Bagi teman-teman milis yang juga peminat dan pemerhati budaya, saya ingin berbagi informasi berharga dibawah ini.
Menurut saya, sayang sekali untuk dilewatkan.Luar biasa bagus sekali.Cepat daftar ya ajak teman2 dan keluarga. Ida Arimurti RETROSPEKSI IWAN TIRTA "Tandhing Gendhing"(A Battle of Wits) Sebuah retrospeksi terhadap batik klasik yang dipersembahkan melalui Opera Klasik Jawa. Cirebon - Sabtu 25 Agustus 2007, Hotel Prima Cirebon 19.30 WIB Setelah di bulan Desember 2006 lalu sukses menggelar hasil karya dan koleksi kain klasiknya pada publik terbatas di The Dharmawangsa, sang maestro batik Iwan Tirta, kini berencana untuk memamerkan koleksi batik klasiknya kepada publik yang lebih luas melalui serangkaian tour ke beberapa kota yaitu Solo, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Cirebon dan Pekalongan di bulan Agustus mendatang. Kain batik yang akan dipamerkan adalah batik klasik yang masih akan dipergelarkan melalui medium seni pertunjukan klasik Jawa. Mengapa Opera Jawa? : SEBUAH DIALOG KE MASA LAMPAU Tidak sebagaimana biasanya sebuah peragaan adibusana yang menggunakan para model yang berjalan di atas catwalk, koleksi batik klasik Iwan Tirta diperagakan oleh para penari klasik tradisional Jawa melalui sebuah opera klasik tradisi yang juga merupakan mahakarya dari para maestro seni pertunjukan klasik tradisional Jawa warisan masa lampau. Alasan utama untuk menggelar peragaan adibusana melalui format opera - seni pertunjukan klasik yang menggabungkan seni tari, akting dan olah vokal ini, tak lain adalah karena ekspresi keanggunan, keagungan dan keindahan akan muncul jika batik diletakkan dalam satu kesatuan estetika yang terbingkai dalam konteks kebudayaan yang melahirkannya. Yang mana, ekspresi tersebut boleh jadi tidak akan 'muncul' jika dipamerkan dalam bentuk peragaan busana biasa yang terlepas dari akar tradisinya. Pergelaran ini merupakan perwujudan dedikasi untuk senantiasa mengeksplorasi hubungan antara tradisi dan inovasi dalam mengembangkan kekayaan seni budaya Indonesia. Retrospeksi batik klasik Iwan Tirta ini, tak ubahnya sebuah dialog para maestro seni rupa dan seni pertunjukan lintas masa. PERPADUAN BATIK, KERIS, DAN WAYANG Opera klasik Jawa yang akan mengambil cuplikan dari kisah pewayangan epik Mahabharata ini tak lepas dari sentuhan para pekerja seni klasik tradisional yang handal di bidangnya masing-masing : koreografer, komposer, dan musisi. Juga didukung profesional dalam dunia desain dan seni pertunjukan mulai dari produser, stage manager, stage & lighting designer, graphic designer, fotografer, dan masih banyak lagi. Mereka memiliki kesamaan hasrat untuk dapat mengeksplorasi kekayaan tradisi - yang kini kian langka dipergelarkan - melalui karya-karya Iwan Tirta yang terinspirasi dari warisan tradisi. Dalam tradisi Jawa, satu bentuk seni terkait dengan bentuk seni lainnya. Batik, wayang, keris. Ketiganya tak terpisahkan, dan merupakan sebuah totalitas antara seni rupa dan seni pertunjukan Format opera (dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan langendriyan) seperti ini, menuntut kemampuan teknik yang sangat tinggi meliputi tari, olah vokal dan kemampuan akting. Dialog akan dilantunkan dalam bentuk tembang (lagu) sehingga tentunya juga menuntut teknik vokal yang prima dari para penari. Di sisi lain, pemilihan penari dilakukan melalui proses audisi yang ketat. Selain memiliki kemampuan teknis yang prima, mereka pun harus memiliki postur tubuh yang cocok untuk memperagakan adibusana dan kain batik klasik Iwan Tirta. Ditarikan oleh 7 orang penari laki-laki dan 2 orang penari perempuan, koreografi ini akan diiringi oleh orkestrasi gamelan dengan komposisi musik yang diolah dari repertoire klasik tradisional Jawa. Koreografi dan sekaligus penyutradaraanTanding Gendhing ini digarap oleh Wasi Bantolo, koreografer muda berbakat yang selama dua tahun terakhir mengajar sebagai visiting Professor di University of Michigan dan University of Wisconsin, Amerika Serikat. Untuk penataan musik, digarap oleh komposer karawitan senior, Blacius Subono. Keindahan kain batik klasik koleksi Iwan Tirta ini akan diperkuat dengan keindahan keris koleksi Haryono Haryoguritno dan Museum Pusaka. Dimana, setiap keris yang dipamerkan sebagai properti setiap penari disesuaikan dengan penokohan / karakter. Penampilan opera ini juga tidak terlepas dari peran Ibu KRAy. Maktal Dirdjodiningrat selaku pakar busana tradisional Jawa khususnya dari Keraton Surakarta. "TANDING GENDHING" Sebuah Interpretasi Terhadap Tema Anti -War Opera klasik Jawa bertajuk "Tanding Gendhing" ini merupakan rangkuman kisah hidup Wangsa Bharata dalam epik Mahabharata. Dengan mengetengahkan tokoh-tokoh sentral yaitu : Kresna, Sengkuni, Duryudana, Bima, Arjuna, Karna, Bisma, Kunthi dan Gendari, kisah yang mengambil setting masa pra Bharatayudha ini akan mengangkat konflik kehidupan yang ada di antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Meski lakon ini berujung pada perang Bharatayudha, namun penggarapan naskah/skenario diinterpretasi ulang dengan semangat anti-war yang akan terekspresikan dalam dialog diplomasi antara tokoh Kresna sebagai negosiator dari pihak Pandawa, dan Sengkuni dari pihak Kurawa. "Tanding Gendhing" akan digarap dengan gaya bedhayan yang minimalis, namun sarat dengan simbol-simbol. Selain ke-sembilan penari tersebut memerankan karakter tokoh tertentu, dalam saat yang bersamaan sangat dimungkinkan dapat melebur dan beralih fungsi untuk memperkuat suasana maupun menarikan simbolisasi cerita. Latar Belakang Konsep Garapan Langendriyan adalah salah satu bentuk teater tari tradisional yang memiliki posisi penting pada masanya. Langendriyan diciptakan pada masa abad ke 18 di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Raden Mas Haria Tandakusuma, menantu dari Mangkunegara IV (1853-1881) menciptakan versi Surakarta, sementara Raden Tumenggung Purwadiningrat dan Pangeran Mangkubumi menciptakan versi Yogyakarta (1876). Langendriyan diiringi dengan orkestra gamelan, dimana dialog para pemain menggunakan tembang. Langendriyan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga menuntut kemampuan yang prima dari seniman pendukungnya, mulai dari olah tari, vokal hingga kemampuan teater. Bentuk tarian pria berangkat dari bentuk Wireng (tarian perang), salah satu jenis tari yang lazim di Kasunanan Surakarta, yang mana hanya ditarikan oleh pria. Wireng memiliki jenis dan ragam yang bermacam-macam, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu wireng beksan dugangan seperti tari Bandabaya, dan wireng beksan alusan seperti tari Dhadap Karno Tinanding. Wireng sudah mulai jarang ditarikan, dan kini dapat disebut sebagai salah satu bentuk tarian yang langka. Delta FM dan FeMale Radio bekerjasama dengan GELAR - Iwan Tirta dalam Program Cultural Trip Cirebon - Program Cultural Trip Cirebon - Promo on air Delta FM dan FeMale Radio -- Jakarta dan Bandung Nonton bareng Retrospeksi Iwan Tirta - Opera Tanding Gending di Hotel Prima Cirebon Tour Host : IDA ARIMURTI Jum'at-Minggu 24-26 Agustus 2007 Biaya 1.500.000,-per orang Peserta berkumpul di Gambir Jkt. Pulang by pesawat dari Solo. Biaya sudah termasuk 1. Transportasi kereta api Jkt - Cirebon - Jakarta 2. Transportasi lokal 3. Hotel 2 malam including Breakfast 4. Tour : a. Belanja di kawasan pembatik desa Trusmi b. Mengunjungi Keraton Kasepuhan dan mencicipi kuliner ala Bangsawan Cirebon c. Belanja oleh2 khas Cirebon di pasar tradisional Kanoman d. NONTON BARENG PERGELARAN RETROSPEKSI IWAN TIRTA -- Opera Tanding Gending di Hotel Prima dan Makan Malam e. Mengunjungi Taman air Sunyaragi f. Mencicipi kuliner Cirebon Empal Gentong Mang Dharma di pasar tradisioNAL g. Mengunjungi workshop Lukisan Kaca khas Cirebon Pendaftaran silakan langsung menghubungi Norma 021 72784033.Atau langsung ke Radio Delta. Peserta berkumpul di GAMBIR Jkt