Buletin Elektronik www.Prakarsa-Rakyat.org

                  SADAR

                  Simpul Untuk Keadilan dan Demokrasi
                  Edisi: 80 Tahun III - 2007
                  Sumber: www.prakarsa-rakyat.org


--------------------------------------------------------------



                  KAUM MUDA: HERO ATAU ZERO?







                  Sunarno[1]







                  Beberapa waktu kemarin, media-media massa merilis 
gegap-gempita dukungan bagi munculnya kepemimpinan kaum muda. Ada harapan 
terkuak bahwa andilnya kaum muda di pertarungan politik bakal memberi nuansa 
berbeda. Setidaknya cocok dengan karakter kaum muda: berani mengambil 
keputusan dan tidak terombang-ombing berbagai kepentingan.



                  Kaum muda, dimana mahasiswa dan sarjana usia muda 
termaktub di dalamnya, diberi label tulang punggung bangsa. Rusak binasanya 
kaum muda, rusak binasa pula negara atau bangsa. Di punggung kaum mudalah 
kebaikan atau keburukan bangsa terletak.



                  Semenjak lama keberadaan kaum muda menentukan situasi 
kebangsaan, terutama di percaturan kekuasaan. Meskipun bukan kelompok 
pemegang kekuasaan, "gerakan" kaum muda mendorong perubahan sosial-politik 
sekaligus merombak sistem kuasa sebelumnya.



                  Di awal kuartal kedua abad 20, kaum muda meletakkan 
landasan pembentukan negara Indonesia melalui apa yang disebut "Sumpah 
Pemuda". Sejak saat itulah identitas keindonesiaan melaju kencang sampai 
akhirnya maujud melalui proklamasi kemerdekaan. Dan apa yang disebut 
proklamasi pun sumbangsih kaum muda. Ketaksabaran mereka menginspirasi 
kemerdekaan lebih awal dan menghindarkan kita dari kemerdekaan yang "diberi" 
seperti halnya sejumlah negara jajahan lain.



                  Sekian peristiwa penting sesudahnya membuktikan peranan 
pemuda sebagai tulang punggung bangsa. Sebut saja gerakan pemuda dan 
mahasiswa 1965 yang menggusur kekuasan orde lama, malapetaka Januari 1974, 
terakhir reformasi di tahun 1998. Dalam rentang sejarah sekian lama, decak 
kagum tertuju pada si tulang punggung bangsa: Betapa hebat dan heroik kaum 
muda kita!



                  Tetapi baiklah kita perbandingkan dengan situasi yang 
sedang dihadapi dan menghinggapi kaum muda kita:



                  Realitas Kekinian


                  Bursa-bursa kerja komersial di beberapa kota selalu 
dipenuhi peminat. Bahkan di Bekasi dan Jakarta, membludaknya pengunjung 
menimbulkan kepanikan dan aksi dorong karena berebut masuk arena bursa. 
Sebagian besar pengunjung atau peminat kerja itu adalah kaum muda yang belum 
lama lulus dari kuliahan, baik diploma maupun sarjana, beberapa juga lulusan 
S-2.



                  Pemandangan serupa ditemui sewaktu proses penerimaan Calon 
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dimulai. Puluhan ribu kaum muda terdidik sontak 
sibuk. Mulai dari legalisir ijasah, pembuatan SKKB dan sekian syarat lain 
yang harus dipenuhi untuk mengikuti tes. Tahun kemarin di seantero 
Indonesia, 4,5 juta kaum muda berebut tempat 200-an ribu lowongan CPNS. Di 
setiap kota/kabupaten, ribuan orang bersaing guna memperoleh ratusan posisi 
di pemerintahan.



                  Dari dua deskripsi di atas muncul pertanyaan, apa yang 
sebenarnya tengah dialami tulang punggung bangsa ini? Apakah demikian 
menariknya jabatan kerja yang ditawarkan bursa-bursa kerja komersial maupun 
(menjadi) PNS sehingga patut diperebutkan demikian massal?



                  Dua kasus di atas merupakan potret kegelisahan kaum muda 
mencari pekerjaan yang sebenarnya bukan hal fenomenal lagi. Pemeo "susahnya 
mencari kerja" menjadi kamus keseharian mereka. Tentu bukan hanya dua 
kesempatan tersebut yang dimanfaatkan, mereka pun telah memanfaatkan iklan 
lowongan kerja di koran, internet maupun informasi dari mulut ke mulut. 
Kegagalan demi kegagalan nyaris dialami tiap kali lowongan kerja diikuti, 
namun semuanya itu kerap dianggap sebagai romantika belaka. Semuanya wajar 
karena mencari kerja memang sulit.



                  Bukti susahnya mendapat pekerjaan tertandai dari jumlah 
pengangguran yang fantastis. Angka tidak resmi menyebut angka 40 juta orang 
tak bekerja sama sekali atau setengah bekerja (pengangguran terselubung).



                  Belum pernah ada masa yang demikian berat bagi kaum muda 
di mana tantangan hidup sangat besar - sehingga secara sarkastik dikatakan 
amat besarnya tantangan tersebut sampai-sampai melampaui kemampuan yang 
dimiliki - seperti saat ini. Mungkin memperoleh pekerjaan di masa silam pun 
sulit dan melelahkan (seperti yang dideskripsikan Iwan Fals dalam lagu 
Sarjana Muda), namun tetap saja tak pernah sesulit dan semelelahkan 
sekarang.



                  Pada pihak lain, kaum muda saat ini berada dalam era yang 
segala sesuatunya terus menerus memacu debaran jantung. Dunia kaum muda 
terefleksi pada apa yang disebut sebagai "dugem", dunia gemerlap. Dunia yang 
berusaha mengkonsistensi rasa senang melalui hura-hura, diskontinyu 
rutinitas maupun eskapisme problem-problem kehidupan. Dalam dugem yang ada 
adalah tawa lebar terus-terusan, mungkin trance dalam citarasa kemodernan, 
yang distimulir oleh musik menghentak dan permainan lighting. Kalau belum 
cukup ada minuman keras dan lebih jauh lagi, narkoba.



                  Memang sedikit kaum muda yang "terlibat" dalam kedugeman, 
mungkin sebagian kecil kaum muda berpenghasilan tinggi di kota-kota besar. 
Namun kedugeman menjadi teridealisasi sebagai format kemudaan: Jangan pernah 
merasa muda kalau belum pernah ber-dugem-ria.



                  Kalaupun bukan dugem sebenar-benarnya, cukuplah imitasi 
terhadapnya. Yakni aktivitas penerjemahan dari pencapaian tujuan dugem dalam 
cara yang berbeda. Tak harus dalam diskotik, café maupun klub-klub malam. 
Toh, sebutir ekstasi maupun sebotol minuman keras dapat dikonsumsi di mana 
saja.



                  Tarikan tak kalah dahsyat berasal dari "tabung" televisi, 
yakni apa yang disebut sebagai demam (menjadi) bintang. Di masa lalu, hadir 
gegap gempita kaum muda menyerbu audisi-audisi Akademisi Fantasi Indonesia 
(AFI), Indonesian Idol, Kontes Dangdut maupun modelling (kini ada Mamamia, 
Stardut, audisi pelawak, dan sebagainya). Histeria yang mengkanalkan makna 
kesuksesan kaum muda masa kini: terkenal, gaya hidup mewah maupun berduit.



                  Acara semacam mengancam variasi daya cipta dan kreasi 
artistik di masa datang. Pertama, bakat dan minat berkarya diseragamkan 
mengikuti citarasa industri pertunjukkan (mendominasinya cita-cita menjadi 
penyanyi, aktor maupun modelling, kalau bukan asal berwajah cantik/ganteng). 
Kedua, bagi yang berkeinginan menjadi bagian dari industri pertunjukkan 
modern pun dipaksa harus mengikuti saluran-saluran yang disediakan. Sehingga 
kalaupun berhasil menjadi penyanyi, aktor dan model betulan, maka mereka 
harus mengikuti aturan dan standar yang rekayasa sifatnya.



                  Apa yang terjadi sebagai realitas kontemporer tersebut 
menjadikan kaum muda terbetot perhatiannya (karena terhinggapi fantasi), 
abai terhadap perkembangan lingkungan sosial sekitar maupun menghinggapnya 
pikiran dan kesan-kesan pragmatis mengenai makna meraih kesuksesan.


                  Hero atau Zero?


                  Potensi penggagas perubahan di satu sisi (sebagai hero) 
dihadapkan secara langsung dengan perkembangan mutakhir yang menempatkan 
kaum muda di posisi nol atau bukan apa-apa (zero). Apabila kaum muda 
melupakan potensi besar yang dimilikinya, dengan sendirinya secara mudah 
dapat tergelincir ke situasi sebaliknya.



                  Mudah diukur gejala-gejalanya. Pemadat (narkobais) dari 
kalangan muda masih besar, kampanye besar-besaran anti-narkoba tak langsung 
menurunkan jumlah penggila narkoba secara signifikan. Gejala premanisme juga 
kian tak tertahankan, bahkan merasuk di kalangan terpelajar (mahasiswa) 
melalui tawuran antarkampus.



                  Lebih parah lagi, pragmatisme yang melanda generasi muda, 
fatalnya, amat lugas diperlihatkan para politisi di kalangan ini. Seusai 
menjadi hero sebagai demonstran kala mahasiswa, begitu mudah mencalonkan 
diri sebagai calon legislatif (caleg) dari partai yang sebelumnya dituntut 
bubar. Tak menjadi caleg, hampir seluruh "alumni" gerakan mahasiswa 
ramai-ramai memenuhi pos-pos dalam tim sukses pemenangan  presiden dan wakil 
presiden.



                  Kita membayangkan politisi muda inilah yang diharapkan 
mampu mengubah keadaan. Kalaupun bukan sekarang, maka di masa datang 
"ke-hero-an" mereka saat menjadi mahasiswa dapat dituai hasilnya. Yakni 
lahirnya pemimpin negara yang bersih dan pro-kepentingan rakyat. Namun 
ternyata mereka sama saja dengan elit-elit politik lainnya: berkarib erat 
dengan politik uang.



                  Lalu adakah situasi yang bisa diharapkan? Sekecil apapun 
ada. Terutama kontradiksi yang terbentuk dari realitas-realitas itu sendiri. 
Susahnya mencari pekerjaan dihadapkan dengan tuntutan pemenuhan status 
sosial-ekonomi yang besar. Acara televsi yang menyihir mungkin dapat meredam 
kegelisahan kaum muda. Tapi sifatnya sementara dan rentan menemui kejumudan.



                  Ada masanya dimana kaum muda akan tergerak dan menyadari 
perlunya situasi yang amat berbeda dengan situasi kini. Saat itulah kaum 
muda memahami pencapaiannya memerlukan kerja keras dan harus dilakukan 
secara kolektif. Tidak menunggu atau bersikap pasif seperti biasanya, tetapi 
bertindak aktif seperti yang diajarkan pendahulu-pendahulunya di masa lalu.



                  Hero atau zero, maka, teramat tipis bedanya.







--------------------------------------------------------------

                  [1] Penulis adalah Ketua Umum Serikat Buruh Nusantara 
(SBN) Tangerang, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat 
dari simpul Jabodetabek.











            [EMAIL PROTECTED]









Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke