Sosok Kiswanti di lingkungannya dikenal sebagai ibu rumah tangga, 
namun yang membedakan ia dengan ibu rumah tangga lainnya, adalah kegundahannya 
akan masa depan anak-anak dan kampung tercintanya. Karena itu, 4 Desember 2003, 
berdirilah Taman Baca WARABAL, sebuah nama yang sangat sederhana, dirangkai 
oleh seorang ibu yang juga sederhana. Koleksi bukunya pun tidak banyak, hanya 
sekitar 180 buku, sebagian merupakan koleksi pribadinya, sebagian lainnya 
dibeli dari uangnya sendiri. 

Bukan hal mudah bagi seorang Kiswanti merintis usaha mulianya mencerdaskan 
anak-anak kampung Lebak Wangi. Mulanya, Taman Baca-nya tak dilirik sama sekali 
oleh anak-anak. Namun Kiswanti pantang menyerah, jika di kampungnya tidak 
banyak anak-anak yang mau membaca, maka ia bersepeda belasan kilometer setiap 
hari untuk bertandang ke kampung lainnya. Setiap hari, di sore hari Kiswanti 
mengayuh sepeda dan singgah di berbagai kampung. Yang ditawarkan hanya satu, 
buku-buku yang disusun di rak sepedanya. 

Sebagai seorang manusia, tentu saja ia punya rasa lelah. Terlebih bila tidak 
banyak anak-anak yang mau membaca buku-buku yang dibawanya. Padahal, ia harus 
menggadaikan banyak hal untuk melakukan perjuangan mulia tersebut. Namun, 
senyum Kiswanti langsung mengembang tatkala ada satu-dua anak yang menghampiri 
sepedanya untuk membaca-baca. Ya, mulanya hanya satu-dua anak saja di setiap 
kampung yang dikunjunginya, itulah yang senantiasa menjadi energi tambahan 
perempuan sederhana ini untuk terus mengayuh hingga puluhan kilometer setiap 
hari. 

Kerja kerasnya berbuah hasil. Dari 180 koleksi bukunya, kini Taman Baca WARABAL 
sudah mengoleksi 1714 buku yang terdiri dari buku bacaan anak, komik, majalah 
dan beberapa bentuk mainan anak-anak. Semuanya ia usahakan sendiri, bekerja 
sama dengan Komunitas 1001buku dan berbagai pihak donatur yang terkesan dengan 
perjuangannya. Memang, Kiswanti tidak pernah berhenti meminta bantuan siapa pun 
yang tergerak untuk menyumbangkan buku untuk taman bacanya. "Anak-anak yang 
baca, tidak satu pun yang dimintai bayaran. Semuanya gratis," tegas Kiswanti

Hingga hari ini, Kiswanti masih terus mengayuh sepeda belasan kilometer setiap 
hari untuk singgah di kampung-kampung lain yang jauh dari taman bacanya. Meski 
jumlah anak-anak yang sering singgah ke taman bacanya saat ini pun sudah 
semakin banyak. "Ada sekitar 60-an anak, tapi saya kasihan sama anak-anak 
kampung lain yang tidak bisa datang ke sini. Makanya saya masih harus terus 
membawakan buku ke kampung mereka," tambahnya. 

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan bertemu lagi dengan Kiswanti di sebuah 
forum para pecinta buku di Pertamina. Masih seperti dulu, Kiswanti tidak pernah 
bosan membawa serta flyer, foto-foto, dan berbagai liputan berita mengenai 
taman baca dan profil dirinya. Bukan bermaksud menyombongkan diri, Kiswanti 
hanya ingin lebih banyak orang tahu tentang Taman Bacanya, tentang Kampung 
Lebak Wangi, dan yang pasti tentang kebutuhannya akan buku yang lebih banyak 
untuk anak-anak. "Buku-bukunya cuma segitu, anak-anak sudah mulai bosan, setiap 
kali datang tidak ada buku yang baru. Bisa bantu ya mas..." harapnya. 

Sesaat sebelum berpisah dengan Kiswanti, ia berpesan, "Mas, kalau ada 
teman-temannya yang kelebihan uang. Anak-anak kampung saya sesekali diajak ke 
Monas ya, mereka kepengen tahu Monas. Selama ini cuma lihat di televisi saja" 

Duh, anak Lebak. Monas sebenarnya tidak lah jauh dari kampung mereka. Namun 
mereka hanya bisa menikmati gambarnya di buku dan di televisi. Di saat 
anak-anak di kota tak lagi melirik tugu kebanggaan Jakarta itu, justru 
anak-anak di Lebak Wangi masih harus memendam mimpinya untuk menjejakkan kaki 
di Monas. Ada yang ingin membantu mewujudkan mimpi mereka? 

Gaw
jika ada yang mau membantu, mari bersama kita mewujudkannya. hubungi saya di 
email [EMAIL PROTECTED] atau hp: 0815 105 35 424 (0852 190 68581 baru akan 
berfungsi hari jum'at, 16 feb 2007)
 
---------------------------------
Sucker-punch spam with award-winning protection.
 Try the free Yahoo! Mail Beta.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke