Safii maarif itu tidak "melek sejarah" terjebak sama
skenario rekayasa sejarah yang di ciptakan tentara,
sungguh teramat harus dikasihani menjadi "intelektual
tanggung" seperti itu.
Mau jadi sufi juga masih terlalu jauh dari tingkatan
ma'rifat, mau jadi intelektual masih nanggung krn
pengetahuan dan pemahamannya kurang menyeluruh karena
terjebak sama propaganda-propaganda yang membungkus
kebenaran yang apa adanya.




--- muslih vijay <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Nggak ngaruh buat perubahan bangsa, sayang yaah rugi
> waktu!!!!!!
> 
> syarif <[EMAIL PROTECTED]> wrote:        
> Pidato Kebudayaan
> > 22 November 2005
> > Graha Bhakti Budaya - Taman Ismail Marzuki,
> Jakarta
> >  
> > PENGKHIANATAN KAUM INTELEKTUAL INDONESIA:
> > PERSPEKTIF KEBUDAYAAN
> >  
> > Oleh. Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif
> >  
> >  
> > Pendahuluan
>                                    
> > Tidak selalu mudah memasukkan seorang intelektual
> ke
> > dalam kategori pengkhianat ataupun pahlawan.
> Sistem
> nilai dan
> > kondisi politiko-kultural dalam sebuah masyarakat
> perlu
> > dipertimbangkan untuk menilai posisi seseorang
> dalam
> konteks
> > sejarah tertentu. Pada umumnya pengkhianatan
> intelektual itu
> > terjadi manakala bersinggungan dengan kekuasaan.
> 
> > Sekiranya filosuf Martin   Heidegger (1889-1976)
> tidak
> segera
> > mengundurkan diri sebagai rektor Universitas
> Freiburg pada
> > 1934, padahal dia baru saja diangkat pada 1933,
> barangkali cap > sebagai pengkhianat mungkin dapat
> dibenarkan. Bukankah filosuf > ini semula dengan
> penuh
> semangat mendukung rejim Nazi di bawah >
> kepemimpinan
> Adolf Hitler? Akibat dukungan ini, Heidegger
> > masih dilarang mengajar selama beberapa tahun
> pasca
> PD
> > (Perang Dunia) II, gara-gara keterlibatannya dalam
> > politik, sekalipun hanya sebentar.1 
> 
> > Tetapi sebagai seorang filosuf yang jelas
> intelektual,
> > sikap mendukung sebuah rejim fasistik ekspansif
> yang
> dikutuk
> > seluruh dunia beradab sampai hari ini, memang
> patut
> > dipertanyakan.
> 
> > Kasus lain yang lebih ringan berkaitan dengan
> masalah
> > kebudayaan politik Indonesia, adalah sikap HB
> Jassin, Wiratmo > Sukito, dan Trisno Sumardjo yang
> mohon bimbingan dan petunjuk   > kepada Presiden
> Soekarno dalam upaya mereka untuk
> > menyempurnakan pengembangan kebudayaan nasional
> atas
> dasar
> > filosofi Pancasila dengan haluan Manipol-Usdek,2
> merupakan
> > sebuah pengkhianatan intelektual atau keterpaksaan
> > manusiawi pada saat pendukung Manifes Kebudayaan
> sedang
> > diganyang habis-habisan oleh Lekra (Lembaga
> Kebudayaan
> > Rakyat), di mana Pramudya Ananta Toer sebagai
> salah
> > seorang tokoh utamanya? Jika orang memakai
> kacamata
> > hitam putih, atau penganut idealisme mutlak, bisa
> saja sikap
> > ketiga tokoh ini adalah sebuah pelacuran. Tetapi
> dunia
> > bukanlah hitam-putih, sehingga sebuah tingkat
> kearifan
> > tertentu sangat diperlukan sebelum orang
> memberikan
> > penilaian yang konklusif terhadap sebuah fenomenon
> > manusia.
> 
> > Dengan sedikit pendahuluan ini, saya ingin mencoba
> > menelusuri jejak-jejak kebudayaan politik
> Indonesia
> kontempoter
> >   untuk melihat sampai di mana dan apa akibatnya
> jika
> > pengkhianatan kaum intelektual itu benar-benar
> terjadi.
> >  
> > Intelektual modern Indonesia: antara pengkhianat
> dan
> > pahlawan (I)
> 
> > Terlebih dulu saya akan memberikan batasan yang
> > longgar kepada sosok siapa yang dapat
> dikategorikan
> sebagai
> > kaum intelektual. Definisi yang kaku dan ketat
> tidak
> perlu,
> > sebab hanyalah akan mempersempit ruang analisis
> kita. Benda
> > misalnya menghubungkan kaum intelektual itu tidak
> > saja kepada para pendeta yang pandai menulis,
> kepada
> > kelompok terpelajar Perancis pada saat karyanya La
> Trahison
> > des Clercs diterbitkan pada 1927 untuk
> membedakannya
> dengan
> > golongan awam.3 
> 
> > Dalam kamus Bahasa Perancis, perkataan Clercs
> memang
> tidak
> > saja mengandung makna rohaniawan, tetapi juga
> berarti orang
> > terpelajar (learned man) atau sarjana (scholar)
> pada
> >   umumnya.4
> 
> > Yang dimaksudkan Benda dengan kaum intelektual
> tentu
> > bukan golongan terpelajar biasa, sebab nama-nama
> besar seperti
> > Descrates, Vico, Spinoza, Renan, Hegel, Goethe,
> Nietzsche, dan > banyak yang lain dalam sejarah
> modern
> Eropa disebut dalam
> > halaman-halaman karya La Trahison di atas. Untuk
> Indonesia,
> > kita dapat pula memasukkan sebagian besar tokoh
> pergerakan
> > nasional sejak permulaan abad ke-20 sampai
> proklamasi 1945 ke
> > dalam golongan intelektual-aktivis, karena kondisi
> > masyarakat terjajah telah "memaksa" mereka tampil
> sebagai
> > aktivis, demi kemerdekaan bangsa. Rata-rata mereka
> menguasai
> > beberapa bahasa asing, sehingga akses untuk
> literatur dunia
> > sangat memungkinkan untuk tampil sebagai kaum
> intelektual yang > berbobot dengan wawasan yang
> sangat
> luas.
> 
> > Dalam pada itu patut pula dicatat dari Benda
> adalah
> > penekanannya tentang moral   seorang pemimpin yang
> harus menyatu > dalam diri seorang intelektual,
> bukan
> hanya mengandalkan ilmu
> > pengetahuan.5 Dari sisi ini terasa ada nilai
> universal yang
> > harus diakui dan dipedomani bersama.
> 
> > Dengan kaca mata moral inilah kita dapat
> mengatakan
> > apakah seorang intelektual berkhianat, tertipu,
> terpaksa, naif,
> > atau tidak faham medan pergumulan sehingga salah
> mengambil 
> > langkah, misalnya. Kemudian atribut lain yang
> perlu 
> > ditambahkan bagi seorang intelektual, disamping
> terpelajar, 
> > dia harus mempunyai kepekaan dan komitmen terhadap
> > masalah-masalah besar yang menyangkut manusia dan
> > kemanusiaan, tanpa diskriminasi. 
> 
> > Dalam ungkapan lain, hati nuraninya harus hidup,
> peka, dan
> > berfungsi prima. Sekalipun dia misalnya seorang
> > warga suatu negara, wawasan kemanusiaannya
> haruslah
> mondial, 
> > tidak dibatasi oleh dinding-dinding politik  
> sebuah
> bangsa dan > negara tertentu. Dengan demikian
> seorang
> intelektual sejati 
> > dalam perspektif ini tidak mungkin menganut faham
> "right or
> > wrong is my country."
> 
> > Dalam masalah ini memang bisa terjadi benturan
> dengan kaum
> > nasionalis yang menjadikan nasionalisme sebagai
> sebuah ideologi
> > negara-bangsa, bahkan sebagai agama: hidup mati
> untuk tanah
> 
=== message truncated ===



                
__________________________________________ 
Yahoo! DSL – Something to write home about. 
Just $16.99/mo. or less. 
dsl.yahoo.com 






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/vbOolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
        [EMAIL PROTECTED] (langganan)
        [EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke