--- On Sun, 12/7/08, psikologi sosial <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: psikologi sosial <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Fw: [psikologi_transformatif] Manusia, Don Quixotte dan Psikologi 
Nietzchean
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
 [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
Date: Sunday, December 7, 2008, 8:10 AM








--- On Sun, 12/7/08, audifax - <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: audifax - <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [psikologi_transformatif] Manusia, Don Quixotte dan Psikologi 
Nietzchean
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
 [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
Date: Sunday, December 7, 2008, 10:42 PM











Manusia, Don Quixotte dan Psikologi Nietzchean 
  
Oleh: 
Audifax 
Research Director di SMART Center for Human Re-Search & Psychological 
Development 
  
  
I can see that you've got fire in your eyes 
And pain inside your heart 
So many things have come and torn your world apart 
Oh baby, baby, baby, don't give up, don't give up 
don't give up 
  
If you want love 
If you want love, you've got to give a little 
If you want love 
If you want faith, you just believe a little 
If you want love 
If you want peace, turn your cheek a little 
  
Ohhh, you've got to give 
You've got to give 
You've got to give.....to live 
  
Sammy Hagar 
Give to Live 
  
  
Perjalanan hidup manusia ibarat perjalanan Sang Don Quixotte yang mencari 
Dulcinea del Tobosso, sosok yang sejatinya hanya ada dalam imajinya. Sebuah 
perjalanan menuju liyan yang tak mungkin. Perjalanan berkelindan keraguan akan 
‘Ada’ itu sendiri. Kadang keraguan ini begitu meresahkan hingga manusia lantas 
membuat ilusi akan kepastian guna menutupi realitas. 
  
Ilusi akan kepastian ini, oleh Jacques Lacan, psikoanalis Perancis, dibahas 
sebagai sebuah kesalahpengenalan yang menentramkan karena membuat dunia seakan 
utuh-penuh terkendali, hingga suatu ketika keliyanan yang merupa dalam 
peristiwa menyeruak dan...torn your world apart, seperti digambarkan dalam 
lirik “Give to Live” di atas. 
  
Seseorang mungkin merasa bahwa dalam memutuskan perkawinan, agama yang sama 
adalah sebuah jaminan rumah tangga yang harmonis, hingga suatu ketika 
kesalahpengenalan yang menentramkan itu buyar ketika ditemukan bahwa dengan 
agama yang sama rumah tangganya tidak harmonis. Ada liyan yang ternyata lebih 
memengaruhi ketimbang soal agama. 
  
Orang yang lain merasa bahwa dengan Indeks Prestasi (IP) yang bagus semasa 
kuliah, adalah jaminan bahwa dirinya adalah individu berkelas dibandingkan 
dengan teman-temannya yang memiliki IP di bawahnya. Ilusi ini seolah memberinya 
kepastian bahwa secara ilmiah dirinya istimewa, sampai realita mesti 
dihadapinya bahwa temannya yang memiliki IP di bawahnya ternyata menguasai 
pemikiran ilmiah lebih baik darinya. 
  
Di lain peristiwa orang mungkin begitu meyakini bahwa kepemilikan uang dan daya 
tarik penampilan adalah hal yang menentukan segalanya, sampai suatu ketika 
mesti berhadapan dengan kenyataan bahwa kehormatannya jatuh begitu keluarganya 
mesti berurusan dengan polisi, pasangannya selingkuh atau menemukan dirinya 
mengidap penyakit yang membuat hidupnya hanya tinggal hitungan bulan. 
  
Jika mau diteruskan, masih banyak contoh-contoh peristiwa yang menunjukkan 
bahwa satu-satunya kepastian di dunia adalah ketakpastian itu sendiri. 
Ketakpastian yang membuat realita menjadi liyan dari apa yang mampu dipikirkan 
oleh seorang ‘Aku’. Berlayar dalam samudera ketakpastian ini seringkali membuat 
manusia lelah dan kemudian merasa telah menemukan sebuah pulau tempat berlabuh. 
  
Sayangnya pulau itu tak lebih dari permukaan dari tubuh monster besar yang 
sedang tidur. Suatu ketika monster itu bisa bangun dan melahap semua yang 
mendirikan bangunan kepastian di atas tubuhnya. Friedrich Nietzche 
mengistilahkan ini dengan ‘Nihilisme’, yaitu keadaan tanpa makna, hilangnya 
kepercayaan akan nilai-nilai yang berlaku akibat “Kematian” apapun yang 
absolut, ultima dan dianggap sebagai Kepastian atau Kebenaran Akhir. 
  
Friedrich Nietzche, pernah membahas bahwa hidup ini tragis, berbahaya dan 
mengerikan, namun justru dengan itulah hidup ini berkemungkinan menjadi indah 
jika manusia bisa mengatasinya dengan kreasi estetis. Langkah awal untuk itu 
adalah menerima kehidupan ini. Nietzche kemudian termasyhur sebagai seorang 
filsuf dengan “Ja-Sagen” (Mengatakan ‘Ya’ terhadap kehidupan ini). 
  
Dalam ‘The Birth of Tragedy’ (Die Geburt der Tragödie), Nietzche menjelaskan 
bahwa orang-orang Yunani kuno sudah memahami, bahwa hidup ini berbahaya, 
mengerikan, sulit, dan tak terperikan. Meski demikian, mereka tidak menyerah 
atau lari dari kehidupan ini. Mereka berkata “Ya” terhadap kehidupan ini dan 
ini kelihatan dalam estetika mereka. 
  
Kisah-kisah Yunani, yang dikenal juga dengan sebutan ‘Tragedi Yunani’ adalah 
bentuk-bentuk ajaran tentang bagaimana menjalani hidup. Dalam pendidikan di 
kultur Yunani kuno, karya-karya kesusastreaan macam Illiad dan Odysseus 
digunakan sebagai buku pendidikan. Dalam Illiad misalnya, kita bisa melihat ada 
nilai-nilai mendalam tentang kehidupan yang bisa diambil dari kisah Perang 
Troya. 
  
Sebuah kutipan menarik dari ucapan Achilleus kepada Briseis ini barangkali bisa 
menjadi contoh bagaimana kisah-kisah dalam ‘Tragedi Yunani’ mengandung ajaran 
untuk mencari kedalaman makna dari kehidupan ini, melampaui nihilisme 
  
I'll tell you a secret. Something they don't teach you in your temple. The Gods 
envy us. They envy us because we're mortal, because any moment might be our 
last. Everything is more beautiful because we're doomed. You will never be 
lovelier than you are now. We will never be here again. 
  
Aku akan mengatakan padamu sebuah rahasia. Sesuatu yang tak mereka ajarkan di 
kuil-kuil pemujaanmu. Dewa-dewa mencemburui kita. Mereka cemburu karena kita 
adalah mahkluk mortal, dengan demikian setiap saat dalam kehidupan kita 
berkemungkinan menjadi saat terakhir. Segalanya menjadi lebih indah karena kita 
dapat menemui ajal. Kau tak akan pernah menjadi paling disayangi dibanding kau 
yang ada di sini saat ini. Kita tak akan pernah berada di saat ini lagi. 
  
Nietzche menengarai ada dua macam nihilisme, yaitu nihilisme pasif dan aktif. 
Nihilisme pasif adalah persetujuan yang bersifat pesimistis bahwa nilai-nilai 
tidak ada dan hidup ini tanpa tujuan. Mereka ini sebenarnya merindukan makna 
dan moralitas, tapi tak sanggup menemukannya, atau lebih tepat mengalami 
kehilangan. Nihilisme semacam ini dianggap Nietzche sebagai semacam resesi 
mental. 
  
Nihilisme yang lain adalah Nihilisme Aktif. Afirmasi terhadap raibnya makna dan 
moralitas dialami sebagai kemenangan dan pembebasan, maka sikap yang tepat 
untuk itu bukanlah pesimis melainkan sukacita. Di sini manusia tidak mencari 
atau meneguhkan nilai-nilai lama, melainkan melahirkan nilai-nilai baru yang 
dikreasi sesuai konteks hidupnya sendiri. Nilai-nilai ini bukan merupakan 
pengingkaran terhadap dunia yang dialami, melainkan sebuah Ja-Sagen. 
  
Jadi, seorang nihilis aktif akan mengatakan ‘Ya’ terhadap kehidupan dan dunia 
dengan segala isinya, yaitu: kefanaan, kepedihan, kebahagiaan, ketakutan, 
penyakit, kemuliaan, perubahan dan seterusnya, meski semua itu tidak memiliki 
makna yang melebihi atau di luar dirinya. Tindakan-tindakan hidupnya tidak 
diabdikan demi peneguhan nilai-nilai sebab tindakannya itulah nilainya. Di 
sinilah Nietzche membedakan antara manusia yang mencintai kehidupan karena 
terbiasa hidup dan mereka yang mencintai kehidupan karena terbiasa mencintai. 
  
Di sini kita bisa kembali pada Don Quixotte yang terus berkuda menelusuri 
hamparan ketakpastian. Ditemani Rocinante, kudanya, dan Sancho Panza, teman 
gendutnya, Don Quixotte terus mengembara dalam keterasingan ceria, kadang jatuh 
karena ketakpastian, namun ia bangkit dan berkuda lagi untuk mencari Dulcinea. 
Inilah sebuah perjalanan yang dihidupi oleh cinta akan liyan yang tak mungkin. 
Tetapi justru di situlah esensi dari perjalanan hidup yaitu mencari makna yang 
berada di sebuah tempat yang telah hilang dari segala peta. 
  
I believe in fate and destination 
But so much of that lies in our own hands 
If you know what you want, just go on out and get it 
Oh baby, baby 
Don't give up, don't give up 
Yeah, yeah 
If you want love 
  
If you want love, you've got to give a little 
If you want love 
If you want faith, you just believe a little 
If you want love 
If you want peace, turn your cheek a little 
You want love 
You've got to give 
If you want love 
Give to live 
You've got to give to live 
Give to live 
  
  
  
Note: 
Sore yang inspiratif, ditemani segelas kopi susu moka dan lagu 'Give to Live' 
dari Sammy Hagar 
  
versi orisinil: http://www.youtube. com/watch? v=E_Ah1WUBmgA 
versi akustik: http://www.youtube. com/watch? v=gnPYCJBGVOA 
  
  
  
  
  
Esei ini sekaligus tawaran bagi anda untuk bergabung dalam diskusi di milis 
Psikologi Transformatif. (www.groups.yahoo. com/group/ psikologi_ transformatif 
) 
  
  
  
  
Sekilas Mailing List Psikologi Transformatif 
Mailing List Psikologi Transformatif adalah ruang diskusi yang didirikan oleh 
Audifax dan beberapa rekan yang dulunya tergabung dalam Komunitas Psikologi 
Sosial Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Saat ini milis ini telah 
berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi milis psikologi dengan jumlah 
member terbesar di Indonesia. Total member telah melebihi 2400, sehingga 
wacana-wacana yang didiskusikan di milis inipun memiliki kekuatan diseminasi 
yang tak bisa dipandang sebelah mata. Tak ada moderasi di milis ini dan anda 
bebas masuk atau keluar sekehendak anda. Arus posting sangat deras dan berbagai 
wacana muncul di sini. Seperti sebuah jargon terkenal di psikologi ”Di mana ada 
manusia,  di situ psikologi bisa diterapkan” di sinilah jargon itu tak sekedar 
jargon melainkan menemukan konteksnya. Ada berbagai sudut pandang dalam 
membahas manusia, bahkan yang tak diajarkan di Fakultas Psikologi Indonesia. 
  
Mailing List ini merupakan ajang berdiskusi bagi siapa saja yang berminat 
mendalami psikologi. Mailing list ini dibuka sebagai upaya untuk 
mentransformasi pemahaman psikologi dari sifatnya selama ini yang tekstual 
menuju ke sifat yang kontekstual. Di milis ini anda diajak untuk mengalami 
psikologi. 
  
Anda tidak harus berasal dari kalangan disiplin ilmu psikologi untuk bergabung 
sebagai member dalam mailing list ini. Mailing List ini merupakan tindak lanjut 
dari simposium psikologi transformatif, melalui mailing list ini, diharapkan 
diskusi dan gagasan mengenai transformasi psikologi dapat terus dilanjutkan. 
Anggota yang telah terdaftar dalam milis ini antara lain adalah para pembicara 
dari simposium Psikologi Transformatif : Edy Suhardono, Cahyo Suryanto, Herry 
Tjahjono, Abdul Malik, Oka Rusmini, Jangkung Karyantoro,. Beberapa rekan lain 
yang aktif dalam milis ini adalah: Audifax, Leonardo Rimba, Mang Ucup, Anwar 
SBY, Goenardjoadi Goenawan, Prastowo, Prof Soehartono Taat Putra, Bagus Takwin, 
Amalia “Lia” Ramananda, Himawijaya, Rudi Murtomo, Felix Lengkong, Kartono 
Muhammad, Ridwan Handoyo, Dewi Sartika, Jeni Sudarwati, FX Rudy Gunawan, Arie 
Saptaji, Radityo Djajoeri, Tengku Muhammad Dhani Iqbal, Anwar Holid, Elisa 
Koorag, Priatna Ahmad,  J.
 Sumardianta, Jusuf Sutanto, Stephanie Iriana, Lulu Syahputri, Lan Fang, Yunis 
Kartika, Ratih Ibrahim, Nuruddin Asyhadie, Arif Nurcahyo, Sinaga Harez Posma 
dan masih banyak lagi. 
  
Jika anda berminat untuk bergabung dengan milis Psikologi Transformatif, klik: 
  
www.groups.yahoo. com/group/ psikologi_ transformatif 
  
Perhatian: Tidak ada moderator dalam milis ini sehingga upaya untuk masuk atau 
keluar dari milis ini mutlak tanggung jawab anda sendiri 
 

 















      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke