Sebanyak 26% remaja Indonesia kekurangan zat besi. Sumber: http://www.preventionindonesia.com/article.php?name=/anemia--pengaruhi-kecerdasan-remaja&channel=nutrition_and_recipes%2Fnutrition_basics
PreventionIndonesia.com: Anemia : Pengaruhi Kecerdasan Remaja Selama ini kita terlalu asik membentuk kecerdasaan anak mulai berumur 0 sampai 2 tahun. Padahal sebenarnya, proses mencerdaskan anak tidak berhenti sampai disana. Sebab pada usia remaja, tumbuh kembang optimal juga diperlukan agar anak menjadi tenaga kerja dan orang tua yang bermutu. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, ditemukan ada sebanyak 26,5 persen remaja kita yang berusia 15-19 tahun mengalami anemia atau kekurangan zat besi. "Padahal zat besi adalah nutrisi yang mengendalikan metabolisme otak," ucap dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, pada acara Ulang Tahun ke-56 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rabu (16/6), di Jakarta. Apa yang terjadi jika remaja kita kekurangan zat besi? Soedjatmiko menjabarkan mulai dari lambat menerima dan memproses informasi, sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, gangguan memori, hingga lambatnya pembelajaran lingkungan. Semua ini akan mengarah pada rendahnya kecerdasan, prestasi sekolah, sulit memecahkan masalah, dan gangguan perilaku pada remaja. Padahal menurut Soedjatmiko, gejalanya sangat mudah dikenali. Anak mudah merasa letih, lemas, dan lesu. "Tapi kebanyakan dari kitamenganggapnya sebagai hal yang sepele. Padahal kurangnya zat besi pada remaja, khususnya remaja putri, akan menciptakan lingkaran kemunduran kualitas sumber daya manusia," ucap Soedjatmiko bersemangat. Soedjatmiko pun bercerita, masih dari penelitian yang sama, ditemukan ibu hamil yang mengalami anemia mencapai 40,1 persen. Ini artinya, sambung Soedjatmiko, akan membuat ada 1/4 bayi yang dilahirkan di Indonesia mengalami kekurangan zat besi. "Ini akan menciptakan lingkaran setan yang membuat banyak generasi kita menjadi tidak cerdas karena asupan zat besi yang tidak cukup." Lalu mengapa anemia banyak terjadi pada anak remaja? Pertama adalah karena asupan gizi yang tak seimbang dan menurut Soedjatmiko ini juga dipengaruhi karena orang tua menganggap anak remaja sudah mengerti makanan yang terbaik baginya. Kedua, karena separuh dari anak usia sekolah ditemukan adanya cacing tambang pada saluran pencernaan mereka alias cacingan. "Kembali ini faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang menjadi perhatian."Dan faktor terakhir yang memengaruhi tingginya angka anemia pada remaja adalah karena remaja putri mengalami menstruasi sehingga peluangnya kekurangan zat besi lebih tinggi. Itu mengapa Soedjatmiko mengajak para orang tua untuk tetap memantau tumbuh kembang anak remaja mereka. Dan agar anak terbebas dari anemia yang dapat kita lakukan adalah memperbanyak konsumsi makanan mereka yang kaya akan zat besi seperti sayur berwana hijau tua, hati, daging, kacang-kacangan, dan kuning telur. Lengkapi juga asupan ini dengan mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan vitamin C-nya. Vitamin ini akan membantu tubuh menyerap zat besi lebih optimal. Selain kecukupan zat gizi, Soedjatmiko juga mengingatkan, agar kita tetap menstimuli kemampuan bakat anak. Sebab definisi kecerdasaan bukanlah hanya cemerlang secara akademis tapi juga kreatif dan mandiri. "Kelak mereka akan menjadi orang tua dan kualitas mereka mendidik anak-anak nantinya sangat tergantung dari bagaimana kita membentuk mereka dengan motivasi yang positif." (Siagian Priska) Salam sehat, Eva www.preventionindonesia.com Facebook: Prevention Indonesia Twitter: Preventionindo [Non-text portions of this message have been removed]