RE:
Siapapun Penulis artikel ini, perlu disini diberikan catatan prinsipil, yaitu
kharakter dari Gerakan Pembebasan Nasional melawan kaum Kolonial untuk
Kemerdekaan Negeri, terutama sesudah Perang Dunia ke-II, mengambil kharakter
perjuangan Bangsa secara keseluruhan:kaum Buruh, Kaum Tani, Kaum Cendekiawan,
kaum Agama,kaum Burjuis Nasional,Kepala Adat atau Kepala Suku, semua, ya semua,
yang ingin keluar dari penindasan penjajahan,ikut angkat senjata melawan
kekuasaan penjajahan Belanda.
Siapa Tenaga Penggerak dari Perjuangan untuk Kemerdekaan tsb?.=>semua Rakyat
Indonesia!, bisa dikatakan Pertemuan Kepentingan semua Klas yang ada dalam
masyarakat Indonesia, yang dirumuskan oleh Bung Karno dalam Text Proklamasi
Kemerdekaan R.I.
Untuk mengikis habis kekuasaan kaum Kolonial disegala bidang: dibidang
Ekonomi,Yuridisial,etc. untuk merubah struktur masyarakat Indonesia kearah
Struktur Bangsa Merdeka,=> ada UUD1945, dan untuk memperkuat Persatuan Bangsa
Indonesia, yang terdiri dari persatuan bermacam Suku Bangsa, yang tidak
mempunyai perkembangan historis sosial-ekonomi yang sama, yang menganut berbagai
kepercayaan atau Agama=>ada Pancasila
Keadaan ini tidak ditemukan dalam revolusi Russia 1905, atau 1907, atau 1912,
pun tidak ditemukan dalam Revolusi Russia, Februari 1917. Dan bentuk yang agak
identis, bisa terlihat ketika pengambilan kekuasaan Oktober 1917, dimana,
bersama Buruh dan Tani bersenjata, ikut ambil bagian Matrose atau marine,
Infantri dan Tentara Russia, Inteligensia, termasuk sebagian dari burjuis
nasional Russia yang lemah disegi ekonomi.
Kondisi historis antara Indonesia dan Russia sangat berlainan: musuh Bangsa
Indonesia adalah kaum Kolonial dan musuh Rakyat dan Bangsa Russia adalah Tsar
Russia,yang sangat despotis,dan yang berkolaborasi dengan kekuasaan Asing atau
Imperialisme.
"Mencapai Indonesia Merdeka" ditulis Bung Karno.
"Dua Taktik Sosialdemokrat dalam Revolusi demokratis", ditulis Lenin.
Dua thema yang sangat berbeda, berbeda musuhnya dan Strategi yang mau
dicapai.Bung Karno"Mencapai Indonesia Merdeka" lepas dari Penjajahan,
membangun sebuah Negara kepunyaan Bangsa Indonesia. Sedangkan Lenin sedang
membawa Rakyat Russia untuk Revolusi demokratis, melepaskan diri dari kekuasaan
Tsar yang sangat despotisme dan berkolaborasi dengan kekuasaan Monopolkapital
Asing. Kesamaannya: tenaga Pengerak atau Sokoguru Revolusi berada didalam dan
bersama Rakyat, semua ikut ambil bagian untuk satu Nasion, untuk satu Negara.
Dan inilah Tingkat revolusi Demokratis. Dan bagian ini dicela oleh  Penulis.
Penulis bertahan pada dogma klasik, pada perkembangan Manufactur di
Europa,pertumbuhan klas buruh-sebagai Tenaga penggerak revolusi.
Tetapi Gerakan Pembebasan Nasional untuk Kemerdekaan berlangsung ketika Negara
Sosialis Sovyet yang menghancurkan Fasisme Hitler,dan membantu Gerakan
Pembebasan Nasional, yang harus diperhitungkan oleh kaum Kolonial.

Selanjutnya,terlihat bahwa Penulis dalam hubungan ke Indonesia, tidak menguasai
struktur masyarakat Indonesia, bahwa didalam masyarakat Indonesia dari Sabang
sampai ke Merauke bisa ditemukan seluruh susunan masyarakat yang pernah dikenal
dalam historis perkembangan masyarakat, terkecuali susunan masyarakat sosialis.
Dan Indonesia sampai dengan Kongres ke-V PKI masih ditandai dengan hubungan
agraris perekonomian, bukan seperti di Europa dan Russia, dimana manufactur
telah berkembang dan membentuk Tenaga Buruh, yang menentukan dalam Gerakan
Revolusioner.
Kini, disaat Rakyat dan Bangsa Indonesia menghadapi musuh yang bukan langsung
kekuasaan Administrasi Asing, tetapi suatu kekuasaan Negara Despotisme yang
berkolaborasi dengan kekuasaan Asing,maka perjuangan tingkat sekarang di
Indonesia yalah untuk mencapai Susunan Pemerintahan Demokrasi Nasional, yaitu
persatuan dari semua perwakilan struktur sosial yang ada di Indonesia, yang
ditundukkan untuk satu kepentingan, yaitu kepentingan pembangunan Bangsa dan
Negara Indonesia.Disini diperlukan Trisakti Bung Karno. Membangun Perekonomian
Negeri yang terlepas dari dominasi kekuasaan Kapitalmonopol Asing; membangun
Industri Nasional; membatu Petani untuk mekhanisasi Pertanian untuk produksi
Pangan; membangun pembangkit tenaga listrik; mendidik Kader-Kader Patriotik
Bangsa, dengan mempertinggi kwalitas pendidikan atas beaya Negara; memperbaiki
dan modernisasi Transport Darat, Laut dan Udara, yeah,pembangunan infrastruktur
disegala bidang,etc.dibawah Pimpinan dan
 Beaya negara.
Hey Tuan Alan Woods => ini adalah Tugas-Tugas Pemerintahan Demokrasi
Nasional, yang Tuan cela, yang Tuan namakan kolaborasi Klas DN Aidit.
Ini bukan kolaborasi klas, melainkan jalan yang benar dari suatu Pemerintahan
yang baru saja melepaskan diri secara politik dari kekuasaan kaum kolonial; ini
adalah jalan yang benar, disaat tenaga Penggerak Revolusi belum mampu (secara
kwantitas atau secara kwalitas) melakukan Tugasnya sebagai Tenaga
Penggerak/Pelopor Revolusi; ini adalah jalan yang benar untuk menghadapi
expansionis kaum Imperialis dengan apa yang dinamakan Globalisasi Ekonomi, yang
taklain atau adalah Neokolonialisme.
Mengenai terpukulnya PKI dan Presiden Soekarno dari September1965 sebab utama
bukan karena adanya kerjasama NASAKOM (kolaborasi klas), bukan Tuan Alan Wood,
bukan demikian. Coba Tuan analisa "Peranan Militer dinegeri-negeri
berkembang".Pada proses perjuangan kebebasan negeri, untuk Kemerdekaan,
Militer melakukan peranan Patriotisme Nasional.Setelah tercapainya Kemerdekaan
Politik, Partai-Partai politik bertengkar satusama lainnya dalam bentuk Susunan
Pemerintahan dan Haluan Negara. Militer dengan hierarchy ketat, tidak ingin
hanya menjadi Alat Negara, tetapi mempunyai ambisi untuk menjadi Penguasa
Negara.Walaupun berkali-kali Jendral Nasution(Kementerian Pertahanan)
mengorganisi berbagai pemberontakan dan selamanya Perwira-Perwira TNI AD yang
melakukan pemberontakan tsb. tidak pernah diadili dalam pengadian sebagai makar
melawan kekuasaan Negara,malah sebaliknya, mereka berada langsung dibawah
Kementrian Pertahanan, namun didalam NASAKOM tidakpernah
 dibicarakan bagian ini, bagian peranan Militer yang negativ dalam hubungan ke
R.I. secara keseluruhan. Ditambahkan lagi, R.I. sangat sering berada dalam
ketegangan politik:melawan Pemberontak di Provinsi (walaupun itu dibikin sendiri
oleh perwira TNI AD-Jendral Nasution);pembebasan Irian Barat, Konfrontasi
Malaysia, ini semua memberikan keluangan besar kepada Militer untuk menentukan
kehidupan Negara, dan para Jendral TNI AD mengetahui dengan baik, bahwa
kekuasaan riil Negara berada ditangan mereka.
Provokasi 30September 1965 Taktik-Legal para Perwira TNI AD untuk menghabiskan
NASAKOM, rintangan kekekuasaan Negara,menterror habis semua Anggota PKI, dan
kemudian memaksa Presiden Soekarno untuk memberikan kekuasaan Negara.Dan
Partai-Paretai Politik, termasuk PKI tidak siap untuk menghadapi kemungkinan
tsb., karena melihat Militer hanya sebagai Aaparat Negara, bagian lain, terutama
semenjak Dwi Fungsi ABRI, artinya Militer dengan demikian telah menjadi Penguasa
Negara, dualisme dalam Pemerintahan, bagian ini terlepas dari focos PKI.Dan
bagian ini, Tuan Alan Wood, tidak ada urusan dengan apa yang dinamakan
"Revolusi Permanen".
Revolusi Permanen dari renegat Kautsky, yang mengimgkari pembangunan Sosialisme
disatu negeri, yang menjajakan teori perkembangan kapitalisme diseluruh Dunia
dan kemudian peralihan ke masyarakat sosialis, di kritik keras oleh Lenin dalm
Tulisan lenin "Imperialisme sebagai perkembangan Tingkat tertinggi dari
kapitalisme"; disini dapat Tuan Alan Wood temukan, pemikiran Kautsky yang
keliru, yang mencanangka Globalisasi Ekonomi Imperialisme diseluruh Dunia. Hey
Tuan Alan Wood, Gorbatschow akan bisa menjadi sahabat Tuan yang baik dalam hal
ini=>samasama menuju kepada Likwidatorisme untuk Revolusi Permanen.

Dr.Alexander Tjaniago

 --- Pada Sab, 3/1/09, Ted Sprague <ted_spra...@yahoo.com> menulis:

> Dari: Ted Sprague <ted_spra...@yahoo.com>
> Topik: [nasional-list] Pengantar Untuk Revolusi Permanen Edisi Bahasa
Indonesia
> Kepada: "amerikalatin"
<diskusi_amerikala...@yahoogroups.com>, "antiimperialis"
<liga-anti-imperialis-platf...@yahoogroups.com>,
"diskusipembebasan" <diskusi-pembeba...@yahoogroups.com>,
"forumsosial" <forumsosialindone...@yahoogroups.com>,
"HKSIS" <hk...@yahoogroups.com>, "Indomarxist"
<indo-marxist@yahoogroups.com>, "IndoProgress"
<indoprogr...@yahoogroups.com>, "nasional"
<nasional-l...@yahoogroups.com>, "rumahkiri"
<rumahk...@yahoogroups.com>, "sastrapembebasan"
<sastra-pembeba...@yahoogroups.com>
> Tanggal: Sabtu, 3 Januari, 2009, 2:15 AM
> Pengantar Untuk Revolusi Permanen Edisi Bahasa Indonesia
> 
> Oleh Alan Woods (In Defence of Marxism)
> 
> 
> Semua teori, program, dan
> kebijakan cepat atau lambat akan menemukan ekspresinya di
> dalam praktek. Teori
> Revolusi Permanen, yang merupakan salah satu perkembangan
> teori Marxis yang paling
> penting, sudah dikonfirmasikan secara positif oleh Revolusi
> Oktober 1917 di
> Rusia. Teori ini juga sudah dikonfirmasikan, secara
> negatif, di dalam banyak
> peristiwa semenjak itu. Contoh yang paling buruk dari ini
> adalah pembantaian
> satu setengah juta kaum komunis Indonesia pada tahun 1965.
> 
> 
> 
> Trotsky pertama kali
> mengembangkan teori Revolusi Permanen ini semenjak tahun
> 1904. Apa isi teori
> ini? Revolusi Permanen, walaupun menerima fakta bahwa
> tugas-tugas objektif yang
> dihadapi oleh kelas buruh Rusia adalah tugas-tugas revolusi
> borjuis
> demokratrik, menjelaskan bahwa bagaimana di sebuah negara
> yang terbelakang di
> dalam era imperialisme, kaum "borjuis nasional"
> tidak mampu memainkan peran
> yang progresif.
> 
> 
> 
> Alasannya adalah karena
> kaum borjuis yang lemah di kerajaan Tsar Rusia terikat dan
> tidak terpisahkan
> dengan tuan-tuan tanah feodal di satu pihak dan kekuatan
> modal imperialis di
> pihak yang lain, dan oleh karena itu mereka sama sekali
> tidak mampu
> melaksanakan tugas-tugas historis mereka (reformasi
> agraria, modernisasi
> masyarakat, demokrasi, masalah nasional, dll). Gagasan ini
> diuji setahun
> kemudian (pada tahun 1905) di dalam Revolusi Rusia yang
> pertama, ketika kaum
> borjuis liberal yang diwakili oleh Partai Kadet
> mengkhianati revolusi tersebut
> dan mendukung otokrasi Tsar.
> 
> 
> 
> Sudah ada beberapa
> contoh sebelumnya. Bahkan pada tahun 1848-49, selama
> periode revolusi borjuis
> demokratik di Eropa, Marx and Engels tanpa belas kasihan
> menelanjangi peran
> kaum borjuis yang penakut dan kontra-revolusioner, dan
> menekankan pentingnya
> bagi para buruh untuk mempertahankan keindependenan kelas
> mereka, bukan hanya
> dari kaum borjuis liberal tetapi juga dari kaum borjuis
> kecil demokrat yang
> plin-plan. Marx menekankan ini di dalam banyak artikel,
> seperti The Bourgeoisie and the Counter-Revolution
> (1848). Dan sebenarnya, Marx lah yang pertama kali
> menggagaskan ide
> Revolusi Permanen. Tetapi Trotskylah, yang mengambil Marx
> sebagai titik
> tolaknya, yang kemudian mengembangkan ide ini menjadi
> sebuah teori yang lengkap
> yang dapat diaplikasikan di situasi sekarang ini.
> 
> 
> Leninisme
> dan Menshevisme
> 
> 
> Sebelum Perang Dunia Pertama, ada
> perdebatan yang sengit di dalam tubuh Sosial Demokrasi
> Rusia mengenai
> perspektif Revolusi Rusia. Kaum Menshevik, yang merupakan
> sayap oportunis dari
> gerakan buruh Rusia, mengembangkan teori dua-tahap sebagai
> perspektif mereka
> untuk revolusi Rusia. Mereka berargumen bahwa, karena
> tugas-tugas revolusi ini
> adalah tugas-tugas revolusi borjuis demokratrik, maka kelas
> borjuis demokratik
> nasional-lah yang harus mengambil kepemimpinan revolusi
> ini. Mereka menunda
> revolusi sosialis ke hari depan yang jauh, dan menyerahkan
> kepemimpinan buruh
> kepada kaum liberal. Teori Revolusi Permanen adalah jawaban
> yang paling
> sempurna terhadap posisi reformis dan kolaborasi-kelas dari
> kubu Menshevik.
> 
> 
> 
> Apa posisi Lenin dalam hal ini? Dalam
> masalah politik yang utama (hubungan antara partai pekerja
> dengan kaum
> borjuis), posisi Lenin dekat dengan posisi Trotsky, dan dia
> berjuang melawan
> posisi kolaborasi-kelas Menshevik. Lenin setuju dengan
> Trotsky bahwa kaum
> liberal Rusia tidak mampu melaksanakan revolusi
> borjuis-demokratik, dan tugas ini hanya bisa dilaksanakan
> oleh
> kaum proletar yang beraliansi dengan kaum tani miskin.
> 
> 
> 
> Mengikuti jejak langkah Marx, yang telah
> menjelaskan bahwa "bagi kaum buruh, partai borjuis
> demokratik lebih berbahaya
> daripada kaum liberal sebelumnya", Lenin menjelaskan
> bahwa kaum borjuis Rusia,
> jauh dari menjadi sekutu kaum buruh, pasti akan berpihak
> pada konter revolusi.
> Dia menulis pada tahun 1905, "Kaum borjuis pasti akan
> berpihak pada konter
> revolusi, dan akan melawan rakyat segera setelah
> kepentingan-kepentingannya
> yang sempit dan egois terpenuhi, segera setelah mereka
> ‘mundur' dari demokrasi
> yang konsisten (dan mereka sudah mulai mengambil langkah
> mundur dari demokrasi
> yang konsisten)." (Lenin, Collected Works, vol. 9,
> hal.98)
> 
> 
> 
> Dalam pandangannya Lenin, kelas mana yang
> dapat memimpin revolusi borjuis-demokratik? "Yang
> tersisa adalah ‘rakyat',
> yakni kaum proletar dan tani. Kaum proletarlah satu-satunya
> kelas yang bisa
> diandalkan untuk berjalan hingga garis finis, karena mereka
> berjalan melampaui
> revolusi demokratik. Inilah mengapa kaum proletar berjuang
> di garis depan untuk
> pembentukan sebuah republik dan menolak saran yang bodoh
> dan tak bernilai untuk
> memikirkan mengenai kemungkinan mundurnya kaum
> borjuis." (Ibid.)
> 
> 
> 
> Di dalam semua pidato dan tulisan Lenin,
> peran konter-revolusioner dari kelas borjuis demokratik
> ditekankan oleh Lenin
> berulang kali. Akan tetapi, sampai pada tahun 1917, dia
> tidak percaya kalau
> kaum buruh Rusia akan dapat berkuasa sebelum revolusi
> sosialis di Eropa Barat -
> sebuah perspektif yang dipertahankan hanya oleh Trotsky
> sebelum tahun 1917
> ketika ini diadopsi oleh Lenin di Tesis
> April-nya.
> 
> 
> Revolusi
> Oktober
> 
> 
> Kelas pekerja Rusia - seperti yang Trotsky
> prediksi pada tahun 1904 - meraih kekuasaan sebelum para
> pekerja Eropa. Mereka
> melaksanakan semua tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik,
> dan dengan segera
> menasionalisasi industri dan menuju pelaksanaan tugas-tugas
> revolusi sosialis.
> Kaum borjuis secara terbuka memainkan sebuah peran
> konter-revolusioner, tetapi
> ini dipatahkan oleh kaum pekerja yang beraliansi dengan
> kaum tani miskin. Oleh karena itu, Revolusi Oktober secara
> megah mendemonstrasikan kebenaran dari teori Revolusi
> Permanen.
> 
> 
> 
> Setelah mengambil kekuasaan dan menyita
> para tuan tanah dan para kapitalis, kaum Bolshevik
> menyerukan sebuah seruan
> revolusioner kepada para buruh sedunia untuk mengikuti
> contoh mereka. Lenin
> tahu dengan sangat baik bahwa tanpa kemenangan revolusi di
> negara-negara
> kapitalis maju, terutama di Jerman, Revolusi Rusia tidak
> akan bisa selamat
> terisolasi, terutama di negara terbelakang seperti Rusia. 
> Apa yang terjadi kemudian (baca: degenerasi
> Uni Soviet yang menjadi birokratis) menunjukkan bahwa
> perspektif ini adalah
> benar-benar tepat. Pembentukan International Ketiga
> (Komunis International), yakni
> partai dunia untuk revolusi sosialis, merupakan manifestasi
> konkrit dari
> perspectif tersebut.
> 
> 
> 
> Bila saja Komunis Internasional tetap
> memegang teguh posisi Lenin dan Trotsky, kemenangan
> revolusi sedunia sudah
> pasti akan terjamin. Sayangnya, tahun-tahun pertumbuhan
> Komintern terjadi
> seiring dengan konter revolusi Stalinis di Rusia, yang
> memiliki sebuah efek
> yang menghancurkan bagi Partai-Partai Komunis di seluruh
> dunia. Birokrasi
> Stalinis, setelah meraih kontrol di Uni Soviet,
> mengembangkan sebuah perspektfi
> yang sangat konservatif.
> 
> 
> 
> Teori bahwa sosialisme bisa dibangun di
> satu negara adalah sebuah penyelewengan terhadap ide-ide
> Marx dan Lenin. Pada
> awalnya, Stalin bahkan mengakui hal ini. Sampai pada bulan
> Februari 1924, di
> dalam tulisannya The Foundations of Leninisme,
> Stalin menyimpulkan pandangan Lenin mengenai pembangunan
> sosialisme:
> 
> 
> 
> "Penumbangan kekuasaan kaum borjuis dan
> pembentukan pemerintahan proletariat di satu negara
> belumlah menjadi kemenangan
> mutlak sosialisme. Tugas utama sosialisme - yakni
> pengorganisiran produksi secara sosialis - masih harus
> dilaksanakan.
> Dapatkan tugas ini dipenuhi, dapatkah kemenangan akhir
> sosialisme di satu
> negara tercapai, tanpa bantuan bersama dari kaum proletar
> di beberapa negara
> maju? Tidak, ini adalah hal yang mustahil.
> Untuk menumbangkan kaum borjuis, usaha satu negara adalah
> cukup - sejarah dari
> revolusi kita sudah menunjukkan ini. Unuk kemenangan akhir
> sosialisme, untuk pengorganisiran produksi secara sosialis,
> usaha dari satu negara terutama sebuah negara petani
> seperti Rusia, tidaklah
> cukup. Untuk ini, bantuan dari kaum proletar di beberapa
> negara maju
> dibutuhkan."
> 
> 
> 
> "Secara keseluruhan, inilah ciri karakteristik dari
> teori Leninis
> mengenai revolusi proletarian."
> 
> 
> 
> Tidak ada keraguan sama sekali kalau
> kalimat diatas mewakili ciri karakteristik dari teori
> Leninis mengenai revolusi
> proletarian, yang saat itu tidak dipertanyakan oleh
> siapapun. Akan tetapi,
> sebelum tahun 1924 berakhir, buku Stalin sudah dirubah, dan
> isi di atas diganti
> dengan isi yang benar-benar terbalik. Pada
> bulan November 1926, Stalin mengatakan:
> 
> 
> 
> "Untuk titik tolaknya, partai ini selalu
> mulai dengan gagasan bahwa kemenangan sosialisme di negara
> itu dan tugasnya
> dapat dicapai dengan kekuatan dari satu negara."
> 
> 
> 
> Ini merepresentasikan sebuah revisi yang
> fundamental terhadap ide Marxisme-Leninisme. Yang
> sebenarnya direfleksikan oleh
> ide ini adalah mentalitas kaum birokrat, yang tidak ingin
> lagi menghadapi badai
> dan stress revolusi, dan ingin segera memulai tugas
> "membangun sosialisme di
> Rusia". Dengan kata lain, mereka inign melindungi dan
> memperbesar hak-hak
> istimewa mereka dan tidak "membuang-buang" sumber
> daya negara untuk mengejar
> revolusi dunia. Di pihak yang lain, mereka takut kalau
> revolusi di
> negara-negara lain dapat berkembang dengan sehat dan
> mengancam dominasi mereka
> di Rusia, dan oleh karena itu mereka secara aktif mencoba
> mencegah revolusi di
> negara yang lain.
> 
> 
> 
> Daripada mengadopsi sebuah kebijakan
> revolusioner yang berdasarkan keindependenan kelas, seperti
> yang Lenin selalu
> anjurkan, mereka menganjurkan sebuah aliansi antara Partai
> Komunis dengan "kaum
> borjuis nasional yang progresif" (dan bila tidak ada
> kaum borjuis nasional yang
> progresif di lapangan, mereka siap untuk menciptakannya)
> untuk melaksanakan
> revolusi demokratik, dan setelah itu, di masa depan yang
> sangat jauh, ketika
> negara tersebut sudah mengembangkan sebuah sistem ekonomi
> kapitalis yang
> matang, barulah mereka berjuang untuk sosialisme. Kebijakan
> ini merupakan
> sebuah perpecahan total dari Leninisme dan kembali ke
> posisi Menshevisme yang
> tua dan sudah tercemar - yakni teori "dua-tahap".
> 
> 
> Revolusi
> Permanen di masa kini
> 
> 
> Kondisi politik sekarang bahkan lebih jelas
> dibandingkan dengan tahun 1917. Semenjak Perang Dunia
> Kedua, semua "negara
> ketiga" telah melalui sebuah periode gejolak sosial
> yang berkelanjutan.
> Pencapaian kemerdekaan secara formal, walaupun disambut
> oleh kaum Marxis,
> tidaklah menyelesaikan masalah-masalah bekas negara koloni
> ini. Selama mereka
> tetap berada di dalam basis kapitalisme, tidak ada jalan ke
> depan. Mereka tetap
> diperbudak oleh negara-negara kapitalis maju. Menggantikan
> penjajahan
> militer-birokratik yang langsung, kita sekarang memiliki
> dominasi tidak
> langsung melalui mekanisme pasar dunia dan perdagangan
> internasional.
> 
> 
> 
> Kaum borjuis nasional di negara-negara
> koloni ini memasuki pentas sejarah terlalu telat, ketika
> dunia sudah
> dibagi-bagi antara beberapa kekuatan imperialis. Mereka
> tidak mampu memainkan
> peran progresif apapun dan mereka lahir dibawah telapak
> kaki mantan tuan
> penjajahnya. Seperti halnya di kerajaan Tsar Rusia, kaum
> borjuis yang lemah dan
> korup di Asia, Amerika Latin, dan Afrika terlalu tergantung
> pada modal asing
> dan imperialisme untuk bisa membawa maju masyarakat mereka.
> Mereka terikat dengan
> seribu benang, bukan hanya pada modal asing, tetapi juga
> pada kelas tuan tanah,
> yang  bersama-sama dengan mereka
> membentuk satu blok reaksioner yang menentang semua
> kemajuan.
> 
> 
> 
> Apapun perbedaan yang mungkin eksis antara
> elemen-elemen ini (kaum borjuis nasional, modal asing, dan
> tuan tanah),
> perbedaan tersebut adalah tidak signifikan dibandingkan
> dengan ketakutan mereka
> terhadap massa, ketakutan yang menyatukan mereka
> untuk melawan massa.
> Hanya kelas proletar, bekerja sama dengan kaum tani miskin
> dan kaum miskin
> kita, yang dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial
> dengan merebut kekuasaan
> ke tangan mereka, menyita kaum imperialis dan kaum borjuis,
> dan memulai tugas
> merubah masyarakat secara sosialis.
> 
> 
> 
> Dibawah kondisi masa kini, tugas-tugas
> revolusi borjuis-demokratik di negara-negara terbelakang
> tidak dapat
> diselesaikan dengan basis relasi properti kapitalis. Kaum
> borjuis yang lemah
> dari negara-negara eks-koloni ini terlalu terikat dengan
> modal asing
> internasional untuk bisa melaksanakan revolusi nasional
> sampai ke garis akhir.
> Dan mereka juga tidak bisa berkompetisi dengan kompetitor
> dari negara industri
> maju untuk pasar dunia. Sebagai akibatnya, status ekonomi
> mereka memburuk terus
> menerus dibandingkan dengan negara-negara kapitalis maju.
> 
> 
> 
> Penghancuran ekonomi dari negara-negara
> terbelakang ini menciptakan kondisi krisis sosial yang akut
> dan permanen. Di
> satu pihak, masyarakat tani subsisten semakin terkikis
> berangsur-angsur, di
> pihak yang lain, kelas kapitalis tidak mampu menerapkan
> sistem ekonomi kapitalis
> di seluruh masyarakat. Bangkitnya negara polisi-militer di
> seluruh "dunia
> ketiga" hanyalah sebuah ekspresi dari ketidakmampuan
> kaum borjuis dari negara-negara
> koloni tersebut untuk menyelesaikan tugas-tugas revolusi
> demokratik. Hanya
> melalui kediktaturan revolusioner dari kelas proletar,
> beraliansi dengan kaum
> tani miskin, maka negara-negara terbelakang ini mampu mulai
> menyelesaikan
> masalah-masalah ekonomi dan sosial mereka.
> 
> 
> 
> Dengan berdiri di muka bangsa dan memimpin
> semua lapisan tertindas di dalam masyarakat (kaum borjuis
> kecil urban dan
> rural), kaum proletar dapat mengambil kekuasaan dan
> kemudian melaksanakan
> tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik (terutama reformasi
> agraria dan
> penyatuan negara dan pembebasan negara dari dominasi
> asing).
> 
> 
> 
> Akan tetapi, setelah berkuasa, kelas
> proletar tidak akan berhenti disana dan akan mulai
> mengimplementasikan
> kebijakan-kebijakan sosialis dan mengekspropriasi kaum
> kapitalis. Dan karena
> tugas-tugas ini tidak dapat diselesaikan di satu negara
> saja, terutama di satu
> negara yang terbelakang, ini akan menjadi permulaan dari
> revolusi dunia. Oleh
> karena itu, revolusi ini "permanen" dalam dua
> hal: karena revolusi ini mulai
> dengan tugas-tugas borjuis-demokratik dan berlanjut ke
> tugas-tugas sosialis,
> dan karena revolusi ini mulai di satu negara dan berlanjut
> ke skala
> internasional.
> 
> 
> Peran
> Partai-Partai Komunis
> 
> 
> Teori dua-tahapnya Menshevik dan Stalinis
> telah memainkan satu peran yang kriminal di dalam
> perkembangan revolusi di
> negara-negara koloni. Dimana saja teori ini sudah
> diaplikasikan, ia telah
> menghasilkan malapetaka. Pada tahun 1920an, mengikuti
> teorinya Stalin "blok
> empat kelas", Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang masih
> muda saat itu dipaksa
> untuk bergabung dengan partai borjuis nasional Kuomintang,
> yang kemudian secara
> fisik menghancurkan PKT, serikat-serikat buruh, dan
> soviet-soviet tani selama
> Revolusi Cina 1925-27. Alasan mengapa Revolusi Cina kedua
> (tahun 1949)
> mengambil bentuk perang tani dimana kelas buruh Cina
> berperan pasif adalah
> karena hancurnya kelas proletar akibat kebijakan-kebijakan
> Stalin, yang Trotsky
> gambarkan sebagai "sebuah karikatur Menshevisme yang
> buruk."
> 
> 
> 
> Di Irak pada tahun 1950an dan 1960an,
> Partai-Partai Komunis disana adalah kekuatan besar yang
> mampu mengorganisir
> demonstrasi satu juta orang di Baghdad.
> Saat itu, mereka bisa saja dengan mudah mengambil
> kekuasaan. Tetapi, dari pada
> mengambil sebuah kebijakan kelas yang independen dan
> memimpin buruh dan tani
> untuk merebut kekuasaan, mereka mencari aliansi dengan kaum
> borjuis "progresif"
> dan seksi-seksi tentara yang "progresif". Tentara
> "progresif" ini, setelah naik
> ke tampuk kekuasaan di atas punggung Partai-Partai Komunis
> Irak, kemudian
> menghancurkan mereka dengan membunuh dan memenjara
> anggota-anggota dan
> pimpinan-pimpinan mereka. Rakyat Irak membayar sangat mahal
> dengan dikuasai
> oleh diktatur Saddam Hussein, dan horor peperangan dan
> okupasi asing yang
> berlanjut dari sana.
> 
> 
> 
> Di Sudan, proses yang
> sama terjadi bukan sekali saja, tetapi dua kali. Pada tahun
> 1967, Partai
> Komunis Sudan (PKS) mampu memanggil demonstrasi 2 juta
> orang di Khartoum.
> Tetapi para pemimpin PKS mengadopsi kebijakan "Aliansi
> Patriot" dengan kaum
> borjuis "progresif". Apa hasil dari aliansi ini?
> Hasilnya adalah kediktaturan
> Nimeiri, pembantaian PKS dan kemenangan kaum reaksioner di
> Sudan dengan
> konsekuensi-konsekuensi yang tragis. Akan tetapi, semua
> malapetaka ini kecil
> dibandingkan dengan pembantaian para Komunis di Indonesia
> pada tahun 1965.
> 
> 
> Indonesia
> 
> 
> Indonesia bukanlah
> pengecualian. Walaupun memiliki potensial produksi yang
> besar, Indonesia tetap
> terpuruk miskin dan terbelakang. Pada satu ketika,
> Indonesia adalah daerah
> surplus-beras; pada tahun 1965, Indonesia harus mengimpor
> 150 ribu ton beras
> setiap tahunnya. Ekonomi Indonesia terpuruk dengan hutang
> besar kepada
> komunitas bank internasional, terutama bank AS. Setiap
> tahun, defisit anggaran
> meningkat dua kali lipat. Jumlah defisit pada tahun 1965
> adalah sekitar 1000
> milyar rupiah. Mata uang Rupiah telah jatuh menjadi 1/100
> dari harga legalnya
> sebagai akibat dari inflasi kronik, yang 6 tahun sebelum
> kudeta 1965 telah
> membuat ongkos kehidupan naik 2 ribu persen.
> 
> 
> 
> Walaupun ekonomi sedang
> runtuh, Negara Indonesia saat itu membelanjakan 75%
> anggaran untuk persenjataan
> (1 milyar dollar AS setiap tahun). Dengan ekonomi yang
> meluncur ke bawah dengan
> cepat, Sukarno terpaksa menasionalisasi semakin banyak
> perusahaan-perusahaan
> asing. Untuk melakukan ini, dia harus bersandar pada
> dukungan Partai Komunis
> Indonesia - sebuah aksi yang tidak luput dari perhatian
> Washington.
> 
> 
> 
> Rejim Bonapartis dari
> Sukarno dipenuhi dengan korupsi. Di tengah-tengah
> kemiskinan massal, upah
> rendah dan masalah perumahan yang besar, Sukarno dan
> elit-elitnya hidup seperti
> raja. Di bawah arahan Sukarno, sejumlah uang yang besar
> diboroskan untuk
> membangun gedung-gedung mewah seperti Hotel Indonesia di
> Jakarta, dimana,
> mengutip Sunday Times, "Tiga juta
> rakyat, yang kebanyakan miskin, tinggal ... di rumah-rumah
> kumuh ... yang
> kebanyakan akan runtuh". Sukarno tinggal di sebuah
> vila putih - yang dulunya
> adalah tempat tinggal gubernur Belanda - dan dikelilingi
> dengan
> perabotan-perabotan mewah dan karya-karya seni yang mahal.
> "Tiga ruang utama
> yang megah tersebut tampak seperti museum dalam
> kebesarannya dan aurannya. Setiap
> ruang itu diperaboti dengan megah dan dikarpeti. Setiap
> ruang digantungi dengan
> sebagian dari koleksi lukisan megahnya Sukarno."
> 
> 
> 
> Kemiskinan dan kesukaran
> rakyat mengakibatkan tumbuhnya PKI secara pesat. Tidak ada
> gerakan buruh di
> "Negara Ketiga" yang tumbuh sepesat Indonesia.
> PKI, yang secara praktikal
> hilang keberadaannya setelah kudeta yang gagal pada tahun
> 1948, menjadi Partai
> Komunis terbesar ketiga di dunia - hanya Partai Komunis
> Tiongkok dan Uni Soviet
> yang lebih besar.
> 
> 
> Kebijakan Menshevik PKI
> 
> 
> Jumlah anggota PKI saat
> itu adalah 3 juta. Ia memiliki dukungan 10 juta anggota
> serikat buruh dan kaum
> tani yang terorganisir. Yang terlebih penting, PKI
> mengklaim dukungan 40 persen
> dari tentara Indonesia. Partai Bolshevik pada tahun 1917
> tidak memiliki basis
> yang sekuat itu. Pada bulan Februari, Bolshevik hanya
> memiliki 8000 anggota di
> sebuah negara besar dengan 150 juta rakyat. Namun hanya
> dalam 9 bulan, Lenin
> dan Trotsky memimpin Partai Bolshevik untuk menaklukkan
> kekuasaan. Secara
> kontras, PKI dengan kekuatannya yang besar, memimpin kaum
> buruh dan tani
> Indonesia menuju kekalahan yang penuh darah. Mengapa?
> 
> 
> 
> Di dalam perpecahan
> Sino-Soviet, PKI berpihak dengan Peking, dan mempertahankan
> hubungan yang dekat
> dengan kaum Stalinis Cina. Kita mungkin berpikir bahwa ini
> adalah sebuah
> kombinasi yang revolusioner. Tetapi ini salah. Kebijakan
> PKI adalah kebijakan
> kolaborasi kelas. Kepemimpinan PKI mengekori kepemimpinan
> sang borjuis
> Bonapartis yang "progresif", Sukarno. Setelah
> 1948, semua sisa-sisa ideologi
> revolusioner secara sistematis dihapus dari program PKI.
> Program dan Konstitusi
> PKI tahun 1962 menggarisbawahi tugas partai untuk membentuk
> "negara rakyat
> demokratik". Ini tidak ada kesamaannya dengan
> sosialisme.
> 
> 
> 
> "Negara rakyat
> demokratik" ini akan merupakan sebuah "demokrasi
> tipe baru", yang bukan
> berdasarkan kelas buruh, tetapi berdasarkan sebuah blok
> kaum buruh dan tani
> dengan bermacam-macam koleksi "sekutu", termasuk
> " kaum borjuis kecil
> perkotaan, kaum intelektual, kaum borjuis nasional (!),
> elemen-elemen
> aristokrat yang maju (!!) dan elemen-elemen patriotik
> secara umum (!!!)" Dari
> bentuk ini, sangatlah sulit untuk meraih kesimpulan
> mengenai karakter kelas
> dari "negara rakyat demokratik" karena bentuk
> tersebut diatas hanyalah daftar semua kelas dan strata di
> Indonesia.
> Ini berarti bahwa program PKI dengan orientasi Peking yang
> "revolusioner"
> hanyalah mempertahankan status quo.
> 
> 
> 
> Daripada
> kediktaturan proletar, PKI merujuk pada
> "otoritas" dari "rakyat" - sebuah
> formula yang tidak ada artinya. Pada tahun 1955, PKI
> mengadvokasikan sebuah
> koalisi nasional, dan menawarkan untuk menumpulkan program
> mereka yang sudah
> tumpul menjadi sebuah daftar tujuan-tujuan yang sepenuhnya
> non-komunis. Ahli
> teori utama dari PKI, yakni Aidit, menganjurkan teori
> "dua-tahap"nya Menshevik-Stalinis,
> yang menunda revolusi sosialis ke masa depan yang jauh:
> 
> 
> 
> "Pada saat kita
> menyelesaikan tahapan pertama dari revolusi kita yang
> sekarang sedang dalam
> progres, kita dapat melakukan negosiasi bersahabat dengan
> elemen-elemen
> progresif lainnya di dalam masyarakat kita, dan tanpa
> perjuangan bersenjata
> kita akan memimpin bangsa ini menuju revolusi sosialis.
> Lagipula, kaum
> kapitalis nasional di negara kita adalah lemah dan tak
> terorganisir. Sekarang,
> di dalam revolusi demokratik nasional kita, kita berpihak
> dengan mereka dan
> berjuang di dalam perjuangan bersama untuk menendang keluar
> dominasi modal
> asing dari tanah air ini".
> 
> 
> 
> Argumen Aidit
> penuh kontradiksi. Bila kaum borjuis nasional adalah lemah
> dan tak
> terorganisir, maka lebih banyak alasan untuk menyapu mereka
> ke samping dan
> membentuk pemerintahan buruh dan tani. Kenyataannya,
> seperti yang Lenin
> garisbawahi ratusan kali, justru karena kelemahan kaum
> borjuis nasional yang
> membuat mereka menjadi batu halangan yang reaksioner di
> dalam jalan menuju
> revolusi demokratik di negara-negara terbelakang. Mereka
> (baca kaum borjuis
> nasional) meragukan kemampuan mereka untuk mengontrol
> kekuatan-kekuatan yang
> dilepaskan dari gerakan nasional demokratik itu sendiri,
> mereka menjadi ambigu, dan akhirnya mereka terdorong ke
> pihak
> reaksioner karena takut terhadap kelas pekerja mereka
> sendiri. Untuk alasan
> ini, sangatlah reaksioner bila kita mencoba memisahkan
> secara mekanis fase-fase
> revolusi demokratik dan revolusi sosialis di negara-negara
> terbelakang. Pilihannya
> adalah: revolusi demokratik "bergerak menuju"
> kediktaturan proletariat, atau
> revolusi demokratik tersebut hancur di bawah palu reaksi.
> 
> 
> 
> Apa yang disebut
> posisi "Leninis" dari Aidit dan pemimpin-pemimpin
> PKI lainnya adalah identik
> dengan posisi kaum Menshevik yang dilawan dengan gigih oleh
> Lenin sampai pada
> tahun 1917. Bagi mereka, kediktaturan proletariat yang
> revolusioner ditunda
> sampai masa depan yang jauh (dan oleh karena itu aman) -
> 50, 100, bahkan 300
> tahun kemudian. Pertama-tama, kita selesaikan dahulu
> "tahapan pertama", lalu
> setelah ini "tercapai sepenuhnya", kita
> "lakukan negosiasi bersahabat" dengan
> mereka yang mungkin tertarik dengan "tahapan
> kedua". Akan tetapi, sejarah tidaklah
> terjadi seperti itu.
> 
> "Gerakan 30 September"
> 
> Puluhan tahun
> kebijakan dua-tahap Menshevik yang diadopsi oleh
> kepemimpinan PKI akhirnya menghancurkan
> partai tersebut dan bersama-sama dengan itu seluruh gerakan
> buruh dan tani di
> Indonesia dengan satu sapuan. Ini menyebabkan kehancuran
> gerakan Komunis di
> Indonesia - yang saat itu adalah Partai Komunis ketiga
> terbesar setelah Uni
> Soviet dan Cina - dan sebuah pergeseran radikal di dalam
> politik Indonesia dan
> seluruh Asia Tenggara. Peristiwa yang memicu malapetaka ini
> adalah Gerakan 30
> September.
> 
> 
> 
> Washington
> bersihkeras untuk menumbangkan Sukarno dan menghancurkan
> PKI. Mereka
> mengganggap prospek sebuah pemerintahan Komunis di
> Indonesia sebagai hari
> kiamat. Pada sebuah pidato tahun 1965, Richard Nixon
> membenarkan pemboman
> Vietnam Utara sebagai satu cara untuk melindungi
> "kekayaan mineral yang besar"
> di Indonesia. Seperti yang ditulis oleh ahli sejarah John
> Rossa di dalam
> bukunya Pretext for Mass Murder, yang
> merupakan buku sejarah yang terbaru mengenai Gerakan 30
> September:
> 
> 
> 
> "Tentara yang
> mulai tiba di Vietnam pada bulan Maret 1965 tidak akan
> berguna bila kaum
> Komunis menang di sebuah negara yang lebih besar dan
> strategis. Kemenangan PKI di Indonesia akan membuat
> intervensi di Vietnam sia-sia ... McGeorge Bundy, seorang
> penasehat keamanan nasional untuk Presiden Kennedy dan
> Johnson, juga telah
> menekankan bahwa Vietnam sudah bukan lagi kepentingan yang
> vital ‘setelah revolusi
> anti-komunis di Indonesia'."
> 
> 
> 
> Kebijakan-kebijakan Sukarno melawan
> perusahaan-perusahaan asing, kebijakan Non-Bloknya (yang
> diperagakan di
> Konferensi Asia-Afrika 1955), pengutukannya terhadap
> imperialisme Barat, dan
> ketergantungannya pada PKI yang semakin meningkat, semua
> ini meyakinkan
> Pemerintahan AS untuk membuat aliansi dekat dengan
> perwira-perwira reaksioner
> seperti Jendral Nasution yang sangat anti-komunis. Dari
> tahun 1958 hingga 1965,
> Amerika melatih, mendanai, menasehati, dan mensuplai seksi
> dari tentara Indonesia
> yang anti-komunis. 
> 
> 
> 
> Akan tetapi, seperti yang dipaparkan di
> dalam dokumen-dokumen rahasia pemerintahan AS yang telah
> dibuat publik, para
> jendral sayap kanan ini sadar kalau mereka tidak akan dapat
> melakukan kudeta model
> lama untuk melawan Sukaro dan PKI - karena Sukarno masih
> terlalu populer dan
> PKI memiliki dukungan massa. Usaha-usaha sebelumnya untuk
> membelah Indonesia ke dalam negara-negara yang lebih
> kecil ("zona komunis" dan "zona
> non-komunis') - seperti yang terjadi di Korea dan
> Vietnam - gagal total. Usaha-usaha
> yang gagal ini justru memperkuat Sukarno dan PKI karena
> garis anti-imperialisme
> mereka terbukti benar di mata rakyat.
> 
> 
> 
> Untuk alasan-alasan ini, sebuah kudeta
> terbuka tidak dapat dilakukan di Indonesia. Supaya kudeta
> sayap-kanan dapat berhasil, ia harus disamarkan sebagai
> sebuah usaha untuk
> menyelamatkan Presiden Sukarno. Pada tahun 1959, Dewan
> Keamanan Nasional AS
> sudah mengakui bahwa serangan terbuka terhadap PKI harus
> "dibenarkan secara
> politik untuk kepentingan Indonesia sendiri" dan PKI
> harus didorong "ke posisi
> dimana mereka menentang secara terbuka Pemerintahan
> Indonesia [Sukarno]."
> Howard Jones, Duta Besar AS di Jakarta (1958-1965),
> mengatakan di dalam sebuah
> pertemuan tertutup di Filipin pada bulan Maret 1965,
> "Tentu saja dari sudut
> pandang kita, sebuah usaha kudeta yang gagal dari PKI
> adalah sebuah
> perkembangan yang paling efektif untuk memulai sebuah
> pemutaran balik tren
> politik di Indonesia." Triknya adalah untuk
> memprovokasi PKI untuk mengambil
> aksi yang terburu-buru yang dapat digunakan sebagai alasan
> untuk
> menghancurkannya.
> 
> 
> 
> Perangkap ini diluncurkan dan
> pemimpin-pemimpin PKI jatuh ke dalam perangkap ini. Para
> pemimpin PKI, daripada
> memobilisasi massa
> untuk melawan kaum reaksioner tersebut, justru berusaha
> meluncurkan sebuah
> kudeta istana dengan membunuh para jendral pemimpin
> sayap-kanan. Saya menulis
> sebuah artikel mengenai peristiwa ini, Perspectives,
> pada bulan Oktober 1965, beberapa minggu setelah kemenangan
> konter-revolusi. Di
> dalam artikel ini saya menjelaskan bahwa bukannya
> membeberkan rencana-rencana
> kaum sayap kanan, bukannya memobilisasi massa untuk mogok
> umum dan menyerukan
> kepada pendukungnya di dalam angkatan bersenjata untuk
> melucuti para perwira
> mereka dan bergabung dengan buruh untuk menumbangkan rejim
> yang busuk ini,
> kepemimpinan PKI justru berkonspirasi untuk membunuh para
> jendral reaksioner
> tersebut - sebuah konspirasi yang sangat rahasia sehingga
> selain Aidit tak
> seorangpun dari anggota Komite Pusat yang mengetahui
> rencana ini.
> 
> 
> 
> Enam jendral dibunuh, tetapi Nasution
> selamat. Bersama-sama dengan Suharto dan perwira sayap
> kanan lainnya, mereka
> memanggil pasukan mereka, melepaskan propaganda media
> anti-komunis yang luar
> biasa, dan memobilisasi demonstrasi mahasiswa (yang
> sebagian didanai oleh duta
> besar AS). Revolusi istana ini rubuh. Kebijakan-kebijakan
> keliru dari Aidit dan
> kepemimpinan PKI menaruh nyawa tiga juta buruh dan tani
> komunis di tangan kaum
> reaksioner. Koran Daily Telegraph
> menganalisa situasi ini di dalam editorialnya pada tanggal
> 12 Oktober, yang
> berjudul The Civil War in Indonesia:
> 
> 
> 
> "Sangatlah jelas dari kejadian-kejadian
> sepuluh hari terakhir di Indonesia
> bahwa ini bukanlah sebuah kudeta istana seperti sebelumnya
> yang mengguncang
> Republik Sukarno, ini adalah sebuah perang sipil yang
> menyebar. Tanah
> konfontrasi sekarang mengkonfrontasi dirinya sendiri. Tiga
> kepala dari sang naga
> ini, Muslim, Nasionalis, dan Komunis, saling menggigit satu
> sama lain, dan
> pertikaian ini telah menyebar dari Jawa ke Sumatra.
> Persaingan ketiga kekuatan ini yang telah ditangani oleh
> Dr. Sukarno sekarang
> meledak. Bila angkatan bersenjata mencurigai sebuah kudeta
> Komunis, mereka
> jelas-jelas terkejut dengan kekejamannya dan mereka
> terkacaukan dengan
> terbunuhnya enam jendral mereka. Sekarang jelas kalau Dr.
> Sukarno ada di bawah
> perlindungan angkatan bersenjata, dan dia telah
> mentoleransi kampanye melawan
> gerilya komunis dan akhirnya menanggalkan kepura-puraan
> kalau Nasakom atau
> Front Persatuan dia masih eksis."
> 
> 
> 
> Perang sipil ini dimainkan oleh satu pihak
> saja. Bukannya meluncurkan ofensif yang agresif melawan
> kaum reaksioner - yang
> pada jam-jam terakhir ini dapat menyelamatkan Partai
> Komunis - kepemimpinan PKI
> justru mengandalkan aliansi mereka dengan "borjuis
> progresif" Sukarno. Saat
> kaum komunis berjuang melawan massa
> reaksioner, PKI tetap diwakili di kabinet Sukarno,
> mendukung demagog Sukarno
> mengenai "kesatuan nasional", kestabilan, dll.
> Sampai akhirnya, mereka tetap
> menempel pada Sukarno, tetapi Sukarno dan kabinetnya sudah
> impoten.
> 
> 
> 
> Puluhan ribu anggota PKI yang jujur dan
> militan, yang kebingungan karena tidak adanya kepemimpinan
> dari partai mereka,
> menyerahkan diri mereka ke kaum reaksioner, karena mereka
> percaya - seperti
> yang dikatakan oleh pemimpin mereka - bahwa Sukarno akan
> melindungi mereka.
> Akan tetapi, sang Bonapartis Sukarno sudah menjadi hanya
> sebuah simbol dan
> tidak berkuasa lagi. Dengan begini, puluhan ribu anggota
> PKI sesungguhnya
> menyerahkan diri mereka ke massa
> reaksioner seperti domba yang pergi menuju tempat
> pemotongan hewan.
> 
> 
> 
> Pemerintahan Indonesia
> tergantung di udara. Perjuangan politik yang sesungguhnya
> telah pindah ke
> jalanan. Nasution memobilisasi kekuatan Muslim reaksioner.
> Markas PKI di Jakarta
> di serbu dan dibakar oleh massa ribuan pemuda, yang
> berteriak "Gantung Aidit". Massa menyeruak di
> jalanan, menempel
> poster-poster bertulisan "Hancurkan Kaum
> Komunis". Massa di depan duta besar
> Amerika berteriak "Hidup Amerika". Sebuah
> demonstrasi 500 ribu orang menuntut
> aksi terhadap semua yang berpartisipasi di Gerakan 30
> September. Hasil akhirnya
> adalah pembantaian setidaknya satu setengah juta kaum
> Komunis.
> 
> 
> 
> CIA memainkan peran yang
> aktif di dalam pembunuhan massal ini. Yang disebut-sebut
> sebagai pahlawan
> demokrasi di Washington, London, dan Paris dengan segera
> mengakui rejim
> pembunuh ini. Peran kriminal dari imperialisme sangatlah
> jelas. Tetapi para
> imperialis tidak akan dapat meraih kemenangan yang semudah
> ini bila bukan
> karena kebijakan-kebijakan kepemimpinan PKI yang membawa
> malapetaka. Ketika
> kekuasaan negara secara terbuka ditantang di dalam sebuah
> perang sipil, "moderasi"
> dan "jalan tengah" menghilang seperti uap air.
> Tetapi kepemimpinan PKI bahkan
> tidak bisa menyerukan mogok umum. Mereka bertingkah seperti
> para pemimpin
> Sosial Demokrat dan Stalinis di Jerman pada tahun 1933 -
> dan mereka membayarnya
> dengan harga yang sama.
> 
> 
> 
> Dimana kelas pekerja
> dikalahkan tanpa perlawanan sama sekali, ini menyebabkan
> runtuhnya moral yang
> sangat besar dan melumpuhkan rakyat untuk waktu yang sangat
> lama. Kekalahan
> 1965 mengusung sebuah periode militer-reaksioner yang
> kejam. Ini juga
> menyebabkan runtuhnya moral dari kaum buruh dan tani di
> Malaysia. Tidak
> mengejutkan kalau koran Daily Telegraph
> mengekspresikan dengan jelas kepuasan mereka terhadap
> pesta-pora
> konter-revolusi di Indonesia. Sebagai penutup, pengalaman
> Indonesia mengekspos
> kepalsuan frase-frase "revolusioner" dari kaum
> Stalinis Cina. Satu-satunya
> respon dari kaum birokrasi Cina terhadap pergolakan di
> Indonesia adalah pesan
> "salam hangat" kepada Sukarno ketika dia akhirnya
> keluar dari persembunyiannya.
> 
> 
> Pelajaran dari Kekalahan
> 
> 
> Masalah ketepatan sebuah
> teori atau masalah teori Menshevik-Stalinis bukanlah
> masalah akademik tetapi
> merupakan masalah yang praktikal. Pengalaman dari
> kebijakan-kebijakan Stalinis
> di dalam berbagai revolusi telah secara pasti membuktikan
> karakter
> konter-revolusioner mereka. Selama puluhan tahun, kelas
> pekerja negara-negara
> kolonial atau eks-kolonial telah membuktikan keberanian dan
> potensial
> revolusioner mereka. Berkali-kali mereka telah bergerak
> untuk melaksanakan
> transformasi revolusioner di negara mereka.
> 
> 
> 
> Di Irak, Sudan, Iran,
> Chile, Argentina, India, Pakistan, dan Indonesia, kaum
> pekerja telah
> menunjukkan bahwa mereka ingin menjadi tuan dari tanah air
> mereka. Bila mereka
> gagal, ini bukan karena mereka tidak bisa berhasil, tetapi
> ini karena mereka
> kekuarangan sebuah syarat penting untuk merebut kekuasaan:
> yakni sebuah
> kepemimpinan yang benar-benar revolusioner. Setiap kali,
> mereka terbentur
> dengan sebuah tembok karena partai dan pemimpin yang mereka
> percayai untuk
> memimpin mereka menuju transformasi sosialis justru menjadi
> halangan yang
> besar. Napoleon pernah berkata: "pasukan yang kalah
> belajar dengan baik". Bagi
> kaum Marxis, pelajaran dari kekalahan lebih penting
> daripada pelajaran dari
> kemenangan.
> 
> 
> 
> Para buruh bisa
> mempelajari kesalahan-kesalahan mereka, tetapi hanya bila
> pengalaman-pengalaman
> ini dijelaskan dan dianalisa dengan sabar oleh kaum pelopor
> revolusioner. Kaum
> Marxis revolusioner memiliki sebuah tugas untuk menjelaskan
> pelajaran-pelajaran
> dari kejadian 1965 di Indonesia kepada gerakan buruh. Apa
> perbedaan utama antara Rusia pada tahun 1917
> dan Indonesia pada tahun 1965? Perbedaan utamanya bukanlah
> di kondisi-kondisi
> objektif. Kondisi objektif di Indonesia pada tahun 1964-65
> sangatlah mendukung.
> Rakyat Indonesia telah mengalahkan imperialisme Belanda.
> Kaum komunis memiliki
> dukungan mayoritas kelas buruh dan tani. Tetapi sebuah
> kebijakan dan perspektif
> yang keliru cukup untuk menghancurkan revolusi ini. Bila
> Revolusi Oktober
> membuktikan ketepatan teori Revolusi Permanen secara
> positif, maka malapetaka
> Indonesia membuktikan ketepatan teori Revolusi Permanen
> secara negatif dan
> secara sangat brutal.
> 
> 
> 
> Kesimpulannya
> sangat jelas. Tanpa sebuah partai revolusioner, potensial
> dari kaum proletar
> tetaplah akan menjadi potensial. Hubungan antara kelas dan
> partai adalah serupa
> dengan hubungan antara uap dan mesin piston. Tetapi,
> keberadaan partai tidaklah
> cukup untuk memastikan kesuksesan. Partai ini harus
> dipimpin oleh pria dan
> wanita yang dipersenjatai dengan pemahaman akan tugas-tugas
> revolusi, taktik,
> strategi, dan perspektif, dan bukan hanya tugas-tugas
> nasional tetapi juga
> internasional.
> 
> 
> 
> Untuk meraih
> kekuasaan, tidaklah cukup kalau kaum pekerja siap untuk
> bertempur. Bila cukup
> hanya dengan kesiapan untuk bertempur, maka kelas pekerja
> sudah meraih
> kekuasaan di semua negara tersebut dari dulu. Ini akan
> sangat mudah dicapai
> karena mereka ada di dalam posisi yang lebih kuat
> dibandingkan kaum pekerja
> Rusia pada tahun 1917. Tetapi mereka tidak meraih
> kekuasaan. Mengapa tidak?
> Karena kelas pekerja membutuhkan sebuah partai dan sebuah
> kepemimpinan. Untuk mengabaikan
> kenyataan fundamental ini adalah anarkisme yang
> kekanak-kanakan. Marx menjelaskan
> semenjak dulu bahwa tanpa organisasi, kelas pekerja
> hanyalah bahan mentah untuk
> eksploitasi. 
> 
> Walaupun berjumlah banyak dan memainkan peran kunci di
> dalam
> produksi, kaum proletar tidak akan mampu merubah masyarakat
> kecuali bila ia
> menjadi sebuah kelas di dalam dan untuk dirinya sendiri
> ("in-and-for itself") dengan kesadaran,
> perspektif, dan pemahaman
> yang dibutuhkan.
> 
> 
> 
> Untuk menunggu
> sampai kelas proletar secara keseluruhan memperoleh
> pemahaman yang dibutuhkan
> untuk merebut kekuasaan dan merubah masyarakat adalah
> sebuah proposisi yang
> utopis, yang pada intinya berarti menunda revolusi untuk
> selamanya. Kita perlu
> mengorganisir lapisan kelas proletar yang paling maju,
> mendidik para kader, dan
> memenuhi mereka dengan perspektif revolusioner, bukan hanya
> dalam skala
> nasional tetapi juga dalam skala internasional, untuk
> mengintegrasikan mereka
> ke dalam rakyat di semua level, dan untuk secara sabar
> mempersiapkan diri untuk
> menghadapi momen ketika perjuangan-perjuangan parsial
> menjadi sebuah ofensif
> revolusioner yang umum.
> 
> 
> 
> Krisis ekonomi
> global sekarang ini adalah sebuah gejala dari sistem
> kapitalisme dunia yang
> telah kehabisan potensial untuk maju. Dan ini hanyalah
> permulaan dari sebuah
> proses revolusioner yang akan bergulir di dalam tahun-tahun
> ke depan. Bila sebuah
> partai Leninis yang sejati eksis, ini akan berakhir di
> sebuah revolusi proletar
> yang klasik. 
> 
> Walaupun menderita kekalahan dan kemunduran, kaum pekerja
> dan tani
> Indonesia pasti akan mengambil jalan perjuangan lagi dan
> lagi. Penggulingan
> Suharto merupakan indikasi dari kenyataan ini. Satu persatu
> negara Asia, para
> buruh, tani, dan pelajar akan mengambil jalan perjuangan
> karena tidak ada lagi
> alternatif.
> 
> 
> 
> Revolusi Indonesia - yang
> hanya bisa mengambil karakter sosialis - sekarang ada di
> agenda lagi. Sebuah
> revolusi di Indonesia akan menggoncang seluruh Asia dan
> memiliki pengaruh yang
> besar terhadap kaum pekerja dan tani di Malaysia, Filipin,
> India, Pakistan,
> Bangladesh dan Sri Lanka. Pembentukan federasi sosialis
> Indonesia, Malaysia,
> dan Filipin akan menyelesaikan masalah-masalah nasional
> secara adil. Potensial
> produksi yang besar dari negara-negara ini hanya bisa
> direalisasikan dengan
> sebuah ekonomi sosialis terencana, yang akan menciptakan
> kondisi untuk merubah
> hidup rakyat banyak.
> 
> 
> 
> Syaratnya adalah bagi
> rakyat pekerja untuk mengambil kekuasaan ke tangan mereka.
> Kaum pekerja dan
> tani Indonesia memiliki sejarah perjuangan yang luar biasa.
> Generasi kaum
> pekerja dan tani yang baru akan menemukan kembali
> tradisi-tradisi ini,
> mempersenjatai diri mereka dengan ide-ide Marxisme dan
> memimpin massa ke
> kemenangan akhir. Mereka akan membalas dendam martir-martir
> mereka yang
> terbunuh, menggulingkan penindas mereka, dan membangun
> kembali masyarakat ini
> secara sosialis. 
> 
> 
> 
> London, 17 Desember 2008



      Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman. Tambahkan mereka 
dari email atau jaringan sosial Anda sekarang! 
http://id.messenger.yahoo.com/invite/

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:indo-marxist-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:indo-marxist-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    indo-marxist-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke