Waduh Mas Lisman, saya terharu sekali mendengar cerita anda. Saya juga pernah punya kisah nyata yang hampir serupa.
Sewaktu saya masih kuliah di Trisakti jakarta sekitar tahun 2000, pulang kuliah saya naik bus pulang kerumah tante saya yang tinggal di tebet, karena seluruh keluarga menetap di Surabaya. pulang kuliah sekitar jam 3 sore, lelah dan lapar, kebetulan juga saat itu akhir bulan jadi memang saya harus irit pengeluaran. Tiba- tiba di P 55 jurusan grogol- pondok kopi yang saya tumpangi naik seorang anak laki- laki yang mungkin berusia 12 tahun. Disamping supir bus menghadap para penunpang dia bercerita bahwa adiknya saat itu masuk rumah sakit karena kecelakan, dia butuh darah dan keluarganya tidak punya uang! Melihat raut wajahnya saja saya sudah bersimpati ditambah lagi mendengar ceritanya. Saat itu dia menceritakan keadaan adiknya yang terdengar kritis dan sangat butuh pertolongan, dia pun tanpa ragu- ragu menyebutkan nama rumah sakit dan no kamar serta nama adiknya tsb. Tidak ada pikiran negatif sama sekali saya pun mengeluargan semua uang yang saya miliki di dompet sayangnya mungkin uang sejumlah itu tidak menolong banyak. Jumlahnya sekitar 17.000 rupiah karena cuman itu yang saya punya. Saya pun iklas memberikan uang jajan saya untuknya, hanya itu yang bisa saya berikan. Besoknya tergugah keinginan saya untuk donor darah di PMI, walaupun mungkin bukan untuk menolong anak itu lagi tetapi mungkin sangat menolong pasien yang lain. Selesai donor darah diantar seorang kawan saya pun ingin menengok anak kecil yang kecelakaan itu dan mungkin sedikit lagi bantuan bisa membantu. Tetapi sesampai disana bukan nama anak itu sudah tidak ada, tapi malah nama pasien itu tidak ada. No kamar pun tidak di kenal. Teman saya pun mulai ngomel- ngomel memarahi saya kenapa mudah percaya sama orang lain. Pikiran saya saat itu cuman ini anak pintar sekali bersandiwara, saat itu bukan hanya saya yang percaya tetapi beberapa penumpang juga. Saya ambil hikmah dari semua ini yaitu saya bisa memberikan darah saya kepada orang lain melalui PMI. Mungkin dengan jalan di bohongi anak kecil itu pikiran saya terbuka untuk menolong orang lain dengan cara yang lain. Terima kasih yah untuk " Tri" yang mumbuka hati saya untuk berbuat sesuatu:)) Dan dua bulan kemudian ayah saya terserang stroke yang sangat parah, selain pendarahan di otak sebelah kanan yang akhirnya harus di operasi , dampak dari stroke itu pun menghantam ginjal ayah saya sehingga harus dilakukan cuci darah seminggu dua kali dalam keadaan masih koma. Tuhan memberikan kami sekeluarga cobaan yang berat tapi juga hikmah dan rahmat yang tidak sedikit. Saat- saat kritis ayah saya di lalui dengan kemudahan, bantuan dari orang lain, yah moril dan materil, Muzizat doa dari banyak orang, dan pertolongan sumbangan darah yang tiada henti. Ayah saya Alhamdullilah sadar dan masih diberikan waktu untuk menemani istri- anak- cucu sebelum akhirnya pergi untuk selamanya (th. 2003) " Selalu posisikan kita pada posisi orang lain yang benar- benar membutuhkan pertolongan, rasa iklas dan bahagia, InsyAllah kita dapat. " Cheers, Safarina 'Ida arimurti' <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Renungan : Do'aku Smoga Kalian Selamat... Pada tahun 1997 an saya bekerja pada Perusahan Jepang di wilayah Cilegon. Suatu malam kira-kira jam 9 an sehabis makan malam, saya bersama seorang rekan kerja pulang naik angkot ke arah Merak untuk kembali ke Mes Perusahaan tempat kami tinggal. Di depan persimpangan Polres Cilegon, angkot yang kami tumpangi di stop oleh seorang Bapak yang sedang menggendong anak umur 2 tahunan sambil menuntun 2 orang anak lainnya kira-kira usia 5 dan 7 tahun semuanya anak perempuan. Penampilan semuanya sangat lusush, anak terkecil tidak pakai sandal sedang yang lainnya pakai sandal jepit yang sudah kotor. Ketika angkot berhenti Bapak tsb tidak langsung naik tetapi melongok ke sopir sambil memperlihatkan berapa jumlah uang yang dia miliki, saya yang duduk dibelakang sopir melihat kejadian itu walaupun tidak tahu pasti berapa banyak uang recehan 100 rupiaan yang dia tunjukkan ke sopir, perkiraan saya sekitar Rp 600, padahal normalnya satu orang harus bayar minimal Rp 1000. Bapak tsb minta izin ke sopir untuk naik angkot walaupun dengan ongkos seadanya. Melihat uang kurang, sopir tidak memperkenankan Bapak itu naik dan hendak maju lagi, saya terperanjat dan berteriak Stop-stop... langsung bilang sama sopir, tolong Bapak dan anaknya dibawa, biar saya yang bayar ongkosnya. Sambil masuk mobil, Bapak tadi mengucapkan terimakasih, lalu duduk di dekat pintu sambil menggendong 2 anak karena yang satunya saya gendong, selanjutnya dia hanya tertunduk mungkin malu sama penumpang lain yang kebetulan memang angkot sudah terisi penuh. Menyaksikan semua itu saya bergetar, dan naluri saya berkata orang ini pasti sedang membutuhkan pertolongan. Dalam perjalanan saya coba tanya dengan nada simpati, malam-malam begini Bapak mau pergi kemana? Dia jawab: saya mau pergi ke Pasar merak. Kok malam-malam, emang Bapak mau belanja apa? Jawabnya : Bukan, saya mau cari truk sayur, rencananya saya ingin menumpang truk untuk pulang kampung ke Sukabumi. Mendengar jawaban itu saya tersedak, hati bergetar, air mata saya bercucuran, bukan hanya karena saya keturunan dari Sukabumi tapi bagaimana membayangkan kalau itu anak balita saya yang harus naik truk dari Merak ke Sukabumi, malam-malam lagi. Selanjutnya saya bertaruh pasti keluarga ini belum makan... dan ternyata betul.... Ya Alloh, tak mungkin saya membiarkan keluarga ini dengan perut kosong naik truk pulang ke Sukabumi sementara saya tidur dengan perut kekenyangan. Singkat cerita saya ajak keluarga Bapak itu ke tempat saya, lalu saya hidangkan makanan yang saya miliki agar dia bisa makan, saya berikan obat-obatan ringan dan bekal biskuit serta mie instan. Selanjutnya saya antar dia naik angkot ke Merak dan tak lupa dititipi uang untuk beli tiket bis lebih dari cukup. Anehnya, sekembali saya ngantar keluarga Bapak itu, rekan kerja saya yang sejak awal menemani saya berkata, kamu sebaiknya hati-hati nemuin orang seperti itu, jangan terlalu baik, siapa tahu dia itu seorang penipu, pura-pura gak punya uang dan memanfaatkan anak kecil untuk menarik iba orang lain. Saya jawab dengan mantap, kalau pun dia itu menipu saya, saya ikhlas... uang atau barang yang saya kasihkan tidak seberapa, lebih baik ditipu daripada harus membiarkan orang kelaparan di depan saya tanpa berbuat apapun... kita kembalikan saja kepada Alloh Swt. Saya tidak menyalahkan sikap kawan saya yang acuh tak acuh terhadap penderitaan orang, tapi kebanayakan para penipu masuk lewat cara seperti itu. Terakhir, saya ingin mengucapkan terimakasih buat doa Bapak sekeluarga yang mungkin selama perjalanan pulang ke Sukabumi mendoakan kebaikan untuk saya. Sekarang saya dan anak istri tinggal di Jepang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah sampai Doktor. Smoga Bapak sekeluarga samapai Sukabumi dengan selamat... Pesan saya buat semua orang... selalu berbuat baik... karena Alloh Maha Kaya, Dia akan memberikan kebaikan dari arah yang tidak kita duga. Subhanalloh wabihamdihi. Lisman Suryanegara [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- Sucker-punch spam with award-winning protection. Try the free Yahoo! Mail Beta. [Non-text portions of this message have been removed]