Tukang Ojek

 

Buat saya kesempurnaan justru hadir pada sosok yang sederhana. 

Seperti halnya tukang ojek distasiun KA Citayem. Petang itu saya naik ojek. 

ditengah jalan naik ojek saya sempat berbincang dengannya. 

"Bang gimana rame?" tanya saya. 

"Alhamdulillah dari tadi siang baru narik dua kali." Jawabnya.

 

"Cukup bang buat keluarga dirumah?" "alhamdulillah, cukup pak." 

jawabnya lagi. Setiap kali menjawab pertanyaan selalu diawali 

dengan alhamdulillah, rasanya dalam kesederhanaan saya temukan 

kesempurnaan yang selalu mensyukuri nikmat yang diperolehnya.

 

Tukang pel Masjid

 

Biasanya setiap sore menjelang sholat magbrib saya selalu melihat 

orang tua yang selalu suka membersihkan lantai masjid. 

Ada teman bertutur bahwa orang itu tidak mau menjadi muadzin, 

tidak mau jadi imam, apa lagi menjadi khatib. 

 

Pada satu kesempatan saya bertanya kenapa memilih sebagai tukang pel masjid.


Katanya, "saya suka membersihkan yang kotor-kotor."

 

Do'a ku Semoga Kalian Selamat!

 

Pada tahun 1997 an saya bekerja pada Perusahan Jepang di wilayah Cilegon. 

Suatu malam kira-kira jam 9 an sehabis makan malam, saya  bersama 

seorang rekan kerja pulang naik angkot ke arah Merak untuk kembali 

ke Mes Perusahaan tempat kami tinggal. Di depan persimpangan Polres Cilegon,


angkot yang kami tumpangi di stop oleh seorang Bapak yang sedang menggendong


anak umur 2 tahunan sambil menuntun 2 orang anak lainnya kira-kira 

usia 5 dan 7 tahun semuanya anak perempuan. Penampilan semuanya 

sangat lusuh, anak terkecil tidak pakai sandal sedang yang lainnya 

pakai sandal jepit yang sudah kotor. 

 

Ketika angkot berhenti Bapak tsb tidak langsung naik tetapi melongok 

ke sopir sambil memperlihatkan berapa jumlah uang yang dia miliki, 

saya yang duduk dibelakang sopir melihat kejadian itu walaupun 

tidak tahu pasti berapa banyak uang recehan 100 rupiaan yang dia 

tunjukkan ke sopir, perkiraan saya sekitar Rp 600, padahal normalnya 

satu orang harus bayar minimal Rp 1000. Bapak tsb minta izin ke sopir 

untuk naik angkot walaupun dengan ongkos seadanya. Melihat uang kurang, 

sopir tidak memperkenankan Bapak itu naik dan hendak maju lagi, 

saya terperanjat dan berteriak Stop-stop... langsung bilang sama sopir, 

tolong Bapak dan anaknya dibawa, biar saya yang bayar ongkosnya.

 

Sambil masuk mobil, Bapak tadi mengucapkan terimakasih, 

lalu duduk di dekat pintu sambil menggendong 2 anak karena yang 

satunya saya gendong, selanjutnya dia hanya tertunduk mungkin malu 

sama penumpang lain yang kebetulan memang angkot sudah terisi penuh. 

Menyaksikan semua itu saya bergetar, dan naluri saya berkata orang 

ini pasti sedang membutuhkan pertolongan. Dalam perjalanan saya coba 

tanya dengan nada simpati, malam-malam begini Bapak mau pergi kemana? 

Dia jawab: saya mau pergi ke Pasar merak. Kok malam-malam, 

emang Bapak mau belanja apa? Jawabnya : Bukan, saya mau cari truk sayur, 

rencananya saya ingin menumpang truk untuk pulang kampung ke Sukabumi.

 

Mendengar jawaban itu saya tersedak, hati bergetar, air mata saya
bercucuran, 

bukan hanya karena saya keturunan dari Sukabumi tapi bagaimana membayangkan 

kalau itu anak balita saya yang harus naik truk dari Merak ke Sukabumi, 

malam-malam lagi. Selanjutnya saya bertaruh pasti keluarga ini belum
makan... 

dan ternyata betul.... Ya Alloh, tak mungkin saya membiarkan keluarga ini 

dengan perut kosong naik truk pulang ke Sukabumi sementara saya tidur 

dengan perut kekenyangan. Singkat cerita saya ajak keluarga Bapak itu 

ke tempat saya, lalu saya hidangkan makanan yang saya miliki agar dia bisa
makan, 

saya berikan obat-obatan ringan dan bekal biskuit serta mie instan. 

Selanjutnya saya antar dia naik angkot ke Merak dan tak lupa dititipi 

uang untuk beli tiket bis lebih dari cukup.

 

Anehnya, sekembali saya ngantar keluarga Bapak itu, rekan kerja saya 

yang sejak awal menemani saya berkata, kamu sebaiknya hati-hati nemuin 

orang seperti itu, jangan terlalu baik, siapa tahu dia itu seorang penipu, 

pura-pura gak punya uang dan memanfaatkan anak kecil untuk menarik iba 

orang lain. Saya jawab dengan mantap, kalau pun dia itu menipu saya, 

saya ikhlas... uang atau barang yang saya kasihkan tidak seberapa, 

lebih baik ditipu daripada harus membiarkan orang kelaparan di depan saya 

tanpa berbuat apapun... kita kembalikan saja kepada Alloh Swt. 

Saya tidak menyalahkan sikap kawan saya yang acuh tak acuh terhadap 

penderitaan orang, tapi kebanayakan para penipu masuk lewat cara seperti
itu.

 

Terakhir, saya ingin mengucapkan terimakasih buat doa Bapak sekeluarga 

yang mungkin selama perjalanan pulang ke Sukabumi mendoakan kebaikan 

untuk saya. Sekarang saya dan anak istri tinggal di Jepang mendapatkan 

beasiswa untuk melanjutkan kuliah sampai Doktor. 

Semoga Bapak sekeluarga sampai Sukabumi dengan selamat...

  

Pesan saya buat semua orang... selalu berbuat baik... 

karena Alloh Maha Kaya, Dia akan memberikan kebaikan dari arah yang tidak
kita duga.

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke