Ketimpangan pariwisata Bali saat ini sangat memprihatinkan, Bandara tidak berkembang sesuai keperluan. Akomodasi memang berlebihan (bila peluang tidak dimanfaatkan), rekreasi, pertunjukan dan hiburan tidak ada yang mengelola secara profesional. Tempat-tempat perbelanjaan, penataan dan kebersihannya kurang memberikan kenyamanan, ''pemerasan'' pun terjadi nyaris di semua sektor.
Wisatawan Diundang, Wisatawan Enggan Datang Oleh N. Gelebet PARIWISATA telah menjadi keperluan dalam kehidupan kota-kota dunia yang kehilangan alam dan budaya dalam ketersesakan rasa ruang yang semakin menghimpit. Pariwisata telah mempekerjakan 600 juta atau sekitar 17% dari tenaga kerja global dengan share pariwisata 16% dari GNP dunia. Pariwisata dunia tumbuh dengan 6,5% dan Asia Pasifik paling cepat dengan 9,8%. Bagi Bali, Australia merupakan pasar utama pariwisatanya. Dalam sepuluh tahun terakhir, Australia selalu menempati urutan kedua setelah Jepang sebagai penyumbang wisatawan terbanyak ke Pulau Dewata. Sayangnya, sejak bom Bali I, kunjungan wisatawan Australia ke Bali terus melorot. Bahkan, tahun lalu jumlah kunjungan wisatawan dari negeri kanguru ke Bali hanya 47 persen dibanding tahun 2005. Akibatnya posisi Australia digeser oleh Taiwan yang menduduki posisi kedua setelah Jepang. Inilah antiklimaks dari serangkaian tragedi yang menimpa Bali (BP, 19/2). Proporsional Membangun kepariwisataan perlu proporsional antarkomponen: bandara, hotel, restauran, biro perjalanan, tekreasi, pertunjukan, hiburan, perbelanjaan. Masing-masing bersinergi harmonis, dikelola dengan profesional, dapat memberikan kepuasan, kenangan keindahan, aman dan nyaman, senantiasa beradaptasi aktif dengan tuntutan peradaban yang berkembang. Meningkatkan kualitas peran, pesan dan kesan manakala mengharapkan wisatawan berkualitas. Ketimpangan pariwisata Bali saat ini sangat memprihatinkan, Bandara tidak berkembang sesuai keperluan. Akomodasi memang berlebihan (bila peluang tidak dimanfaatkan), rekreasi, pertunjukan dan hiburan tidak ada yang mengelola secara profesional. Tempat-tempat perbelanjaan, penataan dan kebersihannya kurang memberikan kenyamanan, 'pemerasan' pun terjadi nyaris di semua sektor. Bagaimana mungkin pariwisata berkembang proporsional manakala ODTW (Objek dan Daya Tarik Wisata) tidak menampilkan yang baru dan yang umumnya masih telantar. Dengan sistem bapak angkat untuk perawatan beberapa ODTW memang cukup berhasil, namun sentuhan penataannya masih jauh dari harapan Gaung promosi recovery mendengung seakan merasuk ke seantero dunia. Namun masih saja diragukan kebenaran apa yang telah dilakukan. Survai membuktikan, nyaris tidak ada wisatawan yang datang ke Bali karena promosi. Kedatangan mereka umumnya dari informasi keluarga atau temannya yang pernah ke Bali, dari media cetak maupun elektronik dan program massal bagi wisatawan grup. Dipertanyakan, sudahkah sesuai kedatangan wisatawan dari hasil promosi dengan dana yang dihabiskan? Masih perlukah dana promosi menguras anggaran yang tersedia, sementara OTW, perbelanjaan dan pertunjukan nyaris tanpa sentuhan pembinaan? Wisatawan diundang, mereka datang, dirancang untuk bertualang. Objek dan daya tarik wisata untuk dipandang bukan dipegang. Untuk itu keamanan, kenyamanan dan keunikan keindahan untuk kenangan yang dibawa pulang, tentunya perlu dijaga kelestariannya, diupayakan peningkatan kualitasnya, dan dimantapkan penataannya dengan dukungan sarana pendukung dan penunjangnya yang harmonis selaras lingkungannya. Idealnya demikian, faktanya sangat mengecewakan. Sebagian besar ODTW menyusui Pemkab yang memanfaatkan sebagai sumber PAD-nya, desa yang mewilayahi untuk kontribusinya dan kelompok yang mengelolanya sebagai sumber pendapatan. Wisatawan diundang untuk datang, bukan dipajang di hotel, namun dirangsang untuk berpetualang dalam paket-paket wisata dari ODTW ke ODTW lainnya. Mereka diupayakan untuk tinggal lebih lama, pulang ke negaranya berpromosi pada temannya, dan nantinya datang lagi. Ada kekeliruan persepsi selama ini bahwa hotel diposisikan sebagai tujuan berwisata, sehingga ODTW nyaris telantar tidak ada yang peduli. Seniman pengerajin dan seniman seni pertunjukan hanya dijadikan objek pemerasan sehingga keringat mereka untuk kelegaan mereka yang berpeluang atas prestasinya. Pemkab yang menjadikan Sad Kahyangan sebagai ODTW untuk sumber PAD-nya, bila dilacak perannya dalam lima tahun terakhir, dari penelusuran dokumen APBD, tidak ditemukan adanya pos anggaran yang dikembalikan untuk perawatan sebagaimana sebelumnya. Ironis memang, masyarakat yang menyerahkan warisan leluhurnya sebagai penyertaan modal bagi pembangunan kawasan pariwisata eksklusif, kini terlunta-lunta menjajakan jualannya di lahan yang telah beralih fungsi super elite. Bahkan ada yang dipandang sebagai mencemari, sehingga perlu dikumpulkan untuk dibina. Jelas mereka mengganggu keamanan dan kenyamanan wisatawan. Menjajakan dagagangan memang terkesan liar, tetapi itu dilakoni karena tidak ada tempat representatif baginya di kelasnya. Dapatkah pemegang kebijakan, peraup keuntungan dan mereka yang memegang mandat dan mengatasnamakan keberadaan masyarakat itu, untuk berbagi rasa dan berlogika rasional menuntaskan masalah hidup dalam kehidupan yang terpinggirkan? Seharusnya dibangun tempat yang layak bagi mereka sehingga tidak lagi berkeliaran seakan liar. Dengan demikian mereka akan merasa dimanusiakan kemanusiaannya. Hakikat kesejahteran adalah kebahagiaan bersama dalam kebersamaan. Selama ini tidak ada keterbukaan sehingga terjadi gugatan dan hujatan yang salah arah karena persepsi yang keliru. Badan otorita adalah pelaksana lapangan sebatas penugasan Dewan Komisaris yang terdiri dari dua; daerah dan pusat. Penguasa dan yang membidangi international consultant pengkaji awal terbentuknya kawasan pariwisata ini, merekomendasikan pimpinan lembaga adat setempat mewakili kepentingan masyarakatnya yang telah merelakan lahan kawasan sebagai penyertaan modal, sebagai anggota Dekom berperan dalam mengupayakanm kesepahaman untuk menemukan kesepakatan dalam mengambil kebijakan. Sayangnya selama seperempat abad posisi tersebut dikosongkan dan kini selama lima tahun disesatkan ke orang-orang antah berantah. Sehingga kesejahteraan bagi masyaratkan setempat sebagai international pilot project tourist resort hanya mimpi yang membuahkan apa yang berulang kali dijadikan objek pembinaan. Akibatnya, terdapat sejumlah permasalahan yang belum dan tidak akan pernah terselesaikan selama para pihak penyerobot hak lokal tidak mau menyadari keberadaannya yang mengada-ada. Penulis, dosen Fakultas Teknik Unud * Gaung promosi recovery mendengung seakan merasuk ke seantero dunia, namun masih saja diragukan kebenaran apa yang telah dilakukan. * Survai membuktikan, nyaris tidak ada wisatawan yang datang ke Bali karena promosi. * Membangun kepariwisataan perlu proporsional antarkomponen; masing-masing bersinergi harmonis, dikelola dengan profesional. [Non-text portions of this message have been removed]